Babad Jaka Tingkir atau Babad Pajang merupakan karya sastra klasik Jawa yang mengisahkan perjalanan hidup Jaka Tingkir, tokoh semi-legendaris yang juga dikenal sebagai Mas Karebet. Cerita dalam babad ini bukan sekadar narasi tokoh sejarah, tetapi juga gambaran mengenai transisi politik, spiritual, dan budaya Jawa pada abad ke-16, khususnya masa peralihan dari Kesultanan Demak ke Kerajaan Pajang.
Cerita dimulai dengan latar belakang keluarga Jaka Tingkir. Ia merupakan anak dari Ki Ageng Pengging, seorang bangsawan yang dianggap sebagai pemberontak oleh Kesultanan Demak dan akhirnya dihukum mati. Setelah kematian ayahnya, Jaka Tingkir diasuh oleh Nyai Ageng Tingkir, ibunya, dan kemudian diasuh pula oleh Ki Ageng Tingkir. Sejak kecil, Jaka Tingkir telah menunjukkan bakat luar biasa, baik dalam olah kanuragan (ilmu bela diri) maupun dalam spiritualitas. Menginjak remaja, Jaka Tingkir memulai tirakat dan pengembaraan spiritual. Ia mencari ilmu ke berbagai tempat, berguru pada para tokoh besar, termasuk Sunan Kalijaga dan Sunan Kudus, dua anggota Wali Songo yang menjadi poros dalam penyebaran Islam di Jawa. Dari mereka, Jaka Tingkir tidak hanya belajar agama dan etika, tapi juga mendapat wejangan tentang kepemimpinan, tanggung jawab, dan kepekaan sosial.
Dalam pengembaraannya, ia juga menjalani berbagai ujian batin dan fisik, termasuk melawan makhluk halus, jin, dan tantangan gaib yang sarat simbolisme. Ujian-ujian ini menjadi metafora untuk proses pematangan jiwa dan moral seorang calon pemimpin. Setelah dianggap cukup matang, Jaka Tingkir memutuskan untuk masuk ke pusat kekuasaan—Kesultanan Demak—yang saat itu diperintah oleh Sultan Trenggana. Ia menunjukkan keberanian dan kecerdasannya melalui pertarungan melawan banteng buas yang mengamuk di istana, yang kemudian menjadi salah satu momen paling terkenal dalam babad ini. Karena keberaniannya, ia pun diangkat menjadi menantu Sultan dan mendapatkan kepercayaan dalam lingkungan istana. Setelah wafatnya Sultan Trenggana, terjadi perebutan kekuasaan di antara keluarga kerajaan. Tokoh antagonis utama dalam cerita ini adalah Arya Penangsang, adipati Jipang Panolan yang merasa berhak atas takhta. Ia dikenal sebagai tokoh yang kuat secara fisik, tetapi ambisius dan penuh dendam. Konflik antara Jaka Tingkir dan Arya Penangsang menjadi klimaks cerita babad ini.
Jaka Tingkir, dengan strategi dan kepemimpinan bijak, berhasil menyingkirkan Arya Penangsang. Namun, ia tidak secara langsung terlibat dalam pembunuhan Arya Penangsang—ia memberi tugas tersebut kepada dua pendekar setianya: Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Dengan berakhirnya ancaman Arya Penangsang, Kesultanan Demak mengalami keruntuhan. Dalam kekosongan kekuasaan ini, Jaka Tingkir mendirikan Kerajaan Pajang dan naik takhta dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Pajang menjadi pusat kekuasaan baru di Jawa Tengah setelah runtuhnya Demak, menandai babak baru dalam sejarah Jawa. Di masa pemerintahannya, Jaka Tingkir dikenal sebagai raja yang adil, spiritual, dan dekat dengan rakyat. Namun, dinamika politik dan pertarungan kekuasaan tetap berlangsung, termasuk munculnya benih-benih pemberontakan yang nantinya akan mengarah pada berdirinya Kerajaan Mataram Islam oleh Ki Ageng Pemanahan dan keturunannya.
Sepanjang cerita, terdapat banyak unsur spiritual dan simbolik yang mencerminkan pandangan dunia masyarakat Jawa. Misalnya, penggambaran Jaka Tingkir sebagai sosok yang menyatu dengan alam dan dunia gaib mencerminkan konsep "manunggaling kawula lan Gusti" (penyatuan manusia dengan Tuhan). Banyak juga pelajaran moral dan etika kepemimpinan dalam bentuk wejangan atau peristiwa simbolik, seperti ujian menundukkan binatang buas atau melewati hutan angker. Cerita ditutup dengan kepemimpinan Jaka Tingkir di Pajang dan bagaimana warisannya menjadi bagian penting dari pembentukan identitas politik dan budaya Jawa, terutama dalam kaitannya dengan kelahiran Kerajaan Mataram Islam. Babad ini menjadi jembatan antara sejarah yang faktual dan mitos yang membentuk kesadaran kolektif masyarakat Jawa tentang pemimpin ideal bijak, spiritual, kuat, dan dekat dengan rakyat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI