Mohon tunggu...
Rayhan Fakhriza
Rayhan Fakhriza Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiwa

Mahasiswa biasa yang sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Mengambil Kembali Emas Indonesia

22 Juni 2020   07:30 Diperbarui: 22 Juni 2020   07:55 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Bagi saya, rasanya kalau anak muda nggak punya kemarahan atas sesuatu kok kurang afdol ya. Anak muda harus punya kemarahan. Marah sama urusan percintaan, kuliah, pekerjaan, hingga masalah negara. Semua itu saya rasa diperlukan sebagai tolok ukur kepekaan anak muda khususnya Generasi Milenial akan masalah-masalah di sekitarnya.

Nah tulisan kali ini, saya ingin berbagi kemarahan saya yang saya pikirkan dan berusaha saya cari jalan keluarnya sekitar sebulan terakhir ini. Berbagi kemarahan ini bukan berarti saya mengajak teman-teman untuk melampiaskan kemarahan, berteriak, memprovokasi dan sebagainya lho ya. Saya mau berbagi sedikit pikiran saya, siapa tahu jadi perspektif baru buat teman-teman semua.

Kemarahan saya berawal dari sebuah berita yang saya baca di lini masa instagram saya. Begitu saya membacanya, saya seketika misuh (mengeluarkan kata cacian dalam bahasa jawa, spontan saja misuhnya, bukan berarti saya mengajak teman-teman untuk misuh ya). “Apa-apaan kok jadi begini?!” dalam hati saya.

Beritanya tentang Pemerintah mengganti salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni pesawat R80 yang diinisiasi oleh salah satunya Presiden RI ke-3 Bapak B.J Habibie. Pesawat R80 diganti dengan proyek pesawat drone. Menurut saya tidak ada masalah soal penggantiannya karena saya yakin ada beberapa urgensi juga. Hanya saja, melihat salah satu pesawat yang dirancang oleh anak bangsa belum bisa mengangkasa membuat hati saya sedih dan marah.

Sebetulnya kemarahan saya ini ibarat tertumpuk dari kemarahan-kemarahan sebelumnya tentang pengelolaan teknologi di Indonesia. Salah satu kemarahan saya lainnya adalah saat ada tokoh nasional yang berbicara di forum internasional tentang salah satu komoditas negara yakni Nikel.

Beliau mengatakan bahwa ke pada hadirin bahwa suatu hari nanti, mereka akan menemukan a little piece of Indonesia. Istilah ini merujuk pada nikel yang menjadi bahan baku pembuatan baterai pada smartphone. Jujur, begitu saya mendengar istilah ini, mencuat lagi kemarahan saya.

Dalam hati dan pikiran saya yang marah saya berkata, “kalau saya melihat smartphone, saya mau semua bagiannya made in Indonesia, bukan cuman baterai”. Saya mau melihat smartphone yang baterainya, layarnya, kameranya, sensor-sensornya, prosesornya, RAMnya, sampai aplikasi, software dan Operating Systemnya itu buatan Indonesia.

Suatu hari nanti, saya ingin melihat Indonesia bisa mengeluarkan “Android”nya sendiri. Saya ingin melihat Indonesia menguasai teknologi-teknologi yang bisa memberikan manfaat yang lebih banyak untuk masyarakat.

Sebelum menemukan solusi atas kemarahan, biasanya anak muda hanya bisa menguraikan permasalahan dan permasalahan. Melihat penjabaran saya di atas, saya tidak ada maksud sedikitpun untuk mengecilkan peranan sebagian pihak, semua pihak pasti punya pertimbangan demi pertimbangan yang pasti saling mempengaruhi kebijakan akhir.

Tulisan saya kali ini saya ingin mengajak teman-teman pembaca saya, khususnya Generasi Milenial untuk mengambil kesempatan di masa yang akan datang. Saya ingin menawarkan beberapa solusi yang bisa diambil di masa yang akan datang untuk memperbaiki atau meneruskan pekerjaan para orang tua kita.

Mengambil Kembali Emas Indonesia adalah judul yang saya pilih untuk menggambarkan ide saya tentang prospek teknologi pertambangan di kemudian hari. Saya ingin mengajak teman-teman semua untuk, “Yuk Kita Tawarkan Ide Gila untuk Membangun Negeri”.

Karena bagaimana pun, apabila Generasi Milenial mau mengambil alih kepemimpinan di masa depan kita harus siap menerima tantangan dan belajar menanam kontribusi yang siapa tahu bisa kita panen kemudian hari. Teman-teman sudah siap? Ini dia ide dari saya tentang Mengambil Kembali Emas Indonesia.

Sebelumnya, ide teknologi gila saya yang pertama didasari oleh sebuah pertanyaan sulit teman-teman, “bagaimana caranya, mengambil kembali barang tambang Indonesia yang diambil oleh negara lain dan memberikan manfaat di masa depan untuk bangsa dan negara?”. Pertanyaan sulit bukan?

Suatu hari saya menonton sebuah program dokumenter di National Geographic, tentang bagaimana suatu perusahaan menambang emas dan logam mulia lainnya dari barang bekas di Taiwan. Bayangkan teman-teman, dari barang bekas muncul emas! Saya nggak habis pikir nontonnya, tetapi itu mind blowing sekali.

Sekarang misalnya begini, masyarakat Indonesia yang setiap tahunnya ganti smartphone keluaran terbaru pasti mengakibatkan smartphone lamanya nganggur gabut jadi pajangan. Kalau smartphone lama yang nganggur itu tadi, dikumpulkan oleh suatu perusahaan misalnya kemudian diproses dan diambil logam-logam mulia yang terkandung di dalamnya.

Kemudian logam-logam mulia itu diproses menjadi emas batangan misalnya, bukankah sangat menarik? Sekarang bayangkan kalau semua orang di Jakarta saja mengumpulkan smartphone bekasnya. Kemudian diambil dan diolah logam mulianya, sudah dapat berapa kilogram emas kita?

Berapa banyak emas kita, yang dibawa kabur ke negeri orang, kemudian dibeli oleh kita, kemudian saat sudah tidak dipakai kita olah smartphone itu untuk diambil emasnya dan emas tersebut balik ke negara kita? Itu kalau Jakarta, kalau seluruh Indonesia bagaimana? Itu hanya smartphone, kalau laptop; komputer; tabler; tv dan teknologi lainnya bagaimana?

Kita bisa mengambil kesempatan untuk mengambil kembali emas dan logam mulia kita dan dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat teman-teman. Di satu sisi kita tidak menghentikan perusahaan produsen smartphone dan teknologi dalam menggerakkan ekonomi, tapi kita juga menyelamatkan lingkungan dari barang-barang bekas atau “limbah” sekaligus mengambil logam mulia yang terkandung di dalamnya. It’s a win-win solution.

Bagaimana persoalan realisasinya Han? Gimana-gimana ide tanpa realisasi kan cuman omong kosong belaka. Saya rasa, mendorong inovasi untuk memanfaatkan logam mulia pada barang bekas bisa dilakukan kapan saja. Tidak perlu sekarang karena saya yakin, semua orang masih sibuk dengan urusan pandemi. Tetapi prospek inovasi ini ke depannya akan menjadi hal yang menguntungkan guna “menyelamatkan” aset negara.

Masih banyak sebetulnya cara memanfaatkan aset negara seperti logam mulia. Apa yang saya tawarkan adalah harapan saya akan prospek teknologi yang bisa diambil di kemudian hari. Karena kalau sudah ngomongin barang tambang, kita harus tahu kalau barang tambang tidak akan ada di alam selamanya. Suatu hari pasti akan habis dimanfaatkan.

Sebagai anak muda, yuk kita tunjukkan kemarahan kita dengan memberikan kontribusi maksimal kepada bangsa dan negara. Kita boleh tidak suka dengan sebagian kelompok atau protes terhadap suatu ketidakadilan. Tapi untuk fair, yuk kita berikan ide-ide untuk menyelesaikan masalah bangsa. Salam hangat dan salam optimis menatap masa depan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun