Mohon tunggu...
Rayyan Hasnan
Rayyan Hasnan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berbagi sesama

Mahasiswa sarjana jurusan Ekonomi Syariah IPB University

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perjalanan Bank Syariah Melawan Krisis Ekonomi

29 Maret 2022   21:53 Diperbarui: 29 Maret 2022   22:02 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam tiga dekade terakhir, Indonesia telah mengalami beraneka macam permasalahan yang melanda berbagai sektor, salah satu yang paling berdampak adalah pada sektor ekonomi dan tentunya kepada perusahaan perbankan. Tercatat Indonesia telah dilanda tiga kali krisis ekonomi yang besar dalam kurun waktu tersebut. Tepat 24 tahun lalu, Indonesia menghadapi puncak krisis ekonomi dan politik yang terjadi dalam satu waktu pada Mei tahun 1998. 

Peristiwa Krisis moneter yang berujung pada krisis politik tersebut pada akhirnya meruntuhkan rezim orde baru yang sampai saat ini masih menyisakan beban sejarah dan ekonomi bagi negara, Indonesia butuh sekitar 6 tahun untuk dapat pulih kembali dan keluar dari krisis. 

Tak lama setelahnya, seluruh dunia dilanda oleh krisis global pada tahun 2008, tak terkecuali Indonesia, dalam skala yang berbeda - beda. Kericuhan di pasar finansila global menyebabkan dana-dana asing keluar, serta menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merosot tajam. 

Setelah berhasil keluar dari krisis global, Indonesia kembali diguncangkan oleh masalah kesehatan yang dimulai pada tahun 2020, pandemi virus corona yang menyebar diseluruh dunia ini telah memakan banyak sekali korban jiwa. krisis ini juga berujung pada sektor sosial dan ekonomi, karena berkaitan dengan kesehatan, seketika kegiatan sosial ekonomi masyarakat menurun bahkan lumpuh.

Di tengah porak poranda krisis yang terjadi, banyak masyarakat menyatakan bahwa perbankan syariah dinilai lebih tahan dan tangguh ditengah krisis dibandingkan dengan perbankan konvensional. Tentunya pernyataan tersebut dapat dibuktikan dengan mempelajari sejarah tentang apa yang terjadi saat krisis melanda, sebagai contoh akan diambil dari kasus krisis global di tahun 2008. Berikut penjabaran dan kronologi tentang apa yang terjadi daat krisis melanda dari sudut pandang lembaga perbankan.

Pada tahun 2008, krisis keuangan yang terjadi membuat Bank Indonesia meningkatkan BI rate untuk dapat meredam inflasi akibat nilai rupiah yang turun terhadap dolar, dan respon yang terjadi adalah kenaikan tingkat bunga bank konvensional. 

Namun, kenaikan tingkat bunga tersebut tidak mempengaruhi bank - bank syariah secara langsung. pembayaran margin secara fixed rate yang diterapkan di sistem jual beli bank syariah menyebabkan ketetapan berdasarkan kontrak tidak bisa berubah walaupun diiringi dengan kenaikan tingkat bunga. kemungkinan negatif yang mungkin terjadi bagi produk bagi hasil saat krisis keuangan adalah akan mempengaruhi return bagi bank syariah karena krisis akan mempengaruhi bagi hasil pengusaha untuk meraih laba yang optimal.

Namun, dalam hal menjaga likuditas, tingkat bunga masih menjadi tolak ukur/standar bagi bank syariah dalam penentuan tingkat margin dan nisbah bagi hasil bank syariah, walaupun tidak sepenuhnya mengikuti. Dengan tingkat margin pembiayaan yang lebih rendah dibanding dengan tingkat fee/bagi hasil pada tabungan dan deposito nasabah, membuat pembiayaan bank syariah lebih menarik bagi investor dibanding bank konvensional. Keadaan ini akan menyebabkan meningkatnya dana yang keluar untuk pembiayan dari dana pihak ketiga (DPK) seperti tabungan dan deposito yang masuk sehingga menyebabkan financing deposit rasio (FDR) bank syariah meningkat. 

Dilain sisi, pihak penabung akan lari ke bank konvensional karena akan menikmati keuntungan bunga lebih tinggi dibanding dengan bank syariah. Meningkatnya dana keluar akan meningkatkan resiko likuditas bank syariah. Untuk mengatasi keadaan ini, bank syariah akan meningkatkan rate bonus/fee/bagi hasil untuk giro, tabungan, dan deposito. 

Tingginya bagi hasil/fee/bonus untuk tabungan di tahun 2008 dan 2009 menunjukkan bahwa dalam mempertahankan likuidasi bank syariah masih mengandalkan tabungan. Sementara itu, bank konvensional lebih mempertahankan dana-dana berjangka melalui tingkat bunga yang tinggi.

Jika melihat data pada bagian pembiayaan, akan terlihat bahwa tingkat margin murabahah menepati posisi tertinggi di antara tingkat margin bagi hasil/fee/bonus produk pembiayaan yang lain, dan secara berturut-turut pembiayaan metode istisna dan mudharabah pada tingkat kedua dan ketiga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun