Meskipun telah dipercaya sejak lama, baru-baru ini ditemukan sejumlah bukti yang menunjukkan bahwa tidak hanya jenis makanan, namun waktu makan juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan. Hubungan ini dapat dijelaskan melalui interaksi jam tubuh, metabolisme, dan sistem pencernaan yang saling berinteraksi dengan cara yang kompleks.
Dalam setiap sel yang ada di tubuh, terdapat jam molekuler yang mengatur tubuh agar berfungsi sesuai jadwal, yang dinamakan  "ritme circadian". Hal ini membantu tubuh menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan, tidur, dan perilaku seperti makan.Â
Jam ini terjaga agar tetap sinkron satu sama lain, dan juga dengan waktu hari di luar, melalui sinyal dari bagian kecil jaringan otak yang disebut suprachiasmatic nucleus (SCN). Dan hubungannya dengan lingkungan luar adalah melalui sebuah kelompok sel responsif terhadap cahaya yang terletak di bagian belakang mata, yang disebut intrinsically photoreceptive retinal ganglion cells (ipRGs).
Dalam hal ini, cahaya bukan satu-satunya hal yang dapat mengubah pengaturan waktu jam tubuh. Waktu seseorang makan juga dapat mengubah jam di hati dan organ pencernaan, walaupun jam di sel otak tidak terpengaruh. Bukti baru ini juga menunjukkan waktu berolahraga juga dapat mengubah jam pada sel otot.
Ketika seseorang bepergian melalui zona waktu, atau makan, tidur, dan berolahraga pada waktu yang tidak teratur, jam pada tubuh tidak lagi sinkron satu sama lain. Hal ini tidak menjadi masalah jika hanya terjadi sesekali, namun apabila secara sering mungkin dapat menyebabkan dampak jangka panjang bagi kesehatan.
Proses kompleks, seperti metabolisme lemak dan karbohidrat pada diet, membutuhkan koordinasi berbagai proses pada usus, hati, pankreas, otot, dan jaringan lemak. Apabila proses antar jaringan terganggu, kerjanya akan menjadi kurang efisien, yang secara jangka panjang dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit.
Ketika seseorang makan larut malam glukosa menetap dalam darah lebih lama, yang dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2, dimana pankreas tidak lagi menghasilkan cukup insulin.
Data dari sebuah survei nasional jangka panjang di Inggris menunjukkan, meskipun mereka mengkonsumsi lebih sedikit kalori, orang yang memiliki rutinitas makan yang tidak teratur memiliki risiko lebih mengembangkan metabolik sindrom, yaitu gugusan kondisi termasuk tekanan darah tinggi, tingkat gula darah tinggi, lemak berlebih di sekitar pinggang dan tingkat lemak dan kolesterol yang abnormal di darah, yang bersama meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan diabetes tipe 2.