.   Sejarah  Tari Boran
Nasi Boranan adalah kata yang berasal dari nasi keranjang. Terbuat dari anyaman bambu, tempat ini berfungsi sebagai tempat nasi yang disajikan dengan lauk pauk seperti urap, terasi, dan kerupuk.
 Beberapa nasi Boran ada ikan hitam, ayam atau ikan sili agak langka, kemudian sambal, ayam, jeroan, bandeng, telur goreng, telur asin, tahu, tempe, udang, ceker ayam, ikan bandeng dan sayur gosok.
 Tarian Nasi Boran diawali dengan nama makanannya. Polonaise berasal dari Kabupaten Lamongan dan menggambarkan kehidupan penjual beras Polandia yang menjual dagangannya sambil berinteraksi dengan pembeli.
 Tari Boran telah menjadi salah satu simbol kesenian tradisional Kabupaten Lamongan, tarian ini memiliki nilai filosofis dan menjadi model budaya dan seni Indonesia.
 Terinspirasi dari Acara Food Seller
Tari Boran terinspirasi dari perjuangan para penjual nasi Boran yang pada zaman dahulu menempatkan wakul atau wadah nasi yang terbuat dari bambu di atas kepala mereka untuk menjajakan dagangannya. Mereka berjalan di bawah terik matahari, berusaha mencari kekayaan. Dalam perjuangannya, Tari Boran diciptakan oleh para seniman Lamongan.
2. Â Â Makna Tarian dan Unsur Estetis dari Tari Boran
Moral dari polonaise ini adalah untuk menggambarkan perjuangan para pedagang beras Polandia untuk menjadi kaya. Selain makna juang jualan Branmi, tari Bran juga memiliki unsur estetika gerak cepat dan kostum warna-warni.
3. Â Â Gerakan Tari Boran
Gerakan Bolan menggunakan gerakan kelompok atau koreografi, dengan fokus kuat pada kohesi. Pergerakan dari menyiapkan makanan hingga menjualnya ke pelanggan inilah yang dijadikan acuan dalam Tari Boran. Dalam pertunjukannya, langkah penari harus cepat dan kompak. Untuk menyampaikan pesan dan makna dalam tarian tersebut, tempo yang digunakan bervariasi dari lambat hingga cepat, tergantung alur cerita yang ditampilkan. Gerakan yang diiringi musik juga harus tampil harmonis. Tari Boran dimodifikasi ketika dijadikan sebagai tarian pendidikan oleh pemerintah daerah Lamongan. Dilihat dari banyaknya revisi oleh berbagai kalangan, kesenian ini tetap bertahan.