Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pembangunan Ekonomi Maritim

8 Januari 2019   09:15 Diperbarui: 8 Januari 2019   13:55 6728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejak berdiri 17 Agustus 1945 Indonesia terus mengalami perbaikan di semua bidang kehidupan. Kini Indonesia merupakan anggota G-20 dengan PDB mencapai 1,1 trilyun dolar AS, terbesar ke-16 di dunia. Pada 1970 sekitar 60 persen penduduknya masih miskin, tahun ini tinggal 9,82 persen (25,95 juta orang), pertama kali dalam sejarah NKRI, dimana angka kemiskinan dibawah 10 persen. 

Namun, sudah 73 tahun merdeka, Indonesia masih sebagai negara berkembang berpendapatan menengah bawah dengan rata-rata pendapatan nasional kotor (Gross National Income = GNI) perkapita 3.800 dolar AS. Padahal, sebuah negara dinobatkan sebagai negara makmur (berpendapatan tinggi), bila GNI perkapitanya diatas 12.235 dolar AS (World Bank, 2017).  

Kapasitas IPTEK bangsa Indonesia sampai sekarang baru berada di kelas-3, dimana lebih dari 75% kebutuhan teknologinya berasal dari impor. Sedangkan, suatu bangsa dikategorikan sebagai bangsa maju, bila kapasitas IPTEK nya mencapai kelas-1 atau lebih dari 75% kebutuhan IPTEK nya merupakan hasil karya bangsa sendiri (UNDP, 2010).

Dengan kekayaan SDA, jumlah penduduk 267 juta jiwa (terbesar keempat di dunia), dan bonus demografi pada 2020 -- 2040, Indonesia diprediksi bakal menjadi negara maju dan makmur pada 2045 (Pricewater Cooper, 2018). Pada saat itu kekuatan ekonomi (PDB) Indonesia mencapai 7,3 trilyun dolar AS (terbesar keempat di dunia) dengan rata-rata GNI perkapita 15.000 dolar AS.  

Dari persepektif ekonomi, prediksi tersebut akan menjadi kenyataan, bila bangsa Indonesia mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi (diatas 7 persen/tahun), berkualitas (banyak menyerap tenaga kerja), inklusif (mensejahterakan seluruh rakyat), dan berkelanjutan (sustainable).

Potensi ekonomi maritim 

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.504 pulau, yang tiga perempat wilayahnya berupa laut; ekonomi maritim menawarkan segudang potensi, bukan saja untuk mengatasi permasalahan kekinian. Tetapi, juga untuk menghadirkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, berkualitas dan inklusif secara berkelanjutan. Ekonomi maritim adalah semua aktivitas ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan di daratan lahan atas yang menggunakan bahan baku dari wilayah pesisir dan lautan. 

Dari definisi ini, ekonomi maritim Indonesia meliputi 11 sektor: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri pengolahan perikanan dan hasil laut, (4) industri bioteknologi kelautan, (5) ESDM, (6) pariwisata bahari, (7) perhubungan laut, (8) kehutanan, (9) sumber daya wilayah pulau-pulau kecil, (10) industri dan jasa maritime, dan (11) SDA non-konvensional. Potensi total nilai ekonomi dari kesebelas sektor tersebut sebesar 1,5 trilyun dolar AS/tahun atau 1,5 kali PDB, dengan potensi lapangan kerja sekitar 45 juta orang atau 35% total angkatan kerja.  Potensi ekonomi maritim hingga saat ini baru dimanfaatkan sekitar 25 persen. 

Sebagai ilustrasi betapa raksasanya ekonomi maritim Indonesia adalah 3 juta ha lahan pesisir yang cocok untuk budidaya tambak udang Vaname.  Bila kita mampu mengembangkan usaha 500.000 ha tambak udang Vaname dengan produktivitas rata-rata 40 ton/ha/tahun (moderat), maka bisa dihasilkan 20 juta ton atau 20 milyar kg udang setiap tahunnya.  

Dengan harga udang saat ini 5 dolar AS/kg, maka nilai ekonomi langsungnya sebesar 100 milyar dolar AS/tahun atau sekitar 10% PDB saat ini. Keuntungan bersihnya rata-rata Rp 10 juta/ha/bulan.  Artinya, jika mulai tahun depan sampai 2024 kita buka usaha 100.000 tambak udang Vaname setiap tahunnya, maka dari udang ini saja bisa menyumbangkan 2 persen pertumbuhan ekonomi per tahun. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi sebesar 7% per tahun bagi maritim Indonesia adalah keniscayaan. 

Kesempatan kerja langsung (on farm) yang bisa diciptakan dari 500.000 ha tambak udang ini sekitar 2 juta orang, dan tidak langsung (off farm) sekitar 1,5 juta orang. Padahal, banyak sekali komoditas budidaya laut lainnya dengan nilai ekonomi sangat tinggi, seperti udang windu, ikan bandeng, nila salin, kerapu, kakap, bawal bintang, kepiting, lobster, gonggong, abalone, teripang, kerang mutiara, dan rumput laut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun