Mohon tunggu...
Rokhmin Dahuri Institute
Rokhmin Dahuri Institute Mohon Tunggu... Dosen - Rokhmin Dahuri

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB; Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI); Wakil Ketua Dewan Pakar ICMI Pusat; Member of International Scientific Advisory Board of Center for Coastal and Ocean Development, University of Bremen, Germany; Honorary Ambassador of Jeju Islands Province and Busan Metropolitan City, Republic of Korea to Indonesia; dan Menteri Kelautan dan Perikanan – RI (2001 – 2004).

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Reformasi Birokrasi untuk Memerangi Kemiskinan dan Ketimpangan Sosial

14 Maret 2017   17:20 Diperbarui: 14 Maret 2017   17:45 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Yang lebih mencemaskan lagi adalah konsekuensi negatip dari kesenjangan sosial-ekonomi.  Selain pengangguran dan kemiskinan, ketimpangan sosial-ekonomi diyakini telah memicu semakin masif dan meluasnya perkelahian antar kelompok masyarakat, demonstrasi anarkis, radikalisme, perampokan (begal), pembunuhan, pemerkosaan (seperti yang diderita remaja Yuyun di Lebang Rejong beberapa waktu lalu), konsumsi narkoba, dan beragam penyakit sosial lainnya.  

Sejumlah fakta empiris membuktikan, bahwa di negara-negara yang jurang antara kaya vs. miskin nya sangat lebar (koefisien GINI > 0,5)  seperti Tunisia, Suriah, Libya, Yaman, Mesir, dan Venezuela; ketimpangan ekonomi telah menyulut kecemburuan sosial yang membuncah, demonstrasi anarkis, dan perang saudara berkepanjangan yang berujung pada disintegrasi bangsa. Bahkan hampir semua pakar sosiologi dan politik-ekonomi sepakat, bahwa akar masalah dari aksi demonstarasi super damai 411, 212, dan 112 oleh sejumlah elemen Umat Islam di tanah air adalah ketidakadilan ekonomi dan hukum.  Sedangkan, dugaan penistaan agama oleh Ahok diyakini hanya sebagai pemicunya.

Membumikan kebijakan

Oleh sebab itu, sangat tepat bila Presiden Jokowi pada Rapat Kabinet Terbatas 7 Februari tahun ini memutuskan bahwa pemerintah akan memprioritaskan upaya mengurangi ketimpangan ekonomi. Komitmen pemerintah ini ditegaskan kembali oleh Presiden Jokowi ketika dalam pidato sambutannya di acara pembukaan Tanwir Muhammadiyah di Ambon pada 24 Februari, yang mengusung tema ”Kedaulatan dan Kesenjangan Sosial Menuju Indonesia Yang Berkemajuan”. Secara garis besar kebijakan tersebut meliputi: (1) reformasi agraria (land reform) dan redistribusi aset, (2) peningkatan kesempatan berusaha bagi rakyat miskin untuk bisa hidup sejahtera, dan (3) peningkatan kapasitas SDM. 

Sekitar 9 juta ha lahan yang terdiri 4,5 juta ha lahan hutan yang rusak dan 4,5 juta ha lahan yang tidak bersertifikat akan dibagikan kepada rakyat miskin untuk usaha produktif seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, dan lainnya.  Akses penduduk miskin kepada sumber modal dari lembaga perbankan maupun non-bank juga akan dipermudah, dengan suku bunga yang lebih murah, 7 – 9 persen.  Dalam jangka pendek, kapasitas dan kualitas SDM bakal diasah melalui pelatihan di BLK dan industri milik swasta maupun BUMN.  Dan, dalam jangka panjang kapasitas SDM akan diperbaiki melalui peningkatan jumlah dan kualitas pendidikan vokasi, termasuk SMK dan politeknik. 

Secara umum tiga kebijakan itu sudah baik.  Namun, masih ada sejumlah kelemahan yang bisa mengganjal bahkan menggagalkannya.  Supaya sukses, maka perlu penajaman ketiga kebijakan itu, sehingga lebih operasional dan mencapai tujuannya.  Selain itu, perlu penambahan substansi dan cakupan kebijakan.

Pertama, dari tiga paket kebijakan pemerintah itu jelas hanya menyasar warga negara miskin yang berwirausaha alias bekerja untuk dirinya sendiri.  Padahal, dengan UMR tertinggi hanya Rp 3,3 juta/bulan (di DKI Jakarta) dan besaran serta struktur gaji PNS seperti sekarang, rakyat Indonesia yang miskin itu juga banyak yang profesi (matapencaharian) nya sebagai PNS, pegawai (karyawan) perusahaan swasta nasional atau multinasional, pegawai Koperasi atau UMKM, pembantu rumah tangga, atau pegiat LSM.  

Pasalnya, berdasarkan pada garis kemiskinan versi Bank Dunia (pengeluaran sedikitnya 2 dolar AS/orang/hari atau 60 dolar AS/orang/bulan), maka seorang tenaga PNS atau profesi lainnya digolongkan sudah sejahtera (tidak miskin), bila pendapatannya minimal Rp 4 juta/bulan. Ini atas dasar asumsi, bahwa rata-rata jumlah anak dalam satu keluarga di Indonesia adalah  3 orang dan hanya ayah yang bekerja.  Artinya pendapatan (income) seorang ayah (kepala keluarga) selain untuk memenuhi kebutuhan hidup dirinya juga untuk istri dan ketiga anaknya.

Oleh sebab itu, pendapatan seorang ayah (karyawan) yang sejahtera dalam sebulan sedikitnya 60 dolar AS/orang/bulan x 5 orang = 300 dolar AS/bulan (sekitar Rp 4 juta/bulan).  Untuk PNS atau karyawan di bidang usaha lain yang belum berkeluarga, sebaiknya gaji (upah) minimal mereka selama dua tahun pertama sebesar Rp 2 juta/bulan.  Lalu, ada kenaikan gaji tahunan sesuai dengan  kinerjanya.   Kenaikan gaji (upah) berkala ini juga berlaku untuk PNS atau karyawan yang sudah berkeluarga. Sehingga, mereka semua bisa hidup sejahtera secara berkelanjutan.

Bagi pemerintah dan BUMN mestinya tidak sulit untuk meningkatkan gaji terendah bagi PNS dan karyawan BUMN sebesar Rp 4 juta/bulan bagi yang sudah berkeluarga dan Rp 2 juta/bulan bagi yang masih lajang.  Pasalnya, banyak sekali dana APBN/APBD yang digunkan dengan efisien, efektif dan produktif atau dikorupsi.  Di masa pemerintahan Orde Baru, tingkat korupsi itu diperkirakan sekitar 30% dari total APBN (Soemitro Djojhadikusumo, 1989).  Di masa reformasi, malah lebih parah, sekitar 45 persen.  Artinya, uang negara yang dikorupsi atau digunakan secara tidak efisien ini sejatinya cukup untuk membuat seluruh PNS dan karyawan BUMN hidup sejahtera secara berkeadilan.

Kedua, para konglomerat (pengusaha besar) harus meningkatkan gaji (kesejahteraan) semua karyawannya secara berkeadilan, dan membayar pajak lebih besar dan patuh sesuai ketentuan yang berlaku.  Sampai sekarang banyak sekali karyawan perusahaan besar, swasta nasional maupun asing, yang gajinya kurang dari Rp 4 juta/bulan. Pajak ini sangat penting, sebab berkontribusi sekitar 85 persen dari total pendapatan negara, dan diperlukan untuk pembangunan infrastruktur, peningkatan pelayanan kesehatan dan pendidikan, dan keperluan pembangunan lainnya.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun