Mohon tunggu...
Myrna Fitria
Myrna Fitria Mohon Tunggu... Human Resources - Aku Berfikir dan Aku Berasa

12 Tahun Profesional Banker. 6 Tahun Profesional SOE. Author Buku Hunian Nawacita Rakyat Bahagia dan I Am A Leader; Memimpin di Era 4.0

Selanjutnya

Tutup

Healthy

BPJS yang Sedang Kebingungan

8 November 2019   01:14 Diperbarui: 9 November 2019   04:49 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BPJS itu apa sih, apakah insurance company? Jelas bukan.
Apakah BUMN? Bukan juga, karena BPJS langsung dibawah Presiden bukan dibawah KBUMN.
Jadi BPJS tugasnya apa? Sudah pasti Bukan Cari Untung, tapi sebagai kepanjangan tangan negara untuk menjamin Pelayanan Kesehatan delivered bagi seluruh rakyat sesuai amanah UU. Artinya kegiatannya Manajemen layanan kedokteran (medical services). Sementara Kemenkes tugasnya Manajemen kesehatan masyarakat (public health management).
Sehingga yang perlu menjadi salah satu realisasi programnya, mengembalikan Puskesmas ke fitrahnya, untuk menjalankan fungsi asalnya, yakni menjaga atau meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya. Artinya Puskesmas bukan tempat mengobati orang sakit. Jaman dulu fungsi pengobatan di Puskesmas (Balai Pengobatan) hanya numpang saja, karena fasilitas berobat seperti RS, Klinik Pemerintah dan swasta masih jarang. Itupun bukan tugas utama Puskesmas. BP hanya salah satu dari Belasan Tupoksi Puskesmas. Masak sekarang sudah lebih dari 70 tahun sejak Indonesia merdeka masih sama perlakuannya?

Hal tersebut mengakibatkan:
1. Puskesmas tidak fokus menjalankan fungsi utama meningkatan derajat kesehatan masyarakat. Inilah salah satu penyebab masalah stunting, kurang gizi, penyakit infeksi kuno malah bermunculan.
Ini penyakit negara terbelakang. Tapi kenapa terjadi? Karena hal tersebut terkait peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang tidak menjadi fokus Puskesmas. Penyakit Tidak Menular yang saat ini menjadi beban BPJS juga merupakan akumulasi kurangnya fokus peningkatan derajat kesehatan masyarakat.  

2. Fasilitas pengobatan swasta berteriak karena market mereka dimakan Puskesmas.

Dengan mengembalikan Puskesmas kepada fitrahnya, mudah -mudahan double costing akan banyak berkurang. Misalnya, belanja obat. Saat ini BPJS mengeluarkan biaya belanja obat dalam bentuk kapitasi ke Puskesmas. Sedangkan Kemenkespun masih meminta uang negara untuk belanja obat yang juga diberikan ke Puskesmas atau RS. Nilainya saja sudah sekitar 2T.


Sekarang bisa dibayangkan bagaimana menderitanya bisnis kesehatan swasta yang harus menanggung:


1. Biaya modal investasi. Puskesmas = Nol karena dibiayai negara.
2 Biaya obat tinggi karena harus mencari sendiri obat dengan harga sesuai mekanisme pasar. Puskesmas = Gratis dari Kemenkes dan mendapat previledge supply obat biaya murah produksi BUMN farmasi.
3. Biaya SDM. Puskesmas = Nol karena PNS.


Yang terjadi akhirnya banyak fasilitas kesehatan swasta terpaksa menekan biaya produksi dengan mengorbankan dokternya, contohnya memberikan gaji rendah atau beban kerja berlebihan. Ujungnya masyarakat tidak mendapat layanan kesehatan berkualitas. Misalnya satu pasien hanya dapat dilayani dalam hitungan beberapa menit saja. Bahkan bisa jadi pasien tidak diperiksa, hanya ditanya saja dan diberi obat seadanya. Inilah sebenarnya salah satu PR besar Menkes, memberi kesadaran kepada jajarannya harus siap mengurangi sebagian kerjanya dan budget yang akan mereka terima.

Hal lain yang membuat semakin ruwet adalah hubungan antara Kemenkes (Dirjen Pelayanan Kesehatan) dengan BPJS yang independen dibawah Presiden. Seolah - olah keduanya saling mendukung untuk membuat aturan yang menguntungkan BPJS saja tanpa memikirkan dampaknya ke RS dan masyarakat. Misalnya mengenai klasifikasi RS.  

Apabila BPJS menjalankan sesuai fungsinya, semestinya, jika ditemukan ada RS yang dibawah standar tugas BPJS adalah membantu menjembatani komunikasi dan memikirkan solusi bagaimana agar standar terpenuhi. Tapi yang dilakukan BPJS adalah meminta Kemenkes membuat sistem Klasifikasi RS Baru, yang membuat banyak RS harus ter down grade dengan mencitrakan seolah - olah BPJS dan Kemenkes sedang menjalankan Quality Assurance, sehingga terjadi efisiensi costs (menurut BPJS). Akibatnya RS dirugikan dengan terpaksa harus menerima harga satuan yang lebih rendah dari sebelumnya. Dampak akhirnya kembali ke masyarakat yang tidak bisa mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas.  

Mudah - mudahan Pak dr. Terawan yang berasal dari luar lingkaran selama ini dapat melaksanakan transformasi sistem kesehatan nasional yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun