Sebagai guru matematika, saya sudah mulai menghitung peluang. Dari 18 besar Asia, nanti akan ada 8 tim yang lolos otomatis. Secara logika, peluang kita itu kecil, tapi bukan nol, mungkin 0,00001 Karena di matematika, angka nol itu sakral, dia bisa jadi awal dari segalanya.
Dan dalam sepak bola, nol itu artinya bersih, tidak kebobolan. Jadi, kalau kiper kita bisa menjaga "nol" di papan skor, maka Tuhan pun mungkin tersenyum dan berkata, "Baiklah, Indonesia, kali ini giliranmu."
Tapi mari jujur: kalau sampai benar-benar lolos, saya yakin akan banyak "efek domino" di negeri ini. Pedagang jersey di pasar akan naik omzet. Tukang tambal ban di pinggir jalan akan ganti spanduk jadi "Tambal Ban & Nobar Gratis."
Dan di sekolah, guru-guru akan punya alasan baru untuk telat masuk kelas: "Maaf, Pak Kepala Sekolah, saya semalam begadang nonton Indonesia lawan Uruguay."
Tentu saja, sebagai guru yang masih waras, saya juga khawatir. Jangan-jangan setelah euforia itu, kita malah sibuk berdebat siapa yang paling berjasa membawa tim lolos. Ada yang klaim karena doa ulama, ada yang bilang karena kerja keras pelatih, ada juga yang percaya ini hasil "ritual nasi tumpeng" dari kantor kecamatan.
Padahal, mungkin yang benar adalah: karena pemainnya tidak menyerah, dan rakyatnya akhirnya percaya. Kalau nanti saya benar bisa nonton di stadion Amerika, saya sudah tahu apa yang akan saya lakukan.
Saat lagu Indonesia Raya berkumandang, saya akan berdiri tegak, meski jantung saya berdebar seperti habis ujian matematika mendadak.
Saya akan menangis sedikit, lalu tertawa keras, karena sadar: akhirnya ada hal besar dalam hidup yang tidak bisa saya rumuskan dengan angka, sambil menyanyikan lagu garuda di dadaku
Dan setelah pulang ke Indonesia, saya akan masuk kelas, menatap murid-murid saya, lalu berkata, "Anak-anak, dulu Pak Guru cuma ngajarin kalian cara mencari luas segitiga. Tapi sekarang Pak Guru sudah melihat sejarah. Dan percayalah, dalam hidup, yang lebih penting dari hasil akhir adalah perjuangan di setiap menit tambahan waktu."
Lalu saya akan menulis di papan tulis besar-besar:
"Jika Indonesia lolos Kualifikasi Asia dan menembus Piala Dunia, maka tidak ada rumus yang mustahil, hanya manusia yang terlalu cepat menyerah."