Hingga saat ini belum ada aturan mengenai keharusan pemisahan antara platform media sosial dan e-commerce. Sehingga berjualan di social commerce saat ini masih seperti di hutan rimba, karena social commerce sampai sekarang belum ada peraturan dan regulasinya.
2. Bebas Menentukan Algoritma Produk Apa yang Akan Dinaikkan.
TikTok Shop memiliki potensi untuk menyalahgunakan besarnya pengaruh sosial media untuk membunuh pengusaha lokal karena pada akhirnya algoritma TikTok lah yang menentukan produk mana yang akan mereka naikkan dan produk mana yang tidak akan mereka naikkan.
Ketika algoritma ini sudah memilih produk apa yang mau dipromosikan, maka jelas jangkauannya akan lebih luas, engagement-nya lebih tinggi dan probabilitas produk itu untuk laku juga jauh lebih besar.
Dan percaya atau tidak, hal itu sudah terjadi sekarang di segmen kosmetik atau Skin Care. Awalnya produk Indonesia masih berada di lima besar produk paling laku, sekarang sudah didominasi oleh dua produk skincare dari China yang memiliki harga lebih murah dan kualitas yang sama dengan produk lokal.
Masifnya promosi dua produk skincare tersebut dan selalu berada di halaman paling depan yang mudah dilihat oleh konsumen membuat angka penjualannya meningkat pesat dan selalu berada di peringkat atas produk kosmetik dan skincare paling laku. Belum lagi review para influencer yang memberi nilai tambah sehingga membuat skincare lokal semakin tenggelam.
Banyak kreator dari program affiliate kini lebih banyak mempromosikan produk-produk import terutama dari China mulai dari produk rumah tangga, elektronik sampai beauty dan fashion. Akhirnya produk dari China lah yang menguasai market Indonesia mengalahkan produk-produk lokal unggulan dalam negeri.
Mengapa mereka bisa menguasai market Indonesia, mengapa produk tertentu selalu viral. Jawabannya adalah karena TikTok menghendakinya. Bahkan ada indikasi kalau TikTok cenderung melakukan shadow banning kepada produk-produk kompetitor yang mana mayoritas adalah produk-produk lokal.
Jika ini terus terjadi dan volume transaksi terus naik yang menjadi korban jelas produk-produk lokal yang  digantikan dengan produk-produk pilihan TikTok dan Indonesia akan dibanjiri barang-barang import.
3. Predatory Pricing
Predatory pricing atau menjual barang di bawah harga pokok produksi tengah marak di TikTok Shop. Produk yang dijual harganya sering tidak masuk akal seperti tas wanita seharga Rp 5000, jaket berbahan wool dijual Rp 10.000 dan sebagainya. Dan bagaimana bisa menjual dengan harga semurah itu, sampai sekarang masih menjadi misteri.