Beberapa waktu lalu, saya mendapat kesempatan menghadiri pemutaran film dokumenter yang diselenggarakan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women) Indonesia, bekerja sama dengan Korea International Cooperation Agency (KOICA) dan Pemerintah Belanda.
Acara ini diadakan untuk memperingati 25 tahun Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Nomor 1325, sebuah tonggak penting yang menegaskan bahwa perempuan memiliki peran besar dalam menjaga perdamaian dan keamanan dunia.
Sebelum film dimulai, kami diajak mengikuti kuis singkat untuk mengukur seberapa jauh pengetahuan kami tentang Resolusi PBB 1325 ini. Saya tidak menyangka bisa masuk top five.
Ada rasa sedikit bangga, tapi juga sedih, karena momen itu menyadarkan saya bahwa perjuangan perempuan dalam perdamaian ternyata begitu luas, sementara saya baru menyentuh permukaannya saja.
Sebelum masuk ke ruang pemutaran film, panitia menyiapkan papan besar bertuliskan "Write a message for women around the world." Setiap peserta diberi spidol dan diminta menulis pesan untuk perempuan di seluruh dunia, khususnya di Indonesia.
Saya berdiri cukup lama di depan papan itu sebelum menulis, karena saya yakin pesan sekecil apa pun punya makna besar bagi mereka yang masih berjuang meskipun nggak terlihat.
Begitu lampu ruangan diredupkan dan film mulai diputar, suasana mulai hening. Tak lama, tentu saja saya yang cengeng ini sudah dapat dipastikan menitikkan air mata. Empat kisah perempuan dari Sulawesi Tengah yang ditampilkan di layar begitu menyentuh, sederhana, jujur, tapi sarat keberanian.
Kisah-kisah mereka membuat saya sadar, bahwa menjaga perdamaian bukan hanya urusan diplomasi, tapi juga tentang keberanian hidup di tengah luka dan harapan.