Padahal, jika ditelisik lebih dalam, bisnis jalan tol yang ia kelola melalui PT CMNP bukanlah sebuah usaha UMKM yang tumbuh dari nol. Ini adalah bisnis infrastruktur besar, yang erat kaitannya dengan jaringan modal dan kekuasaan negara---dibangun dari pijakan modal besar, bukan koin receh dari es mambo.
Oligarki dan Kemampuan Melupakan
Narasi pengusaha dermawan yang "dari nol" adalah bagian dari strategi canggih oligarki: menghapus memori publik atas sejarah kerusakan lingkungan dan pelarian utang. Di balik citra suci dan sederhana, tersembunyi kerusakan ekologis yang belum diperbaiki, utang negara yang belum dilunasi, dan ketidakadilan yang diwariskan generasi ke generasi.
Ini bukan sekadar cerita individu. Ini adalah cermin dari kegagalan sistem hukum dan pengawasan negara---yang membiarkan mereka yang pernah merusak alam dan menghasilkan kerugian besar bebas bersayap dermawan.
Kita Harus Berhenti Menyembah Dermawan
Jika derma menjadi alat untuk menyucikan kejahatan struktural, maka masyarakat sedang ditjebak dalam ilusi moral. Memberi uang kepada tukang becak tidak bisa menebus hutan yang dibabat. Membangun musholla tidak bisa membayar kembali hak hidup komunitas adat yang terdampak industry kayu.
Kita tidak butuh pengusaha yang dermawan setelah merampok. Kita butuh keadilan sistemik, literasi sejarah, dan ingatan kolektif yang panjang---agar narasi "dermawan" tidak lagi menutupi akar kerusakan.
Penutup: Es Mambo dan Ilusi Moral
Barangkali es mambo itu nyata. Tapi 200.000 hektare hutan juga nyata. Dan hutan itu kini sudah gundul, komunitasnya tercerai-berai, dan utangnya diwariskan kepada rakyat melalui dana penyehatan keuangan BUMN.
Sebuah bangsa tidak akan maju jika lebih mudah percaya pada dongeng es mambo daripada pada data, sejarah, dan jejak kerusakan lingkungan.
Selama masyarakat masih terpesona pada kisah "usaha dari nol", oligarki akan terus menari di atas tumpukan penderitaan yang mereka ciptakan sendiri.