Mohon tunggu...
Djoko Nawolo
Djoko Nawolo Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pemerhati sosial

Sekedar menyalurkan hobi berceloteh tentang segala hal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Lalu..?

8 Juni 2019   19:47 Diperbarui: 8 Juni 2019   20:03 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Beberapa hari yang lalu, saya dapat broadcast WA tentang kejadian waktu sahur di Cilacap, dimana seorang AKBP menuduh dan memaksa menggeledah seorang Brigjen TNI AD beserta keluarganya karena si AKBP mengira HP nya hilang dicuri oleh keluarga itu. Awalnya saya anggap itu angin lalu saja, hanya persoalan pribadi yang timbul karena "persaingan" ego antara dua institusi besar dan bersenjata di negeri ini, TNI dan Polri, seperti biasanya.

Lantas, lama-lama saya jadi tertarik karena berita itu semakin menyebar dan ditambah broadcast tentang Dandim Cilacap yang marah, mengepung hotel bersama anggotanya  dan "menyandera" si AKBP yang dikuatirkan akan kabur. Akhirnya saya coba cermati kejadian itu, dan memang penilaian tidak bisa dihindari bahwa kejadian itu murni akibat kecerobohan disertai arogansi si AKBP yang bernama Lalu Muhamad Iwan, pejabat dari Staf Operasi Mabes Polri itu.

Setelah kejadian itu bergulir di media-media online "pinggiran", akhirnya media online mainstream sekelas detik.com pun memuatnya. Dan inilah titik puncak ketertarikan saya untuk mencoba mengulas. Ini link beritanya: detik.com

Ketertarikan saya kemudian terfokus pada pernyataan Karo Penmas Divhumas Polri yang mengatakan bahwa kejadian itu "hanya kesalahpahaman saja". Frasa "kesalahpahaman" ternyata juga digunakan oleh si AKBP Lalu dalam surat pernyataannya yang juga tersebar luas di media online. Kenapa saya tertarik ? karena penggunaan frasa "salah paham" atau "kesalah pahaman" oleh AKBP Lalu di surat pernyataannya, maupun Karopenmas dalam penjelasannya itu menurut saya tidak pas.

 Penggunaan frasa itu bagi saya mengesankan upaya si AKBP selaku pribadi maupun Karopenmas sebagai wakil resmi institusi Polri untuk mencari alibi atau pembelaan atas tindakan yang sangat unethical tersebut, atau juga sebagai upaya simplifikasi masalah agar orang menjadi maklum. Padahal, kalau kita cermati, apa yang terjadi di Hotel Atrium Cilacap itu bukanlah kesalah pahaman, melainkan kesalahan fatal..!!!, menuduh orang lain melakukan kejahatan dan menggeledah nya tanpa bukti.

Perlu dicatat bahwa si AKBP itu tidak sedang bertugas menyelidiki sesuatu kasus, melainkan karena kecerobohan sendirilah HP nya "hilang", kemudian dia menuduh orang lain. Seharusnya dia tidak punya hak apapun untuk menggeledah orang lain. Jangankan kepada pejabat tinggi TNI, kepada siapapun itu tidak boleh dilakukan, walaupun kepada masyarakat biasa, apalagi di depan umum.

Perbuatan itu adalah kecerobohan yang sangat fatal serta sangat tidak beretika....!!!  Beruntung sang Jenderal tidak melanjutkan masalah itu lewat jalur hukum karena perbuatan tidak menyenangkan, menuduh tanpa bukti atau pencemaran nama baik. Dan beruntung pula si AKBP itu tidak digebugi oleh anggota TNI hingga babak belur. Saya yakin masyarakat sipil pun tentu akan marah bila dituduh dan dipermalukan seperti itu.

Dalam berita detik.com itu, Karopenmas menegaskan bahwa TNI-Polri tetap solid di lapangan. Dia juga meminta masyarakat tidak ikut terpancing jika ada pihak-pihak yang mencoba memperkeruh suasana lewat media sosial dengan narasi-narasi yang mengadu domba.

Saya sangat yakin bahwa secara formal kedua institusi akan mengatakan hal yang sama, mereka tetap solid BERSINERGI. Tetapi seharusnya, jangan karena alasan sinergitas, hal yang dilakukan oleh AKBP Lalu itu dianggap sepele, "hanya sekedar kesalah pahaman saja". 

Kejadian itu adalah persoalan yang sangat serius karena menyangkut moral, etika atau karakter seorang pejabat negara, pengayom masyarakat, apalagi dilakukan oleh seorang Pamen berpangkat AKBP yang seharusnya lebih mampu mengendalikan diri dan berpikir jernih. Kalau unsur pimpinan saja bertingkah seperti itu dan dianggap "biasa saja", dapat dibayangkan bagaimana tingkah laku anakbuahnya terhadap orang lain, apalagi Polri sedang berada dalam euforia kekuasaan seperti sekarang ini.

Jadi tidak berlebihan rasanya jika dikatakan bahwa SINERGI antara TNI-Polri seperti yang digembar gemborkan selama ini barulah sebatas retorika. Masih banyak persoalan yang dihadapi kedua institusi yang merupakan celah keroposnya bangunan sinergi yang ingin dibangun oleh mereka. Dan pemicunya lebih banyak dilakukan oleh Polri yang memang saat ini sedang mabuk euforia kekuasaan pasca dipisahnya secara institusional dari ABRI serta berlakunya berbagai UU yang dapat mereka gunakan sebagai senjata represif kepada siapapun.

Dalam kasus AKBP Lalu ini, simplifikasi yang dilakukan oleh Lalu maupun Karopenmas Divhumas Polri dengan penggunaan frasa "kesalah pahaman saja" menjadi satu lagi pemicu keroposnya bangunan sinergi TNI-Polri. Jika Polri benar-benar ingin membangun sinergi dengan TNI sebagaimana yang digembar gemborkan setiap saat, seharusnya persoalan moralitas dan etika seperti itu dianggap sebagai persoalan serius dan ditindak lanjuti dengan serius dan konkrit pula.

Secara formal kedua institusi selalu menggembar gemborkan pentingnya SINERGI (atau mayoritas orang menyebutnya SINERGITAS) TNI-Polri, tetapi rasanya mereka sebenarnya juga menyadari bahwa masih banyak persoalan tersembunyi yang harus diatasi oleh masing-masing secara internal maupun dilakukan bersama-sama secara kolektif. 

Para unsur pimpinan mungkin mengklaim bahwa persoalan itu adanya di level bawah, tetapi kenyataannya di level atas pun ada persoalan yang sama. Hanya saja, pada level atas lebih terkelola secara "elok". Namun, intinya, masih cukup besar keropos yang ada dalam pondasi SINERGI TNI-Polri yang sangat potensial merobohkan keseluruhan bangunan ketika diterpa sedikit goncangan. 

Persoalan-persoalan besar itu selama ini hanya sebatas ditutup-tutupi saja, tanpa diselesaikan secara tuntas. Ibarat keropos pada pondasi atau tembok bangunan, hanya sebatas ditutup dengan dempul dan cat, tetapi tidak ditambal dengan semen yang kuat.

Saya melihat, diantara banyaknya persoalan itu, maka persoalan mendasarnya adalah "lack of trust" atau rendahnya kepercayaan antar kedua institusi itu. Dan potensi semakin rendahnya trust ini tersirat cukup jelas dari penggunaan frasa "kesalahpahaman" oleh AKBP Lalu maupun Karopenmas Dihumas Polri, serta kesan penyederhanaan atau penyepelean masalah oleh Polri atas masalah yang sedang terjadi.

Sebuah quote mengatakan bahwa "Trust is the glue of life. It's the most essential ingredient in effective communication. It's the foundational principle that holds all relationships."  (Stephen R. Covey)

Alih-alih membangun trust secara serius sebagai bagian dari confidence building measure (CBM) atau rasa saling percaya dan menghormati yg merupakan pondasi utama hubungan institusional, kedua institusi besar negara ini justru terkesan semakin saling tidak mempercayai satu sama lain. Kelakuan AKBP Lalu maupun pernyataan Karopenmas Divhumas Polri adalah contoh yang nyata pemicu semakin rendahnya trust antar institusi, bahkan trust dari publik kepada Polri.

Saat saya baca komentar netizen atas berita itu, ada argumen yang menganggap bahwa persoalan AKBP Lalu itu adalah persoalan pribadi yang  tidak seharusnya di kaitkan dengan institusi. Ya..... sangat bisa dimengerti bahwa itu adalah persoalan pribadi, karena memang terjadi saat kedua pihak tidak sedang melaksanakan tugas dari institusi.

Tetapi perlu diingat bahwa Lalu adalah seorang AKBP, dan kemudian Karopenmas Divhumas Polri selaku pejabat resmi Polri melakukan klarifikasi, maka kemudian secara otomatis itu menjadi persoalan institusi. 

Oleh karenanya penyederhanaan atau penyepelean masalah oleh Karopenmas dengan menggunakan frasa "kesalahpahaman saja" itu mewakili sikap resmi Polri yg menganggap bahwa menuduh dan mempermalukan orang tanpa bukti scr sembarangan itu adalah hal yg biasa saja. Dan bila demikian, ini juga menunjukkan bahwa sangat mungkin selama ini petugas polisi sering menuduh, menangkap, menahan bahkan menembak orang "hanya atas dasar kesalahpahaman saja" dan itu dianggap biasa atau masalah sepele.

LALU......? mari kita tunggu kelanjutan ceritanya...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun