Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate, Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tikus yang Mati Kekenyangan

2 Februari 2024   10:01 Diperbarui: 2 Februari 2024   21:21 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: unsplash.com/JoshuaJCotten

"Makanan di sana lebih enak, lebih bersih, lebih bervariasi setiap harinya! Bahkan rasa kayu perabotannya lebih enak, walaupun lebih susah dicerna. Kalian harus punya gigi yang kuat dan mulut yang siap mengunyah kayu itu. Kalian tahu sendiri, perabotan mahal pasti diciptakan untuk tidak mudah dimakan oleh bangsa kita, hahaha. Tetapi kabar baiknya, kita tidak akan bersaing dengan bangsa rayap untuk menikmati remah-remah kayu itu," jelas si tikus dengan dada yang membusung.

Kami tidak peduli dengan seluruh penjelasan persuasif yang dia bicarakan. Apa gunanya makanan enak, bersih, bervariasi, dan kayu yang mahal? Kami tidak hidup untuk itu. Kami hidup untuk menjadi makhluk kotor, di mana makanan kotor pun akan terasa nikmat di lidah dan lambung kami.

"Ah, jadi kalian tidak mau?" tanyanya meyakinkan sekali lagi.

Penampilannya yang bersih dan rapi menunjukkan bahwa dia tikus yang dirawat, atau bahkan dipelihara dengan baik? Ah, yang pasti dia beda dari kami. Bukan termasuk kalangan kami yang kotor, menjijikan, tak pernah mandi, dan kumal meski dilihat dari sisi manapun.

Tetapi, kami tetap jengkel dengan gayanya yang sok kaya, paling bahagia dan berkuasa. Kami pun serentak menggelengkan kepala dan menyuruhnya segera pergi dari atap rumah ini.

"Kalian akan menyesal!" teriaknya marah sambil meloncat turun dari atap dan segera berlari sambil mencicit.

**

Esok harinya, kami bangun dan kaget karena tak melihat satu ekorpun anak-anak kami. Tidak seperti biasanya mereka bermain dan menghilang di pagi menjelang siang hari seperti ini. 

Kami pun panik dan sibuk mencari ke sana kemari. Kami sampai mengunjungi kawanan tikus got, masuk ke saluran pembuangan air, barangkali mereka tersesat. Kami juga mencari ke sawah-sawah milik petani. Barangkali mereka bosan bermain di rumah dan ingin mencoba berlarian di sawah atau memakan padi. Tetapi, hasilnya nihil.

Kami pun berlarian pulang saat gelap telah menjemput. Ketika kami melewati sebuah rumah mewah, muncul segerombol anak-anak kami berlarian mendekat dan menahan kami. Akhirnya kami berkumpul di selokan depan rumah itu. Ternyata anak-anak kami seharian ini bermain di rumah mewah itu. Bukan hanya di atap, mereka leluasa bermain ke setiap sudut di rumah itu dan memakan hidangan mewah. Astaga! Kami para tikus tua pun tak habis pikir dan menjitak kepala mereka satu per satu.

"Pokoknya ayah, ibu, kakek, nenek, kakak, adik, dan bayi-bayi kita harus mencoba tinggal di sana, seperti yang ditawarkan Bapak Tikus Yang Terhormat itu!" ujar anak-anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun