Kata Andrea Hirata pada salah satu novelnya, kurang lebih bahwa: rupanya seperti kebodohan, kepintaran pun akan cepat menular.
Atau kalimat orang jaman dulu bahwa siapa yang berkawan dengan penjual parfum akan juga ikut tercium wangi.
Begitu pun rasanya saat membaca tulisan-tulisan orang-orang jenius jadi ingin pula menulis dengan baik, misal barusan membaca novel terbaru Andrea Hirata yang berjudul Brianna dan Bottomwise.Â
Padahal baru 30 halaman tertuntaskan, iya tiga puluh dari total tiga ratus empat belas halaman yang dipungkasi dengan satu kata cetak tebal: tamat. Â Kuintip tadi sebentar ujung kata itu.
Ingin pula menulis sebagus itu, dengan susunan kalimat yang kaya dengan kata-kata terpilih yang bergantian mempesona tanpa henti.
Padahal baru tiga puluh halaman awal. Itulah hebatnya orang yang selalu menulis dengan keyakinan. Persis kata salah satu tokoh dalam novel itu, bahwa intinya selalu ada kemungkinan di antara segala ketidakmungkinan.
Sama seperti Dikta yang kemarin menjadi bintang tamu dalam sebuah acara bincang-bincang. Dia tak bisa belajar cuma dsri teori dan rumus, tapi harus dengan contoh langsung.
Begitupun aku yang biasanya menuliskan sesuatu dengan membaca apa yang sudah orang tuliskan, tak bisa hanya dengan rumusan menulis pakai teori dan skema konsep saja.Â
Ini sebenarnya tentang apa sih, selain impresi dari pesona tulisan Andrea Hirata yang menarik pikiranku untuk menuliskannya di sini. Â Sembari berharap bisa menulis lebih rapi lagi.
Itu artinya harus lebih tekun membaca dan memperhatikan karya orang lagi, bukan?