Mohon tunggu...
Raushan Fikri Syaikhu
Raushan Fikri Syaikhu Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Malaang

A man who will be extremely rich one day

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kondisi Ekonomi Masa G30S PKI (Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia)

8 Desember 2022   23:45 Diperbarui: 8 Desember 2022   23:54 1657
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Perjuangan rakyat Indonesia belum berakhir dan sangat sulit karena dalam perjuangan tersebut mereka menghadapi dua musuh, di satu pihak mereka harus berjuang mempertahankan kemerdekaannya dari ancaman sekutu dan NICA. Di sisi lain, mereka harus menghadapi pengkhianatan gerakan separatis yang menusuk dari belakang pada saat bangsa membutuhkan kekuatan untuk mempertahankan kemerdekaannya. Namun, beberapa kelompok tidak setuju dengan pemerintah dan melakukan pemberontakan seperti peristiwa Madiu/PKI, G 30S/PKI dan konflik internal lainnya. Peristiwa pemberontakan Madiu/PKI tahun 1948 merupakan pengkhianatan bangsa Indonesia ketika melawan Belanda yang berusaha memulihkan kekuasaan di Indonesia. Pemimpin pemberontakan adalah Amir Syarifuddin dan Musso.

Amir Syarifuddin adalah mantan perdana menteri dan penandatangan Renville Accords, ia kecewa pemerintahannya jatuh, kemudian ia mendirikan Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948 dan memimpin pemberontakan di Madiun sementara Musso melancarkan PKI - tokohnya adalah yang tidak memberontak terhadap pemerintah Hindia Belanda tahun 1926 melarikan diri. A. Pengaruh isu-isu yang berkaitan dengan hubungan pusat dan daerah
Pemerintahan Ali Sastroamidjojo menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, yang mengatur pembagian kekuasaan dan keuangan antara pusat dan daerah. Pada tanggal 9 April 1957, kabinet Perdana Menteri Djuanda menggantikan kabinet Ali Sastroadmijojo II, kabinet tersebut secara teoritis netral, tetapi pada hakikatnya kabinet tersebut adalah koalisi PNI-NU. Pada bulan Mei 1957, dibentuk Dewan Nasional yang terdiri dari 41 wakil pemuda, petani, buruh, perempuan, cendekiawan, tokoh agama, golongan daerah dan golongan fungsional lainnya, serta beberapa anggota ex officio. Dewan Nasional dipimpin langsung oleh Presiden Soekarno, sedangkan eksekutif tetapnya adalah Wakil Presiden Ruslan Abdulgani. Tentara ingin memastikan bahwa metode baru didasarkan pada pasukan khusus partai. Kabinet menjalin hubungan dengan dewan militer daerah yang merebut kekuasaan di daerahnya sendiri dan bahkan memberi mereka dana dengan kedok pembangunan daerah.
Pengurus Djuanda berlangsung dari tanggal 10 sampai 14 September 1957.

Musyawarah Nasional di Jakarta. Refleksi nasional pertama ini diharapkan dapat memberikan hasil bagaimana sebenarnya masalah keseimbangan ekonomi menengah dan regional yang pada awalnya dirasakan tidak adil dapat diselesaikan. Perwakilan dewan daerah tampak mau bekerja sama, namun setiap kali pertemuan tidak mengarah pada tujuan (selalu menemui jalan buntu). Selama menjabat, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah semakin sumbang. Hal ini terlihat dari munculnya berbagai gejolak terkait keseimbangan ekonomi pusat dan daerah di berbagai daerah. Adanya konsep ekonomi nasional Presiden Republik meningkatkan ketegangan di daerah. Perkembangan yang terjadi sangat tidak menguntungkan bagi pemerintah Indonesia. Konflik antara provinsi dan negara yang dilandasi masalah keuangan dan perimbangan ekonomi antara pusat dan daerah semakin meningkat.

Dampak ekonomi dari peristiwa G30SPKI mengakibatkan inflasi yang tinggi diikuti dengan kenaikan harga komoditas hingga lebih dari 60 persen per tahun untuk mengatasi masalah tersebut dan akhirnya pemerintah menerapkan dua kebijakan ekonomi yaitu:

a) Pemerintah mendevaluasi rupee lama ke rupee baru, yaitu 1000 rupee menjadi 100 rupee.
b) Menaikkan harga bahan baku BBM hingga empat kali lipat, sehingga kebijakan ini mempersulit kenaikan harga bahan baku.

Peristiwa G 30 S PKI merupakan peristiwa pemberontakan dan pembunuhan berdarah
Kepastiannya jelas, dalam peristiwa itu 6 jenderal tewas dan PKI disalahkan
pembunuh Menurut rumor yang beredar, ada berita tentang ketidakpuasan para jenderal terhadap pemerintahan Sukarno, berita ini kemudian disebut sebagai masalah Dewan Jenderal.
Pasukan Cakrabirawa mencoba untuk menangkap dan mengadili mereka, tetapi selama penangkapan mereka tiba-tiba terbunuh pada tanggal 30.
September 1965.
Setelah keenam jenderal itu terbunuh, tersebar tuduhan bahwa PKI telah membunuh mereka
membunuh para jenderal Rumor mengatakan bahwa PKI, yang diyakini menginginkan kudeta, dihancurkan untuk menjawab tuduhan terhadap PKI.
Anggota PKI yang terbunuh, serta banyak orang yang dibunuh oleh PKI, terjadi setelah sang jenderal terbunuh pada 30 September 1965.
Hingga akhirnya, lima bulan kemudian muncullah Supersemar (Perintah Sebelas Maret). Sukarno memberikan kekuasaan tak terbatas kepada Suharto melalui Surat
Perintah 11 Maret Semua pihak, terutama Soekarno, berharap pembunuhan pasca peristiwa 30 September 1965 segera dituntaskan. Setelah kejadian itu, 30 September diperingati sebagai hari peringatan
 Pindah ke 30 September Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai hari
Kesakralan Pancasila B 30 S Isu-isu seputar peristiwa PKI, mulai dari tuduhan kudeta hingga kematian para jenderal, tidak begitu jelas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun