Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Resesi Seks Hantui Dunia, Bagaimana Keluarga Indonesia?

13 Desember 2022   10:58 Diperbarui: 13 Desember 2022   15:53 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Resesi seks telah melanda dunia dalam beberapa waktu terakhir, khususnya sebelum dan saat Pandemi Covid-19. Sudah lama terjadi di beberapa negara seperti kawasan Benua Eropa, Jepang, China, Korea Selatan dan Singapura, mungkinkah tren ini juga terjadi di Indonesia?

Pada satu sisi, Indonesia dikenal dengan jumlah penduduk yang cukup padat, kira-kira 270-280 juta jiwa (2021). Meskipun diadakan program KB (Keluarga Berencana), penyebaran populasi masih belum merata. Jika pada zaman dulu dikenal istilah 'Banyak anak banyak rezeki' agaknya hal itu tak bisa lagi berlaku saat ini. Uang sekolah semakin mahal, biaya hidup semakin tinggi. Untuk makan saja susah, bagaimana jika anak-anak kuliah nanti?

Walaupun jumlah penduduk di Indonesia belum sampai pada titik yang mengkhawatirkan, namun beberapa tren kehidupan di kota besar mulai menjadi pertanda 'resesi seks', antara lain:

1. Keinginan untuk berkarier dulu bagi wanita, menikah di atas umur 30 atau bahkan 40 tahun, hingga semakin kecil peluang untuk mendapatkan anak akibat kesuburan yang sudah jauh menurun pada usia di atas 35.

2. Fenomena childless / childfree marriage di mana pasangan menikah namun secara sengaja tidak ingin atau mencegah agar tidak memiliki anak, dikarenakan tidak ingin terbebani dengan biaya-biaya membesarkan anak, atau karena trauma masa kecil (inner child) salah satu pasangan, dan lain-lain.

3. Budaya mayoritas patrilineal (khususnya di Asia) yang lebih mengutamakan anak laki-laki di atas anak perempuan, sehingga enggan memiliki anak perempuan atau merasa malu jika hanya memiliki anak perempuan, karena dianggap tak dapat meneruskan garis keturunan atau keluarga.

4. Pengaruh negatif media sosial dan media hiburan di mana seolah-olah dalam fiksi (novel, komik, dan sebagainya) maupun dalam film dikisahkan jika pasangan atau keluarga punya banyak anak, akan banyak juga beban moral dan kewajiban yang harus ditanggung.

5. Pengaruh paham kebebasan seksual sejenis atau semacamnya yang hingga kini masih menjadi kontroversi atau kurang diterima di Indonesia.

Terlepas dari semua kenyataan di atas, bagaimanapun manusia sebagai makhluk sosial sebenarnya tetap akan saling mencintai, jatuh cinta, dan tentunya ingin memiliki dan dimiliki.

Bagaimana kita bisa coba menyikapi resesi seks dan akibatnya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun