Mohon tunggu...
Ramses Aiboy
Ramses Aiboy Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menganalisis Unsur Intrinstik Cerpen

3 Maret 2017   15:31 Diperbarui: 3 Maret 2017   15:44 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Judul: Cerpen Pesan Lilin Untuk Sang Pencipta 

Karangan: Zulkarnain

Tema: Cerpen Kehidupan Dan Cerpen Nasehat

Kejadiannya terlihat semakin mencekam dan dia terus Meronta kesakitan karena lelehan cairan panas di sekujur urat nadinya, karena kegelapan dunia.

Cahayanya terlihat semakin terang disaat terpaan angin tak menyentuhnya sedikitpun.
Hanya satu harapan yang ia minta kepada sang alam, berharap dan bermohon di dalam kesakitan Angin berhembuslah sekencangnya agar tubuh ini tak semakin mencair dan si bunga merah ini tak terus mekar di seluruh akar tubuhku.

Perlahan ia terus meronta kesakitan dan ia seakan ingin memulai mengecam kepada sang penciptanya. Apakah hanya dengan keadaan seperti ini ia diperlukan, dan Ia masih saja terlihat berteriak kencang sambil melelehkan air mata di sekujur tubuhnya.

Sang Lilin pun seakan ingin mulai berbisik kepada Sang Tuan.
“Sungguh ini tidak ADIL bagiku, Sungguh kehadiranku di dunia ini hanya untuk menerangi kehidupan yang lain.”
Pelan-pelan pun sekujur tubuhnya semakin terlihat terpotong-potong karena bunga merah yang semakin mekar. dan sang angin pun tak selalu dapat menolongnya di dalam setiap keadaan.
Namun, setelah sekian lamanya menahan panas karena semakin merekahnya sekuntum bunga merah di sekujur tubuhnya yang disemai oleh sang Pencipta demi sebuah cahaya penerang kegelapan ajal pun datang menjemputnya dan semakin terlihat semakin mengelam. sebelum Sang Lilin Padam, sang lilin hanya bisa berbisik dan meninggalkan pesan yang mendalam
Kepada sang penciptanya.

“Ya Tuanku, Manusia yang telah menciptakan Aku. Mungkin banyak manusia yang salah mengartikan tentangku dan yang ingin sepertiku, wahai sang Pencipta Janganlah engkau terima kehidupan seperti Aku yang tercipta hanya untuk sebuah penerang bagi kegelapan kehidupan lain. Perhatikanlah saat bunga merah yang engkau hidupkan di nadiku yang akhirnya hanya membakar dan pelan-pelan terus merekah dan habis melenyapkanku. Wahai Manusia penciptaku Jadilah dirimu sebagai penerang yang tak seperti Aku. Yaitu sebagai penerang yang tak bisa dilenyapkan karena sebuah Kegelapan dan keterputusasaan.”

Hikmah dari cerita pendek di atas dapat kita petik tergantung bagaiman kita melihat dari kehidupan sang lilin.
Saya hanya mencoba pelajari tentang “Kehidupan Sang Lilin”. Mungkin prespektif kita berbeda. Namun, cerita yang saya pelajari dari kehidupan Sang Lilin ini diciptakan tidak lain hanya untuk menerangi dan mengindahkan kegelapan kehidupan orang lain.

Sebagai manusia kita jangalah selalu hidup seperti halnya lilin yang gunanya hanya untuk keuntungan orang lain dan terkadang bisa merugikan diri kita sendiri. Meskipun berjalan di atas tandusnya jalan gelapnya kehidupan. Percayalah engkau pasti akan tetap terang dengan hasil jerih payah sebuah perjuangan.

Kata akhir Sang lilin “Karena Hidup ini tak selalu untuk menerangi dan akan selalu diterangi oleh kehidupan sekitarmu.”

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun