Mohon tunggu...
Rionanda Dhamma Putra
Rionanda Dhamma Putra Mohon Tunggu... Penulis - Ingin tahu banyak hal.

Seorang pembelajar yang ingin tahu Website: https://rdp168.video.blog/ Qureta: https://www.qureta.com/profile/RDP Instagram: @rionandadhamma

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengapa Harga Diri Para Hantu Menurun?

31 Januari 2020   19:07 Diperbarui: 31 Januari 2020   19:09 1783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara yang penuh dengan hal-hal mistis. Pernyataan ini dibuktikan dengan hantu-hantunya yang sangat beragam. Bahkan, setiap kultur memiliki persepsi hantu yang berbeda-beda. Belum lagi, ada perbedaan deskripsi hantu yang berkuasa di setiap wilayah. 

Hal ini adalah bukti dari multikulturalisme kita. Namun, pada waktu yang sama, ia juga mencerminkan sebuah jerat yang mengikat masyarakat kita. Apa jerat tersebut? Logika mistika. Istilah yang dicetuskan Tan Malaka ini mencerminkan sebuah masyarakat yang lebih percaya hal mistis. Ia belum memiliki rasionalitas dan cara berpikir yang ilmiah dan faktual.

Sejak masa penjajahan, hantu-hantu ini "digunakan" untuk berbagai tujuan. Ada hantu seperti Wewe Gombel yang digunakan untuk menjaga kelakukan anak kecil. Khususnya agar tidak ngayeng malam-malam. Selain itu, ada hantu yang digunakan agar manusia selalu menjaga dirinya seperti kuntilanak, pocong, dan lain sebagainya. 

Semua tujuan itu menggunakan cara yang sama; Ketakutan. Mendengar cerita-cerita seram tentang hantu mendorong manusia untuk bertindak dalam konvensi masyarakat. "Kalo macem-macem, ditakutin hantu luh." Lantas, rasa takut diapa-apain hantu inilah yang mendorong ketaatan anggota masyarakat.

Namun, disrupsi teknologi dan profesi di era Revolusi Industri 4.0 membawa Indonesia menuju masa peralihan. Sebuah transisi dari era logika mistika menuju cara pikir yang lebih rasional. Lantas, bagaimana wujud disrupsi yang mendorong peralihan ini?

Menurut hemat penulis, peralihan ini didorong oleh kemunculan YouTube dan Instagram. Dengan platform ini, muncul profesi Youtuber  dan Instagrammer. Dua profesi kreatif yang memerlukan inovasi terus menurus. Dorongan inovasi inilah yang membuat para kreator konten ini mencari "pagar" untuk didobrak.

Hantu adalah "pagar" yang selama ini membatasi tindakan kita di dalam konvensi masyarakat. Maka dari itu, para inovator ini melihat hantu sebagai objekan. Lebih jauh lagi, batasan yang harus didobrak untuk menimbulkan viralitas di masyarakat. So, they disrupt it accordingly.

Sampai akhir 2010-an, acara mistis di televisi dan YouTube didominasi oleh konsep yang menciptakan ketakutan dan rasa penasaran terhadap hantu. Masih ingat dengan Mister Tukul Jalan-Jalan? Masih Dunia Lain? Scary Job? Acara-acara  ini adalah contoh nyata dari konten mistis era 2010-an.

Aliran tontonan-tontonan ini sama. Mereka mengeksplor lokasi-lokasi angker dan berusaha mengungkap para hantu di depan kamera. Itulah sebabnya penampakan selalu berusaha ditangkap. Lebih jauh lagi, mediasi dan kesurupan adalah hal yang diharapkan terjadi. Mengapa? Sebab manifestasi di luar nalar seperti ini membuat penonton semakin takut sekaligus penasaran.

Dengan kata lain, they still create within the convention. Hantu itu menakutkan, misterius, dan tidak lucu. Bahkan, pembawa acara se-koplak Tukul Arwana sekalipun tidak berhasil menanggalkan kesan seram di Mister Tukul. 

Akan tetapi, sebuah tren baru muncul tiga tahun belakangan. Beberapa Youtuber Indonesia mulai melakukan sebuah ide gila. Predikat gila pantas diberikan, sebab mereka mendobrak konvensi masyarakat. Hantu itu tidak menakutkan, tidak misterius, dan bisa menjadi lucu dengan perundungan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun