Mohon tunggu...
Ranti AmaliaPutri
Ranti AmaliaPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muslimah Berdaya

Hamba Allah - Tetaplah Menyala Walau Terangmu Tak Seberapa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kritik terhadap Kaum Feminisme mengenai Reinterpretasi Ayat-ayat yang Dinilai Bias Gender

6 Desember 2021   19:19 Diperbarui: 6 Desember 2021   19:41 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seringkali kita mendengar hari ini mengenai kasus-kasus kekerasan yang dilakukan terhadap kaum perempuan, membuat telinga terasa pilu dan juga mengiris hati. 

Tentu hal ini akhirnya menjadi sebuah sorotan bagi kaum perempuan itu sendiri, yang akhirnya seperti yang kita ketahui gerakan-gerakan perempuan yang ada di Negeri ini yang menjadi garda terdepan ,ya tentu gerakan yang berlandasakan faham/isme Feminis ini ikut merespon dengan seksama juga dengan semangat yang membara, walau pada akhirnya kita tahu permasalahan ini sangatlah peliks dan membutuhkan solusi yang konkret, tentu yang diharapkan tidak memakan waktu yang lama dalam penyelesaianya.

Yang akhirnya seperti yang bisa kita telaah dan analisis pada kesimpulan yang mereka inginkan adalah Revisi mengenai hierarki yang ada dalam tatanan sosial masyarakat, mengenai Keseteraan Gender, yang diartikan bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki tidak bisa dibatasi oleh Gender maupun Genital itu sendiri. 

Yang tentu ini akan mengubah suatu tatanan sosial yang sudah terbentuk sebelumnya, dimana tuntutan ini membuat sebuah kesimpulan yang menyebabkan kekerasan maupun ketidakadilan yang terjadi pada perempuan berasal ketika adanya Kesenjangan Gender , sehingga laki-lakilah yang menjadi tersangka utama karena dianggap sebagai sumber masalah yang menempatkan perempuan sebagai Masyarakat Kelas Dua.

Gerakan Feminis ini menuntut sistem gender serta hubungan antara laki-laki dan perempuan didalam masyarakat  untuk direvisi total , dan Islam dituding sebagai agama yang tidak relevan karena banyak aturan yang menjadikan perempuan terkekang juga menjadikan perempuan sebagai masyarakat kelas dua.

 Aturan-aturan yang sudah ada didalam al-qur'an dianggap tidak cocok dalam mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan hari ini, sehingga dipandang bertentangan dengan konsep gender yang mereka fahami.

 Contohnya mengenai hukum-hukum yang berkaitan dengan hak waris, poligami, nafkah, cara berpakaian sampai pada soal kedudukan kepemimpinan didalam islam ,dalam berkeluarga maupun masyarakat bernegara.

Salah satu contoh ayat yang selalu hangat di bincangkan yaitu surat An-Nisa ayat 4, yang artinya "Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka..." , sudah jelas sekali didalam ayat ini bahwa laki-laki mempunyai posisi Qawwam atau Pemimpin atas perempuan, terlebih ketika kita bicara mengenai kedudukan kepala keluarga. 

Akan tetapi banyak sekali dari orang-orang feminis terlebih para aktivisnya yang menganggap ayat ini sangat mendukung Budaya Patriarki ketika diterjemahkan secara tekstual atau kaku, yang menjadikan laki-laki terkesan mendominasi dalam hidup berkeluarga maupun bermasyarakat. 

Sehingga mendorong para Aktivis Feminis Islam me-reinterpretasikan sekaligus merekontruksi Nash-nash Allah yang dipandang mengandung Bias Gender, agar bisa lebih melakukan keadlian gender.

Mereka menganggap surat An-Nisa ayat 4 ini bukan diartikan sebagai posisi laki-laki dan perempuan secara jenis kelaminnya atau objek , akan tetapi secara sifat. 

Laki-laki dalam interpretasi mereka adalah sebuah sifat-sifat yang bisa dimiliki dalam diri laki-laki maupun perempuan itu sendiri , diantara lain poin menjadi kepala keluarga sesuai interpretasi yang mereka yakini yaitu : 1. Yang lebih banyak hartanya, 2. 

Yang lebih tinggi kedudukan/pangkatnya dalam tatanan masyarakat, 3. Yang lebih tinggi kedudukan pendidikanya, jika ada sebuah rumah tangga seorang istri mempunyai 3 sifat atau poin diatas serta lebih dominan dari pada suaminya,maka dia berhak menjadi seorang kepala keluarga , karena menurut mereka kesetaraan juga keadilan gender itu harus diwujudkan mulai dari tingkat terkecil yang bernama keluarga. Dan tentu ini adalah tafsir yang keliru yang seharusnya tidak kita aamiini.

Ketika mereka melihat islam secara utuh juga menyeluruh, mendalam juga objektif maka akan ditemukan kesimpulan bahwa islam sudah lebih awal dan lebih ekstra memuliakan kaum perempuan jauh sebelum gerakan-gerakan feminisme lahir. Bahkan nilai yang ada pada islam tidak hanya saja menajdikan kaum perempuan diangkat martabatnya tetapi mengangkat martabat manusia itu sendiri. 

Islam mengangkat manusia dari zulumat gelap menuju cahaya , dari mental perbudakan menjadi mental merdeka, dan dari penindasan-penindasan yang ada kaum yang merdeka. Islam membuka gerbang keilmuan, kemajuan, keluhuran budi juga ilmu pengetahuan sampai pada kemenangan dan kemerdekaan yang hakiki, yang tentu didalamnya akan mengangkat derajat perempuan itu sendiri.

Dalam kaitannya dalam kehidupan manusia pun , Allah Sang Pencipta manusia telah menyampaikan dalam firmanNya "Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir." (Ar- Ruum : 21). 

"Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.." (an-Nisa : 1) Allah menghendaki penciptaan manusia dengan jenis laki-laki maupun perempuan bukan tanpa maksud dan tujuan melainkan supaya keduanya saling cenderung dan saling menentramkan, sehingga terciptanya kelangsungan hidup yang harmonis, Bukan untuk saling menyaingi hingga menjadi sentimen gender bahkan terjadi dikotomi dan diskriminasi. 

Akan tetapi seperti apa yang kita ketahui bahwa dinamika hidup manusia selalu ada,perubahan selalu ada, akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah perubahan itu berjalan menuju arah yang buruk ataukah arah yang lebih baik? Akal manusia selalu membuat sejarah baru,proses kontruksi, dekontruksi, hingga rekontruksi. 

Kita dapat menyaksikan bagaimana pola-pola relasi dan pembagian peran dan tanggung jawab dua jenis kelamin yang berbeda ini,yang telah mapan dalam sebuah masyarakat pada suatu masa menjadi sesuatu yang layak diperdebatkan pada masyarakat lain juga pada masa yang lain , yang jelas reinterpretasi ayat-ayat Allah mengenai gender ini tidak bisa sembarang kita tafsirkan sesuai hawa nafsu kita, akan tetapi kita bisa telaah dengan kehati-hatian juga dengan akal dan hati yang bersih, sehingga wahyu yang telah sampai pada kita bertransformasi menjadi sebuah ilmu yang siddiq. Wallahu'alam bhisowwab

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun