Tujuan berikutnya, Daku diantarkan ke salah-satu pusat kebudayaan Betawi di Setu Babakan. Pertama yang kami jejak Museum Betawi.
Daku melangkah masuk ke bangunan utama museum. Di dalamnya, setiap sudut seolah berbisik dan berbicara. Ada pakaian adat lengkap dengan kebaya encim dan baju sadariah.Â
Di salah satu ruangan, terpajang Ondel-Ondel dan rebana. Tak jauh dari situ, aku melihat replika meja makan Betawi tempo dulu, lengkap dengan tungku logam & tanah liat serta alat-alat masak tradisional. Rasanya Daku seperti mengintip kehidupan sehari-hari orang Betawi zaman baheula.
Seorang pemandu bercerita tentang asal mula suku Betawi. Etnis ini merupakan campuran dari berbagai budaya dari Sunda, melayu, Arab, Tionghoa, Eropa, hingga Jawa.Â
Museum ini bukan sekadar tempat memajang benda - benda lama. Tempat ini adalah ruang hidup, tempat cerita, budaya, dan kenangan Betawi yang diusahakan terus berdenyut.Â
Di Museum betawi ini, aku belajar bahwa mengenal budaya sendiri bisa menarik hasrat petualangan ke alam syaraf intelektual ku.
Daku tersadar, keragaman ini adalah kekayaan luar biasa yang membentuk karakter khas Betawi yang ceria, ramah, kocak dan penuh warna.
Lalu, jiwaku dibawa, suasana lain di Perkampungan Betawi di Pulau Ismail Marzuki. Deretan rumah adat bergaya Betawi terpajang anggun di tepian danau Situ Babakan.Â
Angin semilir dengan hujan cahaya yang terik menyapu wajahku, membawa aroma pepohonan dan sedikit wangi aroma danau. Terbayang suara musik gambang kromong samar terdengar dari kejauhan, seperti hendak menyambut siapa pun yang datang dengan ramah.