Mohon tunggu...
Ratna Dewi
Ratna Dewi Mohon Tunggu... Administrasi - Ibu rumah tangga senang jalan-jalan dn kuliner

Suka Jalan-jalan dan nonton film, Menambah Wawasan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menikmati Jaman Edan dalam Panggung Miring "Matah Ati"

25 Juni 2012   03:23 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:34 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_196890" align="aligncenter" width="480" caption="Matah Ati"][/caption]

Perkenalan saya dengan judulMatah Ati adalah ketika berkunjung ke Esplanade, Theatre on the Bay di Singapura . Ketika itu , sekitar Oktober 2010, Matah Ati menggelar pertunjukkan perdananya dan konon sold out !. Karena itu ketika Matah Ati mengadakan pertunjukan di Jakarta, saya tidak boleh melewatkannya.

Rasa penasaran ini pula akhirnya membawa saya untuk menyaksikan pagelaran sendra tari yang menampilkan estetika Jawa dalam kemasan modern ini di Teater Jakarta , Taman Ismail Marzuki. Dan sama seperti di Singapura, gedung teater termegah dan termodern di Jakarta ini pun dipenuhioleh penonton.

[caption id="attachment_196899" align="alignnone" width="640" caption="Salah satu adegan matah ati"]

13405939721487077504
13405939721487077504
[/caption]

Suasana berdimensi Jawa sangat kental dengan tampilan perangkat musikdan gamelan di gedung teater.Pertunjukan pun dibuka dengan penampilan laskar prajurit putri yang siap menunggu perintah pimpinan dalam rangka menumpas keangkaramurkaan.Yang menarik adalah tata panggung yang lantainya tidak datar melaikan memiliki kemiringan sekitar 15 derajat sehingga pemain yang tampil dibelakang tetap dapat dilihat penonton dengan sempurna.

Musik dan nyanyian dalam pertunjukan kali ini hampir seluruhnya menggunakan bahasa jawa kromo inggilsehinggabagi penonton yang tidak mengerti langgam bahasa Jawa ini merupakan kendala untuk ikut larut dalam cerita yang sebenarnya mengalir dengan sederhana. Barangkali ini lah satu-satunya kekurangan pertunjukan di Jakarta, karena menurut cerita teman, di Singapura pertunjukan disertai teks dalam bahasa Inggris.

1340594000862120716
1340594000862120716

Tokoh utama kisah ini adalah Rubiyah,seorang penari yang bercita-cita menjadi perempuan ningrat. Mimpi ini kelihatannya akan menjadi kenyataan karena pada suatu adegan terlihat bahwa Raden Mas Said, ketika meninjau desa Matah sempat terpesona pada pandangan pertama oleh Rubiyah.

Akhirnya dengan dimulai  oleh suatu pertunjukan wayang kulit, Raden Mas Said, yang terkenal juga dengan julukan Pangeran Samber Nyawa, dan Rubiyah pun benar-benar dapat bertemu dan berikrar untuk mewujudkan cinta mereka. Kisah kemudian berlanjut dengan Rubiyah berlatih ilmu kanuragan bersama Raden Mas Said yang makin mendekatkan cinta mereka.AkhirnyaRubiyah pun dinobatkan sebagai panglima perang dengan gelar Matah Ati yang konon memiliki makna melayani hati Sang Pangeran.

13405940221392801964
13405940221392801964

Tiji tibeh, mati siji mati kabeh. Mukti siji, mukti kabeh. (mati satu, mati semua, mulia satu, mulia semua) , merupakan slogan yang dijadikan semacam sumpah para prajurit yang digunakan untuk meningkatkan semangat dan juga kesatuan.Adegan ini merupakan salah satu adegan puncak dalam drama delapan babak ini. Selain itu, pada sebuah pergantian adegan, lagu jaman edan dibawakan dengan hampir sempurna berlatar belakang panggung yang gelap gulita. Lagu jaman edan ini mengundang tepuk tangan spontan dari permirsa,

Akhir cerita, setelah perang besar, Rubiyah dan Pangeran dapat mewujudkan mimpinya dengan pernikahan agung dimana cerita diakhiri dengan adegan percintaan yang ditata dengan sangat apik dan menawan.

13405940442009100332
13405940442009100332

Pendek kata, dalam drama selama delapan babak ini, penonton dibawa kembali ke masa abad ke 18 di tanah Jawa dimana peranan wanita pun ternyata sudah sangat dominan di sstana, termasuk di medan laga.Kisah epik puri Mangkunegaraan ini berhasil diejawantahkan dalam sebuah karya yang pantas mendapat acungan jempol tidak saja di Jakarta, tetapi juga di kota-kota mancanegara.

1340594065251085226
1340594065251085226

Yang membuat cerita ini tidak monoton, selain tembang-tembang Jawa yang mendayu-dayu, adegan selingan para rakyat jelata ternyata cukup menghibur dengan dolanan dan gurauan yang sebagian menggunakan bahasa Indonesia. Di bagian ini para penonton banyak yang tertawa terpingkal-pingkal menikmati guyonan para pemain yang materinya sangat aktual dengan kenyataan hidup masa kini,

[caption id="attachment_196904" align="alignnone" width="640" caption="para pemain"]

13405940841070403760
13405940841070403760
[/caption]

Setelah hampir dua jam dihibur oleh puluhan pemain dengan tokoh utama Fajar Satriadi sebagai Raden Mas Said dan Rambat Yulianingsih sebagai Matah Ati ini, akhirnya pertunjukan ditutup dengan berbarisnya semua penonton dan pendukung acara di panggung. Para penonton pun menyambut dengan tepuk tangan yang meriah.

Kalau anda ingin menikmati suasana tontonan yang menampilkan keindahan tarian dan musik Jawa di atas  panggung miring dalam jaman edan, silahkan datang ke Teater Jakarta. Namun bagi yang tidak faham bahasa Jawa kromo inggil, silahkan menikmatinya sambil sedikit terkantuk-kantuk.? Selamat menonton!


Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun