Mohon tunggu...
Ratih Maharani
Ratih Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Suka Membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jalan Sunyi Menuju Pencerahan Diri

6 September 2025   20:15 Diperbarui: 6 September 2025   20:15 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika berbicara tentang perjalanan spiritual, kita sering kali terjebak pada gambaran besar: meditasi panjang di gunung, kehidupan tapa di hutan, atau ritual-ritual rumit yang hanya bisa dipahami oleh segelintir orang. Padahal, di dalam tradisi Hindu, ada sebuah konsep yang sebenarnya lebih dekat dengan diri kita, lebih membumi, namun tetap mengarah pada tujuan tertinggi yaitu mengenal Sang Pencipta. Konsep itu dikenal sebagai Brahma Widya. Bahkan bagi umat Hindu sendiri, kata Brahma Widya jarang sekali terdengar di percakapan sehari-hari. Padahal, kalau kita tilik maknanya, ia adalah inti dari perjalanan hidup manusia sebuah jalan sunyi menuju pengetahuan tentang Brahman, hakikat tertinggi yang melampaui segala batas. Brahma Widya bukan sekadar istilah filosofis, melainkan sebuah jalan untuk memahami dan merasakan kesatuan antara diri manusia dengan Sang Sumber.

Brahma Widya terdiri dari dua kata yaitu: Brahma dan Widya, Brahma merujuk pada Brahman, realitas tertinggi, sumber dari segala yang ada, Sedangkan Widya berarti pengetahuan, kebijaksanaan, atau ilmu. Jadi, Brahma Widya bisa dipahami sebagai ilmu pengetahuan tentang Brahman pengetahuan yang bukan sekadar intelektual, tapi pengetahuan yang dialami, dirasakan, dan diwujudkan dalam kesadaran hidup sehari-hari. Perbedaan mendasar antara ilmu pengetahuan duniawi dengan Brahma Widya terletak pada fokusnya. Ilmu pengetahuan biasa lebih banyak berurusan dengan dunia luar: sains, teknologi, atau matematika. Sementara Brahma Widya adalah ilmu batin, ilmu jiwa, yang tidak berhenti pada teori melainkan mengajak kita menembus lapisan ego, ilusi, dan keterikatan duniawi agar bisa menyatu dengan Sang Sumber.

Jika kita menengok akar sejarahnya, Brahma Widya banyak dibicarakan dalam kitab Upanishad kitab filsafat Hindu yang menjadi penutup dari Weda. Di dalam Upanishad, pertanyaan-pertanyaan besar tentang kehidupan selalu muncul, seperti siapakah aku, dari mana aku berasal, apa tujuan hidup ini, dan apa yang terjadi setelah kematian. Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itulah yang menjadi inti Brahma Widya. Misalnya dalam Chandogya Upanishad, ada ajaran terkenal Tat Tvam Asi yang berarti "Engkau adalah Itu". Makna dari ajaran ini adalah bahwa jiwa manusia atau Atman sejatinya tidak berbeda dengan Brahman. Dengan menyadari itu, kita tidak lagi melihat diri sebagai makhluk kecil, lemah, dan terpisah, melainkan sebagai bagian dari realitas agung yang abadi.

Banyak orang berpikir bahwa Brahma Widya hanya bisa dipahami oleh para resi atau orang bijak zaman dulu. Namun sejatinya tidak demikian. Justru keindahan Brahma Widya adalah kesederhanaannya. Ia bukan sesuatu yang hanya bisa dipelajari lewat kitab tebal atau diskusi filosofis, melainkan pengetahuan hidup yang hadir dalam pengalaman sehari-hari. Saat kita menyadari bahwa tubuh ini hanyalah sarana dan bukan diri sejati kita, saat kita menolong orang lain tanpa pamrih dan merasakan kedamaian yang tulus, atau saat kita duduk tenang menatap matahari terbit lalu hati larut dalam rasa syukur tanpa kata-kata, di situlah Brahma Widya hidup dalam diri kita

Tujuan utama dari Brahma Widya sama dengan tujuan dari seluruh jalan spiritual dalam Hindu, yaitu moksha atau pembebasan. Moksha berarti lepas dari lingkaran samsara: kelahiran, kehidupan, kematian, dan kelahiran kembali. Dengan mengenal Brahman, kita menyadari bahwa penderitaan, keterikatan, dan dualitas hanyalah sementara. Saat itu, kita tidak lagi dikuasai oleh rasa takut, cemas, atau tamak. Hidup menjadi bebas bukan karena tidak punya masalah, melainkan karena kita melihat masalah sebagai bagian dari tarian kosmik yang lebih besar. Brahma Widya menuntun manusia menuju kebebasan batin ini.

Dalam tradisi Hindu, pencapaian Brahma Widya bisa ditempuh lewat empat jalan spiritual utama yang sesuai dengan karakter manusia yang berbeda-beda. Pertama adalah Jnana Yoga atau jalan pengetahuan. Ini adalah jalan orang yang suka berpikir, merenung, dan bertanya. Dengan logika yang tajam, ia membedah ilusi dunia, sampai akhirnya menemukan kebenaran bahwa Atman sama dengan Brahman. Yang kedua yaitu Bhakti Yoga atau jalan cinta kasih. Jalan ini menekankan pada pengabdian tulus kepada Tuhan. Orang yang menempuh jalur ini akan memuja, berdoa, menyanyi, dan menyerahkan hidupnya sepenuhnya kepada-Nya. Ketiga adalah Karma Yoga atau jalan tindakan tanpa pamrih. Jalan ini cocok bagi mereka yang aktif di dunia. Setiap tindakan dilakukan bukan untuk kepentingan diri, melainkan sebagai persembahan kepada Tuhan. Dengan begitu, ikatan karma perlahan terurai. Keempat adalah Raja Yoga atau jalan meditasi. Jalan ini fokus pada disiplin batin melalui meditasi, pengendalian pikiran, dan penyatuan kesadaran. Semua jalan ini mengarah pada tujuan yang sama, yaitu kesadaran Brahman. Perbedaan hanya terletak pada cara yang paling sesuai dengan jiwa masing-masing orang.

Lalu, bagaimana Brahma Widya bisa dihidupkan di zaman sekarang yang sibuk, penuh distraksi, dan sering kali jauh dari spiritualitas? Kuncinya adalah menyadari bahwa Brahma Widya bukan ilmu kuno yang usang, melainkan sangat relevan dengan tantangan modern. Di tengah banjir informasi, rasa cemas, dan kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain, Brahma Widya mengingatkan kita untuk kembali ke dalam, mengenali jati diri sejati, dan tidak terjebak pada ilusi eksternal. Brahma Widya juga menuntun kita untuk menemukan makna dalam kesederhanaan, karena kebahagiaan tidak terletak pada kepemilikan, melainkan pada kesadaran. Bahkan dalam isu lingkungan, ajaran ini relevan sekali. Jika alam dilihat sebagai manifestasi Brahman, tentu kita akan merawatnya dengan cinta, bukan merusaknya demi keuntungan sesaat.

Brahma Widya sering disebut sebagai jalan sunyi karena lebih banyak terjadi di dalam batin daripada di luar. Tidak ada yang bisa benar-benar menilai sejauh mana seseorang memahami Brahma Widya. Tidak ada tanda lahiriah yang pasti, karena semuanya berlangsung dalam kesadaran pribadi. Justru di situlah kekuatan Brahma Widya: ia tidak butuh pengakuan atau pujian, ia hanya butuh kesetiaan kita untuk terus mencari, merenung, dan mengalami. Namun, perjalanan ini tidak mudah. Ada banyak tantangan yang akan kita hadapi, mulai dari ego yang selalu ingin diakui, distraksi dunia modern yang membuat pikiran sulit tenang, keterikatan emosional terhadap keluarga, harta, atau status, hingga rasa ragu apakah perjalanan batin ini benar-benar bermakna. Akan tetapi, tantangan itu sejatinya bagian dari proses. Seperti kupu-kupu yang harus berjuang keluar dari kepompong agar bisa terbang, kita pun harus melewati ujian itu agar bisa tumbuh.

Mungkin muncul pertanyaan, kalau Brahma Widya begitu penting, mengapa jarang sekali kita mendengarnya di mimbar-mimbar atau diskusi umum? Ada beberapa kemungkinan. Pertama, karena bahasanya yang filosofis, sehingga dianggap sulit dipahami. Kedua, karena masyarakat lebih fokus pada ritual lahiriah dibanding pencarian batin. Ketiga, karena literasi spiritual yang masih kurang, sehingga topik ini tidak populer. Padahal, jika dipahami dengan sederhana, Brahma Widya justru sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Ia bisa hadir lewat rasa syukur saat makan, ketulusan saat menolong, atau kesadaran sederhana bahwa semua yang kita miliki hanyalah titipan.

Pada akhirnya, Brahma Widya mengajak kita untuk menjadi perenung sejati. Bukan perenung yang lari dari dunia, tetapi yang hadir lebih penuh di dalam dunia karena ia melihat semuanya dengan mata yang baru. Bayangkan jika setiap orang menjalani Brahma Widya, meski sedikit demi sedikit. Dunia akan lebih damai karena orang tidak lagi terjebak pada ego sempit. Lingkungan akan lebih lestari karena kita melihat alam sebagai wujud Tuhan. Hubungan sosial juga akan lebih hangat karena kita sadar bahwa semua adalah satu keluarga kosmik.

Brahma Widya pada akhirnya bukan sekadar konsep dalam kitab. Ia adalah jalan hidup, kompas batin, dan jembatan menuju kebebasan sejati. Dalam kesibukan modern, mungkin kita tidak punya waktu untuk duduk bermeditasi berjam-jam seperti para resi. Namun kita bisa memulai dengan hal-hal kecil : berbuat baik tanpa pamrih, merenung sejenak di pagi hari, atau sekadar menyadari bahwa nafas yang kita hirup adalah anugerah dari Sang Sumber. Itulah Brahma Widya dalam bentuk paling sederhana, dan justru di situlah letak keindahannya. Ia mengajarkan bahwa setiap detik kehidupan adalah kesempatan untuk kembali menyatu dengan Brahman, kesempatan untuk menemukan kebebasan, dan kesempatan untuk hidup dengan lebih damai serta  lebih bermakna.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun