Mohon tunggu...
Randy Septo Anggara
Randy Septo Anggara Mohon Tunggu... -

mahaiswa akuntansi tingkat akhir di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Legenda Desa Sumur Ujung Kulon part-1

8 Oktober 2014   20:13 Diperbarui: 14 Juli 2017   14:50 1424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Legenda Desa Sumur bagian-1

Udara pagi yang berhembus perlahanlan merasuk kedalam aliran darahku terasa begitu berdesir, meneyebarkannya keseluruh bagian tubuh tanapa ada yang luput dari penglihatan-Nya sedikit pun, nikmat Tuhan sangat terasa dipagi hari ini, sorot hangat matahari yang menyegarkan tubuh terasa memberikan harapan baru bagi bumi dan umat manusia, menyinari setiap plosok dan sudut negeri yang sangat aku cintai. Memberikan harapan bagi diriku yang hendakmeraih asa dan cita di ibu kota, berharap segera menyelesaikan studi agar segera membantu perekonomian keluarga. Membantu ayahku untuk sedikit menikmati hari-harinya yang telah habis dikorbankan untuk berusaha menjadi seorang kepala keluarga yang baik.

Sebagian temanku berkata bahwa akhir dari pendidikan bukanlah hanya sekedar untuk mendapatkan uang namun untuk memahami ilmu itu sendiri karena cuma orang yang berpikiran sempit yang berfikir akhir sebuah pendidikan adalah uang, namun bagiku yang berasal keluarga yang tidak kaya tidak ada kata lain selain jenjang pendidikan yang lebih tinggi akan menghantarkan kepada pekerjaan yang lebih layak dan pada akhirya akan berorintasi pada uang. Namun tetap pada orientasi mencari rezeki yang halal, karena aku lebih baik kelaparan daripada harus makan dari hasil yang haram. Dan Tuhan pasti akan menguji hambanya dengan sedikit rasa lapar dan rasa takut.....

Aku berasal dari desa yang tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan negeri ini namun cukup untuk membuat bokong ini terasa seperti terkena ambeyen karena sekitar tujuh jam perjalanan menggunakan bus, ditambah lagi bus yang selalu dipaksakan untuk memaksimalkan jumlah penumpang sehingga terasa sangat penuh sesak. Para supir tidak memperdulikan dayatampung yang berlebihan dapat membuat kita celaka, karena yang dia tahu adalah mengejar setoran sehingga mereka bisa mendapakan uang lebih untuk diberikan kepada keluarga mereka.

Perjalanan terasa cukup jauh ketika pertama kali aku datang ke kota yang penuh dengan tipu daya ini. Kota yang menjanjikan kehidupan yang lebih baikdan menjadi kota tujuan manusia dari penjuru negeri untuk mendapat kesuksesan baik dangan cara halal maupun haram. Aku pernah mendengar guyonan tentang ibukota dari temanku

“mencari yang haram saja sulitnya bukan main, bagaimana dengan yang halal”

Prinsip bagi mereka yang tidak memiliki imandan tidak yakin dengan janji Rezeki yang telah dipersiapkan Allah, atau mungkin karena tekanan yang begitu berat dari ibu kota yang katanya lebih kejam dari ibu tiri menyebabkan mereka dapat berbuat apa saja untuk mendapatkan uang. Halal atau haram bukan masalah, yang penting bisa menyambung hidup.

Aku berasal dari sebuah desa yang bernama Sumur yang terletak sebelah barat Pulau Jawa namun bukan termasuk bagian dari Provinsi Jawa Barat melainkan masuk kedalam wilayahProvinsi Banten tepatnya daerah pesisir pantai ujung kulon daerah taman marga satwa yang dilindungi oleh pemerintah, tempat hewan yang hampir menjadi sejarah dan hampir punah itu tinggal, tempat yang sangat indah dengan sejuta pemandangan yang tak akan membuat jemu mata yang memandangan, dan paling aku rindukan untuk kembali dengan memberikan kebanggan bagi kedua orangtuaku.Sebenarnyaakulah yang seharusnya bangga kepada ayahku yang lewat tangan gelapnya yang dulu kekar menarik waring yang terpasang pada bagang, walau bukan punya sendiri, tapi Allah selalu melimpahkan rahmat dan rezekinya melalui angin dan air yang begemuruh dimalam hari, lewat air laut yang terlihat menyala pada malam hari, lewat doa-doa yang tiada henti dari para istri dirumah, lewat lampu-lampu pijar dari jenset yang menarik hati para ikan akan cahayanya yang menerangi bawah laut. Sperti juga manusia yang juga tertarik pada hal yang berkilau dan menyala. Ikan-ikan berdatangan atas perintah Tuhan-Nya yang menjajikan rezeki atas mereka, dan terkadang menguji dengan sedikit angin dan hujan yang berhembus kencang dari arah barat maupun selatan yang meneyebabkan para nelayan urung untuk mencari ikan karena nyawa menjadi taruhannya, atau terkadang Tuhan membuat bulan menjadi terlihat terang sehingga ikan-ikan sibuk mengejar cahaya. Namun Allah tidak akan mencabut nyawa kami umat manusiasampai rezeki atas kami telah tertunaikan.

Aku pernah bertanya kepada almarhum kakekku, tentang kenapa desa kita dinamakan desa Sumur, apakah karena kita penduduk desa menggunakan sumur disetiap rumah sebagai sumber air utama, baik untuk minum, mandi dan memasak, namun mereka yang tinggal didaerah pegunungan juga menggunakan sumur yang sama dengan yang ada dirumahku. aku berharap akan ada cerita yang lebih menarik dari sekedar ceritaitu. Aku butuh cerita yang dapat membuat bulu kudukku merinding. Lalu kakekku menceritakan sebuah cerita tentang pulau yang tak jauh dari pesisir pantai tempat kami tinggal, karena pulau tersebutlah desa kami dinamakan desa sumur. Sebenarnya terdapat 3 pulau yang berada dekat dengan pesisir desa kami, namun yang dimaksud kakekku adalah pulau yang paling dekat.

Pulau tersebut bernama pulau sumur, pulau tersebut tidak begitu jauh dari bibir pantai kampung kami, pulau tersebut ditumbuhi begitubanyak semak belukar dan pepohonan yang aku sendiri tidak tahu namanya, dipesisir pulau terbanyak batu karang dan pohon mangrove. Pulau tersebut tidak terlalu besar, besarnya tidak lebih dari pusat perbelanjaan di kota besar. namun cukup melelahkan ketika kita mengitarinya dengan bertelanjang kaki.

konon katanya terdapat tujuh buah sumur tua yang berada tepat ditengah pulau, dengan gaya seperti mendongeng sedikit menakut-nakuti beliau menceritakan bahwa ketika hujan telah selesai dan mereda maka dari arah tengah pulau tersebut akan mengeluarkan siluet menuju langit dan menjadi sebuah pelangi yang indah. Namun hanya mereka yang diberikan penglihatan khusus yang dapat melihat ketujuh sumur tersebut, karena kita tidak dapat melihat hanya dengan mata telanjang. Dan yang paling mengerikan adalah terdapat sebuah makam yang entah makam siapa yang terdapat ditengah pulau tersebut, menurut cerita makam tersebut memiliki panjang 4 meter, bayangkan makhluk seperti apa yang dikuburkan disana.

Cerita yang menggugah rasa penasaran untuk memastikan apakah benar terdapat sumur ditengah-tengah pulau, dan apakah benar terdapat makam dengan panjang 4 meter. pulau yang tak berpenghuni tersebut dikelilingi semak belukar dan pepohonan, bagian pesisir pantai tedapat banyak batu karang yang lumayan besar sehingga tidak ada teman-temanku yang mau main disana, apalagi ditambah dengan cerita-cerita yang menyelimuti pulau tersebut.

Sebenarnya terdapat hal menarik tentang pulau tersebut karena setiap air laut menjadi surut maka akan terbentuk sebuah jalan dari bertemunya dua arus ombak yang mendorong pasir dan berbagai material laut, dan melalui proses yang lama sehingga terbetuklah jalan pasir dari pesisir pantai menuju pulau tersebut. Kami anak-anak di desa menyebutnya dengan jalur naga, bukan hanya karena bentuk jalannya yang seperti naga namun karena misteri yang terkandung di dalam pulau tersebut, seperti naga yang menjadi mitos dan misteri tentang kebenaran keberadaannya.

Kita dapat menyambangi pulau tersebut dengan hanya berjalan kaki, namun kita harus tetap berhati-hati dan waspada terhadap pergerakan air pasang, karena ketika air laut menjadi pasang maka jalan pasir tersebut akan segera tertutup secara perlahan, kita bisa terjebak didalam pulau tersebut dengan segala keangkerannya.

Aku teringat ketika aku dan teman-temanku fadlan dan Hari bermain disana, ketika itu Aku mengjak mereka untuk mencari gurita dan udang lobster disana, setelah cukup sulit meyakinkan Hari akhirnya kami berangkat selepas sholat dzuhur karena ketika itu sedang surut. Aku meminta kepada fadalan dan hari untuk tidak ada yang memberitahukan kepada orangtua kita. Sebenarnya Hari agak takut pergi kesana karena dia belum bisa berenang dan dia sangat takut terhadap hal-hal yang berbau hantu. Sedang Fadlan adalah anak yang pemberani dan sedikit iseng, namun dia sangat setia kawan dan suka menolong

“Har ayo jalan nanti aku akan kasih tau anak-anak kalau kamu belum disunat”

Sambil berkelakar dengan kencang aku berkata

“Hari belum disunat”

“Iya-iya aku ikut, tapi kau harus berjanji tidak akan memberitahukan hal ini kepada siapapun”

“aku berjanji tidak akan memberitahukan kepada siapapun”

Bagi kami anak-anak didesa yang belum disunat merupakan hal yang memalukan, karena kalau belum disunat berarti belum jadi anak laki-laki, padahal ketika aku disunat aku ketakutan setengah mati, membayangkan rasa sakitnya saja sudah membuatku ketakutan, ini seperti orang yang mempunyai banyak dosa akan menghadapi kematiannya, maka rasa takutnya bukan main. Fadlan saja lari ketika namanya dipanggil untuk di eksekusi.

Kami bertiga berangkatdengan membawa pancingan yang terbuat dari bambu, hanya dengan berjalan kaki sekitar 20 menit kita sudah sampai dipulau tersebut, karena memang jaraknya tidak telalu jauh dari bibir pantai. Pemandangan laut yang indah sangat nampak jelas dari pulau ini, aroma udara laut terasa begitu kencang merasuk kedalam tubuhku, ini seperti ketika kita melihat kotak dari luar kotak, maka kita akan mengetahui bentuk kotak tersebut.

Kami lalu mencari gurita disekitar pesisir pantai dengan mengangkat karang-karang kecil. Setelah cukup lama akhirnya kami menemukan gurita ukuran kecil, aku segera menagkapnya dengan cekatan, aku memegang kepalanya agar tidak terlilit tentakelnya, aku berikan ke fadlan untuk ditaruh di plastik, namun Fadlan dengan isengnya menempelkan gurita tersebut ketangan hari sehingga tentakelnya melilit tangan Hari, Hari pun ketakutan karena gurita tersebut mengeluarkan cairan hitam, Hari lalu berteriak kencang karena ketakutan dan kami malah tertawa melihat dia seperti itu, lalu kami menakut-nakuti Hari bahwa cairan tersebut beracun, dan itu semakin membuat dia panik dan berlari-lari tidak karuan.

Matahari sudah semakin turun menuju keperaduannya dan kami tidak menyadari bahwa jalan pulang sudah tertutup karena air laut pasang, sebenarnya jalan baru tertutup sebatas mata kaki, sebenarnya kami masih bisa berjalan untuk pulang, Namun Hari takut untuk melewati jalan yang sudah tertutup air, aku bingung apakah harus pulang dan meninggalkan Hari dipulau ini sendirian, akhirnya aku meminta Fadlan untuk pulang seorang diri dan memberikan kabar kepada orangtuaku bahwa kami terjebak disini.

Hari mulai menangis kencang dan aku tak bisa berbuat apa-apa, yang ada dipikiranku hanyalah bagaimana kalau nanti gelap dan hantu pulau mendatangi kami, aku mondar-mandir sendirian karena bingung.Aku berusaha untuk menenangkan Hari agar dia tidak menangis lagi, aku merasa bersalah karena telah membawa Hari kedalam situasi seperti ini.

“tenangHar nanti orangtua kita akan datang kesini dengan perahu congkreng”

“kita pasti akan mati disini dimakan hantu pulau Rin”

“Tenang Har semua cerita tentang pulau ini hanya mitos belaka, kita pasti bisa pulang dengan selamat”

Sebenarnya hatiku merasa gundah, panik dan takut, namun aku tidak mau menampakannya pada Hari karena dia pasti akan tambah ketakutan, aku berharap Fadlan sudah sampai dan memberitahu orangtua kami, karena langit akan semakingelap.

Matahari sudah mencapai pada batas tugasnya untuk menyinari sebagian belahan bumi ini, dan Harus menyinari bagian bumi yang lain yang entah bagaiamana bentuk kehidupan diluar sana, aku hanya mengetahui kehidupan sederhanadanpenuh bahagia dibagian barat pulau jawa desaku ini. Kumandang Adzan terasa terdengar dari kejauhan, meraung raung indah menembus udara yang telah gelap, sebenarnya hatiku sedikit merasa tenang mendengar bait-bait panggilan Tuhan, namun aku juga tidak bisa mengingkari rasa takutku yang kian kuat. Bayangan-bayangan yang dahulu hanya bisa kubayangkan seperti akan segera menjadi nyata.

Kenapa dahulu aku sempat bertanya tentang pulau ini kepada kakekku, aku menyesal telah bertanya, karena pertanyaanku hanya membuat diriku menjadi semakin takut, Hari sudah berhenti menangis dan terdiam dengan mata yang entah melihat kearah mana, pandangannya begitu kosong dan sayu,

“Har, apa kau baik-baik saja?”

Hari hanya terdiam dan terus menatap ke arah laut, mungkin dia masih marah kepadaku. Jika harus memilih, aku akan memilih untuk melihat Hari tetap menangis karena membuatku tetap dapat menjaga kewarasanku.

Aku memandang kearah laut berharap akan ada perahu congkreng yang datang menjemput kami, aku hanya dapat melihat lampu-lampu rumah penduduk yang redup dari kejauhan, yang nampak jelas cuma menara mesjid gede yang menjulang tinggi. aku tak berani menatap kedalam pulau yang mulai memberikan suara-suara aneh, entah suara burung yang berkicau memanggil anaknya untuk pulang atau suara hewan melatah yang mendesis-desis hendak manukut-nakutiku. Aku pun tak berani untuk menatap Hari, pandangannya yang kosong hanya akan menguatkan imajinasiku akan hal mistis yang akan terjadi setelah ini.

Apa yang kau lakukan Fadlan, Apa kau sudah memberitahukan orangtua kita, Apa engkau telah sampai kedaratan, kenapa bantuan tidak kunjung datang, kenapa orangtua kami tidak menghawatirkan kami. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan, semua pertanyaan itu terus melayang-layang dikepalaku. Ibu tolong aku ibu, mataku tanpa terasa mengeluarkan air mata.

Aku mulai mendekati Hari, mungkin dengan berada disebelahnya aku bisa merasa sedikit tenang, aku berharap dia tidak melihat kearahku, karena aku takut sekali. Aku takut dia dirasuki roh penunggu pulau dan tiba-tiba menyerangku, dan menelanku hidup-hidupaku berharap kami dapat selamat dan bertahan melewati malam ini. Aku juga khawatir akan kemarahan ayahku, pasti dia akan memarahiku habis-habisan dan harus meminta maaf kepada orangtua temanku karena aku yang membawa mereka berdua kedalam keadaan seperti ini. Aku berharap semoga kami dapat melewati malam ini dengan selamat.

Angin malam dipulau terasa menusuk tulang dan membuat tubuhku mati rasa, tubuhku mengigil karena rasa lapar, haus dan kedinginnan, tubuhku sudah tak sanggup menahan perintah otakku untuk terus bertahan. aku juga tak tahu sudah pukul berapa sekarang, yang aku tahu adzan isa sudah cukup lama melewati kami, pandanganku pun sudah jauh dari fokus, aku seperti mau pingsan karena rasa lelah, rasa dingin dan rasa lapar pada tubuhku. Mungkin aku mengalami dehidrasi karena dari siang kami belum minum seteguk airpun.

Tiba-tiba dari kejauhan aku seperti melihat sorot cahaya terang menyorot mataku, terdengar derap langkah beberapa orang menghampiri kami, mereka bersuara dengan keras, entah apa yang mereka katakan, aku hanya mendengar

“anak-anak itu ada disini”

Aku juga telah sampai pada sisa-sisa kesadaranku, aku seperti akan tertidur pulas dan akan berharap saat bangun nanti hanya mendapati ini semua hanya mimpi. Pada pandangan terakhir aku sempat melihat kedua mata Hari yang merah melotot kearah kerumunan orang-orang. Entah apa yang akan terjadi setelah ini.

Saat aku tersadar, aku sudah berada disebuah ruang yang sangat aku kenali, rumah yang berdinding rajutan bambu yang berjajar rapi seprti sebuah stiker yang dilekatkan pada dinding, orang-orang dikota menyebutnya dengan wallpaper, namun menurutku ini lebih bagus dari sebuah wallpaper yang hanya sebuah gambar. dengan cahaya lampu kuning yang redup namun terasa hangat menyinari setiap sudut ruang yang tidak besar namun terasa lapang ketika berada didalam, karena pikiran dan hatiku bisa bebas dari segala hal yang membatasinya.

Ibu wajahmu syahdu memandangku dengan senyum dan haru, matanya mengeluarkan air mata, entah apa yang dipikirkannya. Raut wajahnya menenangkan hatiku, menghilangkan rasa takut akan terjebaknya kami dipulau yang tak berpenghuni oleh manusia.

Perlahan aku bangun dari tidurku, aku berkata lirih pada ibuku

“dimana Hari bu?”

“apakah dia baik-baik saja?”

“bagaimana keadaan fadlan bu?”

“aku haus sekali bu”

“Semuanya sudah baik saja, sekarang mereka sudah ada dirumah mereka masing-masing”

Ibuku memberikan air teh hangat, lalu memberikan aku uli yang telah digoreng. Aku memakannya dengan lahap dan seperti orang yang sudah beberapa hari tidak makan.

Belakangan aku tahu dari cerita teman-temanku, ternyata Fadlan terpleset karang sehingga kakinya berdarah dan tidak dapat berjalan ketika jalur naga sudah tertutup air. Dia hampir tenggelam namun beruntung ada nelayan yang hendak melaut melihat dia, Fadlan dibawa tempat pelelangan ikan dalam keadaan pingsan, beruntung tidak banyak air laut yang masuk kedalam tubuhnya. Lalu warga mencari Aku dan Hari dipesisir pantai, berharap kami terdampar di tepi, beberapa perahu agak besar, lebih besar dari perahu ukuran perahu congkeng sedikit, namun agak lebar sehingga bisa memuat sekitar 15 orang diturunkan untuk mencari kami, mereka menduga kami tenggelam saat berenang, Fadlan belum sadar sehingga dia tidak dapat memberitahukan keberadaan kami.

Ibuku dengan menahan tangis berusaha tenang dan berharap kami tidak mati tenggelam, ibuku lalu memejamkan matanyadan berdoa. Tak lama kemudian ibuku membuka matanya dan segera berlari memberitahukan kepada ketua Rw bahwa kami tidak berada di laut, melainkan berada di pulau sumur, entah mendapat bisikan darimana beliau memaksa untuk mengirim perahu kepulau sumur. Aku pernah bertanya bagaimana ibu bisa tahu tentang keberadaanku, dia hanya diam dan tersenyum. Namun aku lebih menduga kalau firasatnyalah yang telah memberitahukan keberadaanku, karena aku pernah menjadi bagian dari tubuhnya.

Keadaan Hari tidak jauh berbeda dengan keadaanku, hanya saat ini ibunya melarang dia untuk main denganku lagi, mungkin orangtunya masih belum bisa menerima kenakalan yang aku perbuat pada anaknya. Kali ini memang aku agak keterlaluan telah melibatkan mereka berdua dalam situasi ini.

bersambung


Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun