Mohon tunggu...
Rajash Rejava
Rajash Rejava Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Ibuku Pahlawanku, Kartiniku dan Bidadariku (Kisah Lalu yang Memantik Jiwa)

23 April 2015   09:21 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:46 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesungguhnya kematian adalah sangat dekat dengan kita. Dalam hitungan detik, nyawa jutaan orang melayang di dunia ini. Tak ada yang mengetahui dengan pasti kapan dan di mana kita akan meninggal. Maka berbuat baiklah kepada semua orang, selagi kita bisa.

Berikut ini adalah kisah betapa besarnya ketabahan seorang Ibu dalam menghadapi rangkuman setiap kejadian dimasa depan. Tak ada yang tau, siapapun itu orangnya, karena kehidupan adalah misteri.

Kematian itu hampir menghampiriku

3 April 2004 menjadi momen yang takkan terlupakan dalam hidupku. Hari itu langit pagi yang cerah menyimpan seribu misteri masa depan untukku. Kala itu, untuk pertama kalinya aku bersepeda jauh dengan adikku. Tanpa mengenal medan yang hendak ku tempuh. Aku hanya mengkayuh dan terus mengkayuh pedal disepedaku. Hingga tanpa terasa angin telah membawaku melintasi 2 kecamatan di kotaku. Perjalanan lelah itu seolah terbayar dengan keindahan alam yang ada.

Namun siapa sangka, musibah kala itu datang menyapa. Di medan yang curam, aku tak kuasa mengendalikan arah laju sepedaku. Hingga detik demi detik momen itu seolah akan menjadi akhir hidupku. Braaaaak ! Seketika itu sepedaku jatuh, aku langsung melihat adikku tersungkur, tak bergerak layaknya ‘mati’.Aku menghampirinya seraya memegang kepalaku yang terus mengucur mengeluarkan darah segar. Tak berapa lama warga sekitar menghampiri kami berdoa, memberikan bantuan. Membawa kami menuju rumah sakit.

Petir dihari yang cerah

Di lain tempat, seorang ibu dengan naluri alami yang diberi Tuhan gelisah mencari anaknya. Ya benar, beliau adalah Ibu kami. Beliau mencari kami ke berbagai tempat kami biasa bermain. Namun kegelisahan semakin bertambah ketika beliau tak mendapati kami. Perasaan yang semakin berkecamuk menjadi beban tersendiri bagi beliau. Hingga beliau akhirnya memutuskan untuk pulang sejenak, berharap bahwa putranya sudah pulang.

Namun, hal lainlah yang beliau dapati. Beberapa perwakilan dari warga yang menolong kami mengunjungi rumah, mengabarkan bahwa kami mengalami kecelakaan dan sekarang sedang berada di rumah sakit. Semua Ibu pasti tahu bagaimana rasanya mengetahui keadaan kedua anaknya yang tengah sekarat. Luluh lantak, hancur berkeping, apapun itu. Hanya seorang Ibu yang bisa merasakannya. Itulah petir pertama yang datang dihari yang cerah.

Petir datang kembali disaat yang sama

Teringat jelas betapa sedihnya wajah beliau ketika melihat kami berdua, pelukan, tangisan dan ketabahan seolah menggambarkan bahwa kami harus kuat menghadapi cobaan ini. Tajamnya jarum sama sekali tak memberikan rasa sakit. Ketegaran dan kekuatannya memberikan kami pengetahuan akan dalamnya lautan cinta yang Ibu berikan pada kami.

Perkataan Dokter tiba tiba memecahkan keheningan ini. Dokter berkata bahwa rumah sakit ini tak cukup memiliki peralatan yang ada untuk menolong adikku, sehingga adikku harus dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai. Berita ini membuat semua hati seorang Ibu terkoyak, tak terkecuali Ibuku.

Di sisi ini, seorang Ibu tentunya sangat berat untuk berpisah dengan anaknya, namun di sisi yang lain, adikku juga membutuhkan beliau. Ya saya sadar akan pilihan itu, berat. Ya pasti pilihan itu berat sekali. Dan sekali lagi hanya seorang Ibulah yang bisa merasakannya.

Badai belum berakhir

Setelah adikku tak sadarkan diri di ruang ICU selama beberapa hari, beliau mendapati kabar bahwa saya harus dioperasi berdasarkan hasil CT scan. Tentu beliau sangat paham sekali dengan solusi operasi ini. Operasi ini bisa “mengubah” semua masa depan kehidupan anaknya kelak.

Sukses atau tidaknya operasi ini, beliau pasrahkan kepada Tuhan. Doa dan munajat selalu dipanjatkan untuk keselamatan kami berdua. Bukan cuma dari satu Ibu. Tapi dari semua hati Ibu yang mengetahui peristiwa ini. Gema doa tertuang di desa yang ku cintai. Ibuku tahu, Kekuatan doa lah yang bisa memberikan mukjizat kepada keselamatan kedua anaknya. Segenap masyarakat desa memberikan doa kepada kami. Doa yang sangat kami butuhkan.

Terima kasih ibu, dengan cintamu kami hidup. Lebih hidup dari hari sebelumnya. Kami seolah bisa lebih menghargai setiap detik hembusan nafas ini. Kami tau segalanya akan dimintai pertanggung jawaban. Maka doa mu Ibu, adalah kekuatan bagi kami. Semuanya mungkin berubah, tapi yakinlah Ibu, doamu adalah anugerah yang selalu menyertai jalan yang kami tempuh. Berdoalah, maka keajaiban itu akan selalu ada.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun