Ballon d'Or 2025 ini kayak sinetron: ending-nya bikin kaget walau bisa ditebak. Ousmane Dembele, yang dulu sering disebut "pemain paket hemat" karena hobi cedera dan kadang lupa cara nendang bola, tiba-tiba nongol jadi pemenang. Lha kok bisa?
Padahal kalau denger nama Ballon d'Or, otak kita biasanya langsung auto-pilot ke nama-nama klasik: Messi, Ronaldo, atau minimal Mbappe. Itu trio wajib, kayak nasi, sambel, sama kerupuk di warung tegal. Bahkan, foto-foto mereka udah jadi langganan dipajang di tempat-tempat aneh. Ada yang di barbershop, ada juga di tukang fotokopi depan sekolah. Jadi bukan cuma guru yang punya poster motivasi, Mbappe pun ikut jadi "motivator fotokopian." Â Eh, tapi tahun ini ceritanya jungkir balik. Piala emas yang biasanya singgah di tangan super bintang, tiba-tiba mendarat ke seseorang yang sering kita bully rame-rame di timeline. Namanya pun: Ousmane Dembele. Ironis, kan? Yang dulunya dijadikan kambing hitam tiap kali PSG kalah, sekarang malah naik panggung sebagai pahlawan. Dunia bola memang suka bikin plot twist, kadang mirip FTV sore: tokoh figuran mendadak jadi pemeran utama.
Cerita singkatnya, PSG akhirnya dapet Liga Champions pertama. Itu kayak tetangga yang 30 tahun nggak pernah menang lomba tujuhbelasan, tiba-tiba tahun ini bawa pulang juara umum. Dan siapa bintangnya? Bukan Mbappe yang sering senyum manis di iklan parfum, tapi Dembele, yang kadang lebih sering bolak-balik ke ruang medis daripada ke ruang ganti. Dia kasih assist di final, dan entah kenapa, itu dianggap kayak mukjizat: bola dari kakinya tiba-tiba nggak nyasar ke tribun. Sejak saat itu, dunia pun sepakat: inilah momen "hidayah sepak bola".
"Kalau dibandingin sama Mbappe, jelas dia udah kayak presiden fans club dunia. Tapi musim ini dia mirip mahasiswa rajin yang sibuk ikut lomba sana-sini, eh lupa urus skripsi. Pintar, tenar, tapi pas waktunya ujian paling penting---Liga Champions---ya absen juga
Raphinha juga oke, rajin banget nyetor gol di LaLiga. Cuma ya, ibarat orang kampung rajin bersih-bersih pos ronda, kalau nggak nongol pas acara 17-an, tetap aja nggak jadi bahan omongan. Liga Champions itu panggung gede, bro. Main bagus di liga doang kadang cuma jadi bahan gosip di warung kopiNah, Yamal lain lagi. Bocah ini masih ABG, umurnya lebih muda dari motor Supra bapak-bapak di kampung. Tapi sudah main reguler di Barcelona, bikin lawan-lawan seniornya kebingungan. Semua orang tahu masa depannya cerah, tinggal tunggu kapan waktunya meledak. Tapi ya, Ballon d'Or itu bukan hadiah lomba pidato: "terbaik untuk masa depan". Belum waktunya.
Sebenernya Dembele ini katalog cacat berjalan. Riwayatnya mirip mahasiswa abadi: sering nongol di kampus, tapi bukan di kelas---melainkan di kantin sama ruang administrasi. Bedanya, Dembele nongolnya di ruang medis. Performa naik-turun, kadang bikin orang tepuk jidat sambil nyeletuk, "Iki kok PSG mau-maunya beli dia, to?
Tapi ya begitulah sepak bola, penuh ironi. Yang tadinya dicatat sebagai beban, malah bisa muncul jadi penyelamat. Kayak tetangga yang selama ini dikenal cuma ngutang di warung, eh pas acara kampung justru dia yang paling rajin nyumbang. Dembele persis begitu: sering diremehkan, tapi sekali tepat momen, dia bikin semua orang bengong sambil ketawa getir.
Intinya, Ballon d'Or itu nggak peduli siapa yang paling hits di Instagram atau siapa yang paling cakep pas ganti jersey. Yang dihitung siapa yang nongol pas momen sakral. Dan tahun ini, anehnya yang muncul justru si Dembele---yang biasanya malah dicatat dokter, bukan pencatat sejarah
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI