Mohon tunggu...
Raka Siwi
Raka Siwi Mohon Tunggu... Editor - Professional Couch Potato

Ya, jadi begini

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manifestasi Demokrasi dalam Dukungan Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Bali

10 April 2016   20:59 Diperbarui: 10 April 2016   21:12 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Demokrasi adalah bentuk sistem pemerintahan yang setiap warganya memiliki kesetaraan hak dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah kehidupan (pengertian.org, 2015). Dengan demikian, demokrasi memiliki pengertian bahwa rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara. Rakyat memiliki wewenang untuk berpartisipasi dalam pembentukan pemerintahan dan pemerintah bertanggung-jawab terhadap rakyat. Berdasarkan pengertian kecil tersebut, negara yang menganut sistem demokrasi sudah seharusnya melibatkan rakyat dalam menciptakan keputusan yang bersifat publik.

Rakyat yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam suatu negara tercermin dalam slogan yang dikemukakan Abraham Lincoln : “Dari Rakyat, Oleh rakyat, Untuk Rakyat”. Prinsip demokrasi yang berhaluan terhadap kedaluatan rakyat, memberikan rakyat ruang untuk memberikan aspirasi, opini atau pemikiran serta dilibatkan untuk proses musyawarah dengan pemerintah. Bentuk demokrasi yang paling umum dikenali adalah partisipasi rakyat dalam pemilihan umum pemimpin daerah. Namun, demokrasi tidak hanya pemilu, demokrasi melibatkan rakyat dalam pengambilan keputusan. Salah satu bentuk nyata demokrasi adalah hak rakyat untuk mengeluarkan pendapat, dimana rakyat memiliki aspirasi yang dapat disampaikan dan dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan pemerintah.

Penerapan demokrasi dimana rakyat dapat secara bebas memberikan aspirasi terlihat dalam kasus Reklamasi Teluk Benoa, Bali.  Kasus Reklamasi Teluk Benoa yang terletak di Bali masih menjadi bahan perbincangan saat ini karena adanya penolakan yang dilakukan oleh rakyat Bali. Rencana reklamasi dilatar-belakangi oleh Pulau Pudut yang belakangan nyaris tenggelam akibat perubahan alam dan meresahkan rakyat Teluk Benoa. Hal ini disebabkan adanya kekhawatiran akan gelombang besar yang memungkinkan langsung menerjang pesisir barat Teluk Benoa dimana gelombang tersebut tidak bisa dihalangi oleh Pulau Pudut. Jika Pulau Pudut bisa dikembalikan lagi keberadaannya melalui reklamasi, maka harapan warga Teluk Benoa adalah selain terhindar dari bencana alam berupa gelombang besar atau tsunami, rencananya di lahan Pulau Pudut akan dibangun sejumlah fasilitas seperti sekolah, puskesmas dan konservasi penyu.  

Reklamasi disini merupakan salah satu upaya untuk membentuk dataran baru dalam rangka memenuhi kebutuhan lahan dengan cara menimbun kawasan pantai, dan salah satu upaya pemekaran kota (Ni’am dalam Rossaanty, 1999 : 2). Reklamasi Teluk Benoa, Bali menjadi kontroversi sejak dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Gubernur Made Mangku Pastika, Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang Pemberian Izin dan Hak Pemanfaatan Pengembangan dan Pengelolaan Perairan Teluk Benoa seluas 838 hektar yang diberikan kepada PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Upaya untuk melakukan reklamasi Teluk Benoa, Bali juga mendapat restu dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada masa akhir jabatannya. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 51 Tahun 2004 yang mengijinkan reklamasi dilakukan di wilayah konservasi Teluk Benoa.    

Keputusan akan Reklamasi Teluk Benoa ini bukan tanpa penolakan. Rakyat Bali ramai-ramai memberikan aspirasinya untuk menolak adanya Reklamasi di Teluk Benoa. Penolakan akan reklamasi dilakukan karena berkaitan dengan isu lingkungan, dimana reklamasi nantinya akan menghancurkan habitat dan ekosistem Teluk Benoa. Reklamasi diyakini akan menyebabkan peningkatan padatan tersuspensi serta sedimentasi di habitat terumbu karang sehingga dapat mematikan polip karang dan merusak terumbu karang di kawasan sekitarnya (forbali.com, 2014). 

Secara sistemik perusakan terumbu karang tersebut akan berdampak langsung terhadap rusaknya jejaring terumbu karang ataupun keanekaragaman hayati yang lain, khususnya koneksitas “Kawasan segitiga emas” yaitu kawasan Candi Dasa dan Nusa Penida. Reklamasi yang akan dilakukan guna pembuatan pulau-pulau baru akan menghilangkan fungsi dan peruntukan Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi. Selain itu, reklamasi diyakini akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di kawasan perairan sekitar Teluk Benoa. Kehidupan masyarakat lokal yang dihidupi oleh kegiatan nelayan dan sektor jasa pariwisata lokal akan terancam hilang lewat adanya reklamasi.

Aspirasi rakyat Bali dalam menolak Reklamasi Teluk Benoa terlihat dari berbagai aksi penolakan. Beberapa aksi penolakan tersebut antara lain pemberitaan yang berjudul “Ribuan Warga Bali Berdemo Tolak Reklamasi Teluk Benoa” yang terdapat pada portal berita online Tempo.co. Dalam aksi tersebut, ribuan rakyat Bali dari berbagai kelompok berdemonstrasi menolak reklamasi Teluk Benoa. I Wayan “Gendo” Suardana, Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) mengatakan bahwa seluruh desa adat di pesisir menolak reklamasi Teluk Benoa, sehingga secara aspek sosial dan budaya tidak ada lagi alasan tim komisi penilai amdal yang menyatakan reklamasi PT. TWBI itu layak (Setiawan, Bram. 2016). Adapula pemberitaan yang terdapat di liputan6.com yang berjudul “Tolak Reklamasi Teluk Benoa, Masyarakat Bali Datangi Menteri Susi”. Dalam aksi penolakan ini, 

sejumlah pemuka masyarakat Bali mendatangi kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait penolakan atas reklamasi Teluk Benoa, Bali. Kepala Desa Pemogan, Denpasar, Bali, mengatakan Reklamasi Teluk Benoa akan mencederai kegiatan spiritual umat Hindu. Pasalnya, lima aliran sungai bertemu di Teluk Benoa dan dianggap suci sehingga tak boleh dirusak. 

“Aliran sungai, pertemuan sungai kawasan suci karena untuk aktivitas adat. Teluk pertemuan lima aliran sungai, Teluk Benoa, aliran suci, sehingga harus dijaga dan tak boleh dirusak” katanya (Afriyadi, Achmad. 2016). Terpisah, Menteri Susi menegaskan apa pun pembangunan mesti mempertimbangkan aspek lingkungan serta aspek sosial. “Saya tidak tahu ke depan seperti apa. Apa pun pembangunan tidak merugikan kepada lingkungan dan masyarakat” tandas dia.

Adanya dukungan dari berbagai media massa untuk meliput dan memberitakan mampu menyebarluaskan informasi terhadap masyarakat luas. Dengan adanya penyebarluasan informasi tersebut, hal ini menjadi salah satu bentuk dukungan terhadap rakyat Bali dalam menolak Reklamasi Teluk Benoa. Selain adanya dukungan media massa untuk melakukan peliputan dan pemberitaan, terbit pula petisi online untuk menolak Reklamasi Teluk Benoa. 

Petisi online yang terdapat dalam website www.change.org dengan judul “Pak @Jokowi, Segera Batalkan Perpres 51 Tahun 2014” merupakan petisi yang berupaya untuk menolak Reklamasi Teluk Benoa Bali. Petisi yang diinisiasi oleh musisi Superman Is Dead, Navicula, dan Nosstress berupaya untuk mengetuk hati Presiden Jokowi untuk memberikan dukungan pada penolakan Reklamasi Teluk Benoa Bali dan menuntut untuk menghapuskan Perpres No 51 Tahun 2014 yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada masa akhir jabatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun