Untuk sebagian orang tua, ekspresi frontal Gen Z bisa keliatan "keterlaluan". Tapi kalau dilihat lebih dalam, reaksi spontan itu tanda kepedulian. Tinggal gimana kita mengarahkan energi itu menjadi konstruktif, bukan destruktif.
Aktivisme Lintas Generasi: Saling Belajar, Saling Menguatkan
Inklusivitas itu bukan hanya soal gender, ras, atau agama. Inklusivitas juga berarti lintas generasi. Aktivisme nggak bisa dimonopoli satu kelompok usia saja.
Generasi sebelumnya bisa belajar dari cara Gen Z memanfaatkan teknologi. Gen Z bisa belajar dari ketekunan generasi sebelumnya yang tetap bertahan di tengah keterbatasan. Kalau saling isi, perjuangan nggak akan kehilangan arah, baik di masa lalu maupun masa depan.
Aktivisme sebagai Jembatan
Aktivisme inklusif Gen Z adalah bab baru dalam sejarah panjang perjuangan. Tapi bab ini nggak menghapus bab sebelumnya. Justru semuanya saling terhubung, saling melengkapi, dan membentuk cerita besar yang utuh.
Jadi, mari melihat bahwa setiap generasi mempunyai nilai yang bisa disumbangkan. Aktivisme akan selalu relevan, selama kita ingat bahwa tujuannya sama: membangun dunia yang lebih adil, manusiawi, dan damai untuk semua.
Jadi, apakah gejolak aktivisme Gen Z di berbagai negara ini cuma tren sesaat? Atau justru alarm kalau masa depan gerakan sosial makin terbuka untuk semua generasi? Saatnya kita tentukan jawabannya, mulai dari langkah kecil yang bisa kita ambil hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI