Citra dan kemampuan yang telah lama terbangun ini sudah cukup menjadikan Indonesia harus berani membalas pelecehan pertahanan oleh coast guard Cina, minimal dengan menambah armada dan meningkatkan intensitas patroli baik di dalam laut, di lautan, di udara, juga diangkasa. Namun demikian perang dingin di areal perbatasan tidak dapat juga terus menerus dilakukan, peran lainnya yang tidak kalah penting adalah upaya mendapatkan pengakuan kedaulatan atas wilayah yang disengketakan kepada Cina.Â
Sehebat-hebatnya pertempuan yang dilakukan oleh negara pada akhirnya akan dimenangkan di atas meja perundingan, baik dalam suasana penuh keakraban maupun saling bersilangan di meja peradilan. Unjuk kekuatan dan meja perundingan layaknya dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan, pemerintah Indonesia harus menyadari hal ini.
Berbicara upaya menjaga pertahanan Indonesia yang diemban oleh TNI, dipahami bahwa ALUTSISTA yang dijadikan sebagai modal utama telah mengalami ketertinggalan. Kejadian kecelakaan ALUTSISTA, kuno berbanding canggihnya peralatan militer negara lain, sedikitnya jumlah armada patroli penjaga wilayah laut dan hal serupa lainnya telah cukup menyulitkan TNI dalam menjalankan tugas utamanya sebagai pelindung Negara Indonesia.
Olehnya pemerintah diharapkan untuk tidak kehilangan konsentrasinya dalam mewujudkan komitmen pada kebijakan peremajaan ALUTSISTA. Indonesia tidak bisa lagi hanya mengandalkan bambu runcing sebagaimana yang digunakan dalam menghadapi gempuran Belanda ratusan tahun silam, Indonesia harus memadukan sumberdaya yang dimilikinya agar tujuan penegakan kedaulatan khususnya wilayah laut dapat tercapai.