Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 101 x Prestasi Digital Competition (68 writing competition, 23 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Jokowi ingin Mengendalikan Jumlah Pecandu Narkoba, tapi IPWL Tidak Laku, Kenapa?

22 Februari 2020   22:13 Diperbarui: 29 Februari 2020   20:19 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deskripsi : Presiden RI Joko Widodo Mengharapkan Pecandu di rehabilitasi I Sumber Foto : laras post

"Tahun ini, 2015, coba disiapkan tempat rehabilitasi, agar rehabilitasi bisa lebih cepat. Paling tidak, tahun ini BNN harus bisa menangani 100 ribu pecandu, dan tahun depan bisa meningkat menjadi 200 ribu," ujar Jokowi dalam sambutan di acara Rapat Koordinasi Nasional Gerakan Nasional Penanganan Ancaman Narkoba Dalam Rangka Mewujudkan Indonesia Emas 2045 di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Februari 2015.

Apa yang disampaikan oleh Presiden RI, Joko Widodo, di tahun 2015 menunjukkan beliau melihat Indonesia Darurat Bahaya Penyalahgunaan Narkoba. Lima tahun lalu terlihat begitu seriusnya Presiden RI untuk mengendalikan jumlah pecandu narkoba. Pada tahun 2015  jumlah pecandu narkoba yang tercatat telah mencapai 4,2 s/d 4,5 juta jiwa.

Tidak hanya berucap, beliau pun mendorong program yang disebut dengan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) untuk mudah di akses oleh para pecandu narkoba dan keluarganya agar para pecandu narkoba dapat di rehabilitasi secara gratis. 

Jokowi menjelaskan di acara tersebut, saat ini Badan Narkotika Nasional (BNN) hanya mampu merehabilitasi 18 ribu pecandu narkotik per tahun. Sedangkan yang harus direhabilitasi, kata Jokowi, mencapai 4,2 s/d 4,5 juta pecandu. 

"Paling tidak BNN perlu waktu 200 tahun untuk merehabilitasi seluruh pecandu. Itu pun dengan catatan tak ada penambahan pecandu," ujar Jokowi ditempat yang sama.

Demi mengendalikan jumlah pecandu narkoba, Jokowi meminta BNN dan seluruh pemerintah daerah mengoptimalkan seluruh gedung pemerintah sebagai tempat rehabilitasi. . 

Tahun 2015, Jokowi sebagai Presiden RI sudah melihat masalah negeri ini dalam pengendalian pecandu. Namun di tahun-tahun setelahnya, IPWL seperti belum dirasakan oleh masyarakat.

Dilansir dari portal resmi Ombudsman RI (DI SINI),  Ninik Rahayu, anggota Ombudsman RI di Batam Centre, Jumat (28/6/2019) mengungkapkan "Kita bisa lihat di lembaga pemasyarakatan atau rumah tahanan, 70 persen penghuninya terjerat kasus Narkoba".

Menurutnya masyarakat belum sepenuhnya memahami akses rehabilitasi narkoba, baik dari segi informasi, jaminan hukum serta keterjangkauan biaya.

Tambahnya, pada tahun 2018, ORI menemukan penyebab mengapa IWPL belum menjadi pilihan alternatif bagi pecandu Narkoba. Hal ini karena masyarakat belum paham IPWL.

Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai leader dalam pengendalian jumlah pecandu selaras dengan Ombudsman, Idealnya, para penyalahguna narkoba itu perlu dipulihkan dari masalah adiksinya melalui upaya rehabilitasi. 

Fakta yang tidak bisa dipungkiri saat ini adalah, masih banyak penyalah guna narkoba akhirnya berakhir di penjara. Imbasnya, mereka justru naik kelas dari yang tadinya hanya sebagai pengguna malah menjadi jadi pengedar ataupun bandar. 

Polemik penerapan pasal 127 UU No.35 Tahun 2009 tentang narkotika masih terjadi hingga saat ini. Penanganan yang tidak proporsional pada sebuah kasus penyalahgunaan narkoba bisa berdampak pada banyak hal, salah satunya over kapasitas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).

Dilansir dari portal resmi BNN (DI SINI), saat Kepala BNN, Drs Heru Winarko, S.H menjadi narasumber dalam kegiatan coffee morning Sinergitas BNN, Penyidik dan Penuntut Umum Dalam penerapan pasal 127 UU No.35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, di BNN, Kamis (7/2/2019) mengatakan Tim Asesmen Terpadu (TAT)  memiliki peran yang sangat sentral. Melalui TAT, tersangka yang ditangkap bisa ditentukan, apakah hanya penyalah guna ataukah termasuk dalam kategori pengedar dan bandar. 

Pada dasarnya, langkah nyata dalam penanganan penyalahguna narkoba ke dalam lembaga rehabilitasi, terdapat 7 instansi terlibat yaitu MA, Kemenkumham, Kejaksaan RI, Kepolisian, BNN, Kemenkes, dan Kemensos

Paradigma masyarakat terhadap pecandu narkoba, menyulitkan pemerintah untuk merangkul penyalah guna dan pecandu Narkoba datang ke tempat IPWL. Masyarakat masih enggan untuk melaporkan diri sebagai pecandu karena takut terkena pidana. IPWL belum laku, disamping terbatas fasilitas, masih banyak masyarakat yang belum mengerti fungsi IPWL.

Bila masyarakat umum membaca kepanjangan IPWL - Institusi Penerima Wajib Lapor terdengar begitu berbau hukum. Pecandu yang sukarela datang / dibawa keluarganya untuk di rehabilitasi bagaikan orang yang melawan hukum dan mereka wajib melaporkan diri. Ada baiknya IPWL diganti dengan istilah yang lebih soft, misal ; Institusi Pemulihan Pecandu Narkoba (IPPN).

Salah-satu kendala lainnya bagaimana keluarga pecandu narkoba untuk memenuhi persyaratan pembiayaan IPWL yaitu Peraturan Menteri Kesehatan RI No 4 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib Lapor.

Pada Pasal 11 (1) berbunyi pembiayaan penyelenggaraan pelayanan di IPWL bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan Narkotika warga negara Indonesia yang tidak mampu yang dibebankan pada anggaran Kementerian Kesehatan didasarkan pada kiteria sebagai penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

Baca juga : Peraturan Menteri Kesehatan RI No 4 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib Lapor.

Bila kita berfikir secara logika, pecandu narkoba merupakan individu yang sulit lepas dari adiksi barang haram tersebut. Kecenderungan pecandu akan enggan secara sukarela melaksanakan rehabilitasi narkoba. Sebagian besar dari mereka perlu dipaksa untuk di rehabilitasi. Itu kenapa banyak pecandu narkoba yang ditangkap Polisi atau diamankan saat penggerebekan

Mereka (pecandu) seperti PSK, anak jalanan, pengemis yang perlu dipaksa untuk masuk panti sosial. Masyarakat yang masuk kategori masalah sosial ini sama seperti pecandu, enggan untuk hidup normal dan harus dipaksa masuk panti sosial. Mereka akan tersadar manfaat rehabilitasi setelah menjalani program dalam kurun waktu tertentu.

Jadi, bagi pecandu dengan berbagai status sosial baik sukarela atau dipaksa masuk rehabilitasi narkoba sebaiknya tidak perlu menggunakan persyaratan seperti masyarakat kategori miskin / tidak mampu. Apakah banyak pecandu narkoba memiliki jaminan kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) ?

Pendaftaran Bagi Penerima Bantuan Iuran (PBI) melalui Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak mampu yang menjadi peserta PBI dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang statistik (Badan Pusat Statistik), yang diverifikasi dan divalidasi oleh Kementerian Sosial.

Selain peserta PBI yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, juga terdapat penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan SK Gubernur/Bupati/Wali Kota bagi Pemda yang mengintegrasikan program Jamkesda ke program JKN.

Menteri Sosial telah menetapkan kriteria dan pendataan fakir miskin dan orang tidak mampu melalui Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 146/HUK/2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu.

Ada beberapa kriteria warga miskin penerima kartu JKN-KIS PBI diantaranya :

  1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang
  2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan
  3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.
  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
  6. Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan.
  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah
  8. Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu.
  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
  10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari
  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik
  12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
  13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD.
  14. Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya

Bagi pecandu narkoba unuk membuat Kartu JKN-KIS PBI perlu menyiapkan berberapa dokumen, diantaranya ;

  1. KK dan KTP seluruh anggota Keluarga.
  2. Surat Keterangan tidak Mampu pengantar dari RT, RW Kelurahan kemudian ke menuju kecamatan untuk dibuatkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM).
  3. Surat pengantar dari puskesmas untuk daftar sebagai peserta BPJS PBI
  4. Tidak perlu rekening bank.

Adapun langkah-langkah prosedur atau langkah-langkah membuat Kartu BPJS PBI

  1. Siapkan Fotocopy KK dan KTP minimal 2 rangkap untuk antisipasi
  2. Minta surat pertanyaan tidak mampu dari RT dan RW dan kelurahan setempat
  3. Membaut SKTM ke Kecamatan dengan membawa surat pernyataan dari kelurahan.
  4. Pergi ke dinas sosial, dengan membawa berkas di atas, dari dinas sosial pendaftaran BPJS anda akan diurus sampai anda mendapatkan kartu BPJS PBI atau kartu KIS.

Sepertinya harus adanya satu pemikiran dengan Presiden RI mengenai pengendalian pecandu narkoba. Presiden RI, Jokowi menginginkan penurunan jumlah pecandu untuk menyelamatkan generasi. Bawahannya pun harus menyesuaikan dengan visi misi Presiden RI mengenai pengendalian jumlah pecandu dengan rehabilitasi narkoba.

Para birokrat jangan mempersulit mimpi Presiden RI untuk mengurangi jumlah pecandu dengan berbagai peraturan / dalih peraturan yang menghambat. Para pecandu narkoba tidak seperti orang sakit pada umumnya yang berfikir bila nanti saya sakit saya harus ke fasilitas kesehatan. Jangan samakan pecandu dengan orang bukan pecandu yang akan berinisiatif harus memiliki kartu JKN-KIS dan jika sakit saya ke fasilitas kesehatan. 

---------------------------

Salam hangat Blogger Udik dari Cikeas - Andri Mastiyanto
Instagram I Twitter I web I Email : mastiyan@gmail.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun