Saya ini guru matematika. Hidup saya lurus, kadang terlalu lurus. Garis lurus, sudut siku-siku, rumus Pythagoras, semuanya punya kepastian. Tapi begitu bicara soal sepak bola Indonesia, semua logika itu mendadak bubar jalan seperti murid yang dengar bel istirahat.
Beberapa bulan terakhir, tiap malam ketika saya nonton berita bola sambil nyoret-nyoret di buku catatan siswa yang belum dikumpulkan. Begitu kamera menyorot wajah Marselino, saya tiba-tiba berdoa lebih khusyuk daripada pas Ujian Nasional dulu: "Ya Tuhan, kali ini jangan cuma hampir. Tolong biar benar-benar lolos."
Bayangkan, Indonesia, negara yang kadang rebutan parkir di depan warung saja bisa berantem, sekarang masuk ke 18 besar Asia. Dulu kita cuma jadi penonton sambil berkata, "Wah, Jepang hebat ya." Sekarang, kita bisa bilang, "Eh, Jepang tuh grup kita loh."
Kalau benar nanti Timnas Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026, saya punya rencana besar: saya mau gadaikan kalkulator, segitiga, trapezium, tabung dan bola biar bisa nonton langsung ke Amerika!
Iya, saya sadar tiket pesawat ke sana bisa setara biaya beli alat praga saya untuk sepuluh tahun .
Tapi ini sejarah, Bung! Guru-guru pun berhak punya mimpi yang absurd. Kalau murid saya bisa menulis cita-cita "ingin jadi YouTuber terkenal", masa saya gak boleh punya cita-cita "nonton Indonesia lawan Brazil langsung dari tribun?"
Namun, sebelum itu terjadi, saya juga siap menghadapi kenyataan yang tidak kalah lucu. Bayangkan kalau nanti kita beneran lolos. Bisa jadi pemerintah langsung bikin rapat darurat: "Bagaimana kalau semua ASN diwajibkan nonton?"
Lalu akan muncul surat edaran dari Kementerian: "Dalam rangka mendukung Indonesia di Piala Dunia, seluruh guru diwajibkan nobar di aula, memakai batik merah putih, sambil menyanyikan Garuda di Dadaku tiga kali sebelum kickoff."
Saya akan hadir, tentu saja. Tapi sambil membawa spidol dan papan tulis. Karena saya yakin, walaupun di tengah euforia, tetap akan ada murid yang nanya, "Pak, kenapa wasit kasih tambahan waktu tiga menit? Itu hasil integral atau pakai rumus pythagoras?"
Lalu mari kita pikirkan efek lanjutannya. Kalau Indonesia menang di fase grup, bisa jadi hari libur nasional langsung ditambah. Mungkin nama bulan pun diganti. Juni jadi "Junegaruda", Juli jadi "Julolos". Presiden akan pidato: "Kita buktikan bahwa sepak bola bisa menyatukan bangsa." Padahal, yang benar-benar menyatukan bangsa itu diskon jersey timnas di marketplace.