Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kekerasan Seksual: Kesalahan Masyarakat Permisif?

14 Juli 2020   21:16 Diperbarui: 14 Juli 2020   21:08 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://nasional.kompas.com/

Menurut hemat penulis, hilangnya sexual mores lama tidak masalah sebagai bagian arus perubahan masyarakat. Point of contention penulis muncul ketika kebebasan itu jatuh ke tangan yang tidak bertanggung jawab. Mereka berbuat semaunya tanpa peduli kewajiban mereka untuk menghormati hak individu lain. Termasuk hak atas perlindungan dari kekerasan dalam bentuk apapun.

Tambahkan hal ini dengan penegakkan hukum perdata yang lemah. Lantas, muncul berbagai tindak kekerasan seksual di masyarakat. Sebab efek jeranya lunak dan tidak menentu, mereka menjadi berani melakukan kriminalitas ini demi hasrat pribadi. Padahal, tindakan ini mencederai that very freedom yang berusaha diperluas oleh masyarakat permisif.

Jika kekerasan seksual terus dibiarkan, maka kebebasan (freedom) itu sendiri akan rusak. Kebebasan adalah mata uang yang memiliki dua sisi. Ada sisi kemerdekaan bertindak (liberty) dan tanggung jawab (responsibility) atas tindakan tersebut. Pembiaran kekerasan seksual sama saja membiarkan erosi terhadap tanggung jawab individu. Jadi, dia harus dihapuskan.

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa maraknya kekerasan seksual adalah eksternalitas negatif dari perkembangan masyarakat permisif. Landasan moral yang hilang, kemerdekaan seksual yang meluas, dan penegakkan hukum yang lemah memberikan angin segar kepada segelintir individu yang tidak bertanggung jawab.

Maka dari itu, eksternalitas negatif ini harus diatasi dengan penegakkan hukum yang tegas. Dengan kata lain, harus ada mother of all enforcements untuk menggebuk kekerasan seksual. Menurut hemat penulis, RUU PKS sebagai satu paket memiliki potensi untuk menjadi induk itu. Sayang, anggota dewan yang terhormat malah mengeluarkannya dari prioritas. Oh, anehnya negeriku.


REFERENSI

https://nasional.kompas.com/. Diakses pada 6 Juli 2020 (20.43).

https://historia.id/. Diakses pada 14 Juli 2020 (10.09).

https://nasional.kompas.com/. Diakses pada 14 Juli 2020 (12.07).

Disclaimer: Tulisan ini sudag terbit di laman Qureta penulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun