Mohon tunggu...
Raudhatul Azmi
Raudhatul Azmi Mohon Tunggu... Mahasiswi

"Jangan berhenti saat lelah, namun berhentilah saat selesai"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kebijakan Moneter di Era Ketidakpastian: Menavigasi Tantangan Ekonomi Global

18 April 2025   23:02 Diperbarui: 18 April 2025   23:02 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di tengah ketidakpastian ekonomi global yang terus berlanjut, kebijakan moneter menjadi salah satu alat utama yang digunakan oleh bank sentral di seluruh dunia untuk menjaga stabilitas ekonomi. Dalam beberapa bulan terakhir ada berbagai langkah yang diambil oleh bank sentral, termasuk di Indonesia untuk merespons tantangan yang dihadapi akibat inflasi yang meningkat, perubahan suku bunga, dan dampak dari ketegangan geopolitik.

Sejak pandemi COVID-19, ekonomi global telah berjuang untuk pulih dan memperbaiki perekonomian yang sempat terhambat. Lonjakan harga energi dan pangan yang dipicu oleh berbagai faktor termasuk konflik antara Rusia-Ukraina telah menyebabkan inflasi di berbagai negara mencapai level tertinggi dalam beberapa dekade. Menurut data dari Bank Dunia, inflasi global diperkirakan mencapai 8,7% pada tahun 2022, jauh di atas rata-rata historis sekitar 3,2% daripada tahun 2020. Di Indonesia, Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa inflasi pada tahun 2023 mencapai 5,28%.

Apa saja Langkah-langkah dan strategi yang dilakukan Bank Indonesia untuk mengurangi inflasi tersebut?

Pada bulan September 2023, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 5,75% yang mana pada tahun sebelumnya hanya 4,25%. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap tekanan inflasi yang terus meningkat dan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Kenaikan suku bunga ini bertujuan untuk mengendalikan inflasi dengan cara mengurangi likuiditas di pasar dan mendorong masyarakat untuk menabung daripada berbelanja. Apabila masyarakat terus berbelanja, maka inflasi akan semakin meningkat. Dengan adanya kebijakan ini, maka masyarakat akan lebih memilih menabung dari pada berbelanja karena harga barang/jasa tinggi.

Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa setelah kenaikan suku bunga terjadi penurunan dalam pertumbuhan kredit perbankan. Pertumbuhan kredit pada September 2023 tercatat sebesar 10,38%, menurun dibandingkan dengan tahun 2022 yang mencapai 11,35%. Ini menunjukkan bahwa kebijakan moneter yang lebih ketat mulai memberikan dampak terhadap perekonomian, yang ditandai dengan menurunnya daya konsumsi masyarakat. Saat daya konsumsi masyarakat menurun, maka kegiatan produksi juga akan menurun yang mengakibatkan pengurangan tenaga kerja, sehingga banyak masyarakat yang pengangguran dan menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan.

Kenaikan suku bunga acuan juga memberikan dampak pada beberapa sektor. Kebijakan ini dapat membantu mengendalikan inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar. Namun, kebijakan ini juga dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi. Beberapa sektor yang sangat bergantung pada pembiayaan, seperti properti dan otomotif akan merasakan dampak negatif dari kenaikan suku bunga ini. 

Menurut laporan dari Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), kenaikan suku bunga dapat menyebabkan penurunan permintaan rumah baru hingga 7,14% pada tahun 2024. Hal ini menjadi tantangan bagi sektor properti yang sudah tertekan selama beberapa tahun terakhir. Karena, kalau suku bunga terus meningkat akan mengakibatkan semakin menurunnya permintaan rumah baru yang dapat merugikan pihak properti bahkan bisa bangkrut.

Kebijakan moneter yang diterapkan oleh negara lain juga mengambil langkah serupa. Federal Reserve AS, menaikkan suku bunga acuan secara agresif dalam upaya untuk mengendalikan inflasi yang mencapai 4,5% pada tahun 2022. Bank Sentral Eropa (ECB) juga mengikuti jejak tersebut dengan menaikkan suku bunga untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade.

Namun, setiap negara memiliki kondisi ekonomi dan tantangan yang berbeda. Sementara AS dan Eropa menghadapi inflasi yang tinggi, banyak negara berkembang seperti Indonesia harus mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sosial. Kenaikan suku bunga yang terlalu cepat dapat memicu ketidakstabilan ekonomi dan sosial, terutama di negara-negara dengan tingkat utang yang tinggi.

Tantangan bagi Bank Indonesia dan bank sentral lainnya adalah menemukan keseimbangan antara mengendalikan inflasi dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Di Indonesia, konsumsi domestik merupakan pendorong utama pertumbuhan ekonomi, kebijakan moneter yang terlalu ketat dapat berisiko memperlambat pertumbuhan. Sehingga, dibutuhkan pengambilan keputusan yang bijak untuk menghadapi permasalahan-permasalah yang mungkin muncul dari kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk mengurangi dampak tersebut dapat dilakukan dengan menerapkan kebijakan moneter seperti menaikkan suku bunga tidak terlalu ketat, sehingga tidak terlalu berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah juga perlu berperan aktif dalam mendukung kebijakan moneter dengan menerapkan kebijakan fiskal yang proaktif. Investasi dalam infrastruktur dan program perlindungan sosial dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi meskipun suku bunga tinggi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun