Mohon tunggu...
Muhammad Ramadhani Kesuma
Muhammad Ramadhani Kesuma Mohon Tunggu... Dosen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Mulawarman

Financial Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Nature

Pertanian Berau yang Resilien: Mengubah Tantangan Menjadi Kekuatan Pasar Lokal

11 Oktober 2025   08:45 Diperbarui: 11 Oktober 2025   08:44 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Dokumentasi

Pagi itu di Maluang, saya bertemu sekelompok petani yang sedang mempersiapkan musim tanam. Udara lembab Kalimantan Timur menyapa, disertai cerita sederhana mereka tentang tanah yang subur tapi sulit dioptimalkan. Panen padi gunung hanya datang sekali setahun, dan mereka berharap bisa dua kali, asal ada dukungan yang tepat. Di sisi lain, petani cabai dan sayuran hortikultura berbagi pengalaman serangan hama dan jamur yang membuat hasil panen kering, kualitas turun, dan menurunkan daya saing di pasar. Ini bukan sekadar obrolan santai; ini gambaran nyata dari sektor pertanian Kabupaten Berau, yang kaya potensi tapi dihadapkan pada tantangan geografis seperti lahan pegunungan dan iklim tropis yang tak terduga. Di wilayah tropis pegunungan Indonesia seperti Kalimantan, variabilitas mikroiklim yang ekstrem dan risiko perubahan iklim semakin mengancam ketahanan dan produktivitas sistem lahan tinggi (Busthanul et al., 2023).

Berau, dengan luas wilayah yang didominasi hutan dan perkebunan, punya lahan eks-kelapa sawit lebih dari satu juta hektare yang bisa dimanfaatkan untuk ketahanan pangan. Infrastruktur irigasi baru sepanjang 192 kilometer, didanai Rp211 miliar, menjanjikan peningkatan produktivitas. Namun, data Badan Pusat Statistik menunjukkan penurunan produksi padi di Berau pada 2024. Di tengah itu, impor produk hortikultura dari luar daerah terus menggerus pasar lokal, membuat hasil panen petani sulit terserap dengan harga yang layak. Pertanian di sini bukan hanya soal bertani; ini tentang bertahan di tengah arus global yang tak kenal ampun.

Pertanian Berau bisa menjadi lebih resilien jika tantangan seperti panen terbatas dan serangan hama diubah menjadi strategi pasar lokal yang kuat. Dengan fokus pada kesejahteraan petani—melalui subsidi pupuk yang maksimal, bantuan benih dan pestisida, serta edukasi pencegahan hama—kita bisa bangun produksi lokal yang kompetitif. Bayangkan jika sawah-sawah ini bukan hanya bertahan, tapi memenuhi pasar lokal bahkan memimpin rantai pasok regional. Pertanyaan sederhana: bagaimana caranya, tanpa mengorbankan keberlanjutan di tengah tantangan geografis Berau?

Di Maluang, cerita petani terdengar familiar: padi gunung yang panennya terbatas sekali setahun karena siklus alam dan akses air yang tak merata. Mereka menggarap lahan pegunungan yang curam, di mana curah hujan tak selalu bisa diandalkan, membuat musim tanam bergantung pada pola iklim tropis yang kadang berubah-ubah. Padi sawah pun tak luput; meski lebih stabil, produksinya masih rentan terhadap fluktuasi cuaca di Berau. Tambah lagi petani cabai dan sayuran lainnya, yang sering berhadapan dengan hama ulat dan jamur antraknosa. Stres abiotik seperti panas, kelembaban tinggi, dan air tidak teratur semakin membatasi tanaman cabai serta hortikultura lain di gradien tropis lembab (Ahmad et al., 2024). Hasilnya? Buah cabai mengering sebelum matang, kualitas turun, dan sulit bersaing dengan impor murah dari luar Kalimantan Timur.

Data BPS mengonfirmasi ini: produksi padi Berau turun pada 2024, meski ada kenaikan di daerah tetangga seperti Kutai Timur. Petani sering bilang, "Kami ingin panen lebih sering, tapi hama datang lebih dulu." Tekanan biotik dari jamur patogen dan hama menyebabkan kerugian hasil yang signifikan, yang memerlukan strategi pengelolaan penyakit di luar bahan kimia konvensional (Peng et al., 2021). Ini bukan keluhan berlebihan; ini realitas yang memengaruhi kesejahteraan. Subsidi pupuk yang ada memang membantu, tapi distribusinya tak selalu tepat waktu, dan tanpa pestisida berkualitas, serangan jamur bisa hapus panen dalam jumlah yang signifikan. Akibatnya, ketergantungan pada impor meningkat, membuat pasar lokal kehilangan daya saing.

Lebih dalam lagi, tantangan ini tak berdiri sendiri, iklim perubahan menambah beban. Petani berharap keberlanjutan pertanian tetap terjaga, meski geografi Berau yang luas dan berbukit membuat segalanya lebih rumit. Tanpa intervensi, produksi lokal akan terus tertinggal, dan hasil panen pun kurang terserap pasar dengan harga ideal. Ini bukan akhir cerita; justru titik awal untuk refleksi: bagaimana tantangan ini bisa jadi pelajaran untuk bangun sistem yang lebih tangguh?

Meski tantangan nyata, Berau punya fondasi kuat untuk resilensi. Ambil contoh infrastruktur irigasi yang baru dibangun dengan panjang 192 kilometer, ini bisa tingkatkan frekuensi panen padi gunung menjadi dua kali setahun, asal dikombinasikan dengan alsintan seperti traktor mini yang sudah disiapkan Pemkab untuk swasembada pangan. Lahan eks-sawit yang luas bisa dialihkan ke tanaman hortikultura, menciptakan diversifikasi yang mengurangi risiko hama tunggal. Akses pasar di kawasan konversi minyak sawit seperti Berau masih lemah karena rantai nilai yang terfragmentasi, informasi pasar terbatas, dan biaya transaksi tinggi, yang menekankan perlunya tautan pasar yang didukung institusi dan infrastruktur pembuat (Tumushabe et al., 2023).

Potensi pasarnya tak kalah menjanjikan. Dengan kampanye keragaman pangan berbasis gizi seimbang yang baru diluncurkan Pemkab, ada peluang untuk promosikan produk lokal seperti cabai organik atau sayuran segar ke konsumen urban di Kaltim. Bayangkan rantai pasok yang lebih pendek: hasil Maluang langsung ke koperasi desa, lalu ke pasar lokal. Ini bisa stabilkan harga yang ideal bagi petani. Edukasi pencegahan hama, misalnya melalui pelatihan IPM (Integrated Pest Management) sederhana, bisa kurangi kerugian hingga 30 persen, berdasarkan pengalaman serupa di daerah lain.

Keberlanjutan jadi kunci di sini. Tantangan geografis Berau bisa diubah jadi keunggulan: padi gunung organik yang rasanya khas, atau cabai tahan iklim tropis. Dengan produksi lokal naik, Berau tak lagi bergantung impor luar Kaltim. Contoh sukses seperti Desa Dumaring, yang lolos tiga besar lomba desa tingkat provinsi berkat ketahanan pangan dari peternakan dan tanaman, tunjukkan ini mungkin. Ini peluang untuk bangun pasar yang inklusif, di mana kesejahteraan petani jadi prioritas, dan hasil panen tak lagi terbuang sia-sia.

Untuk ubah tantangan jadi kekuatan, strategi harus sederhana dan berbasis lapangan. Pertama, maksimalkan subsidi pupuk dan bantuan input seperti benih unggul cabai serta pestisida ramah lingkungan. Pemkab bisa perkuat distribusi melalui koperasi desa, pastikan sampai ke Petani tanpa hambatan geografis. Kedua, edukasi pencegahan hama: workshop bulanan tentang rotasi tanam dan biopestisida, bekerja sama dengan dinas pertanian. Intervensi berbasis bukti seperti subsidi, pendidikan, ekstensi, dan pelatihan meningkatkan pengelolaan hama serta produktivitas di sistem padi lahan tinggi ketika dikombinasikan dengan pembangunan kapasitas lokal dan kolaborasi petani (Ndlovu et al., 2022). Ini tak mahal, tapi efektif kurangi kerugian. Ketiga, bangun penyerapan pasar melalui kemitraan. Hubungkan petani dengan UMKM makanan olahan di Berau—cabai Maluang untuk sambal kemasan, sayuran untuk restoran lokal. Platform digital seperti marketplace bisa bantu, dengan harga minimal yang disepakati untuk hindari fluktuasi. Terakhir, integrasikan alsintan seperti pompa air dan panen mekanis, yang sudah direncanakan untuk swasembada. Ini kolaborasi antarpihak: pemerintah sediakan infrastruktur, petani bagikan pengetahuan lokal, dan pasar beri insentif. Model kolaboratif di antara petani, pemerintah, dan pasar mempromosikan pembangunan berkelanjutan dengan menyelaraskan insentif, meningkatkan layanan, dan memperluas akses pasar di distrik terpencil (Ndlovu et al., 2022).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun