Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

"The Beekeeper" dan Pentingnya Hati Nurani di Atas Hukum dan Kecanggihan Teknologi

15 Januari 2024   11:07 Diperbarui: 15 Januari 2024   17:04 1866
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ada filosopi penting tentang lebah yang menjadi benang merah film ini. (Dok Amazon MGM Studios via IMDb)

Ketika saya kuliah, salah seorang dosen selalu menanamkan bahwa orang yang akan sukses di masa depan adalah mereka yang menguasai dua hal: bahasa dan teknologi. Oleh karena itu saya mengambil program double degree. Saat siang saya kuliah Teknik Informatika, malam harinya kuliah Bahasa Inggris.

Setelah lulus, pekerjaan pertama yang saya dapatkan adalah sebagai seorang BB (Blackberry) Developer. Tugasnya adalah membuat sistem informasi yang bisa diaplikasikan di perangkat yang menggunakan sistem operasi BB. Ya, saat itu android belum terlalu populer.

Selama bekerja, saya menemukan bug di aplikasi yang terkesan memang disengaja. Hal ini dilakukan agar klien melakukan maintenance terus menerus ke pihak pembuat aplikasi. Biasanya setelah free maintenance selama satu tahun sebagai bagian dari layanan after sales, proses maintenance akan menjadi berbayar.

Dan tentu itu semua dilakukan demi uang, uang, dan uang. Akhirnya saya menemukan keyakinan kalau teknologi itu hanyalah alat semata. Baik buruknya tergantung penggunanya mau dibawa ke mana. Sukses bukanlah milik mereka yang pintar teknologi tapi milik mereka yang punya hati nurani.

Bermula dari kejahatan finansial teknologi

Pengalaman singkat saya tentang celah teknologi yang bisa 'dimanfaatkan', akan berkelindan dengan film terbaru yang baru saja saya tonton, The Beekeeper. Dan ini ceritanya!

Digambarkan sebuah kantor yang bergerak di bidang layanan data pelanggan. Satu orang memakai microfon berdiri di antara banyak orang seraya memandu mereka bagaimana melayani pelanggan dengan baik.


Tapi rupanya yang mereka lakukan adalah pencurian data pribadi dengan modus install aplikasi anti virus terbaru di komputer korban. Calon korban akan dipengaruhi psikisnya agar mengikuti instruksi hingga secara tidak sadar ia memberikan data informasi pribadi yang rahasia.

Setelah mendapatkan informasi tersebut, mereka akan menguras habis uang yang ada di rekening korban. Dan yang menjadi korban adalah seorang nenek tua dengan uang 2 juta dollar AS. Naasnya, uang tersebut adalah milik badan amal yang ia kelola. Sang nenek pun memutuskan bunuh diri.

Kasus tersebut menarik perhatian Adam Clay (Jason Statham), tetangga si nenek sekaligus satu-satunya orang yang menerima dia setelah pensiun dari 'Pawang Lebah'.

Clay memutuskan menghabisi orang-orang yang bertanggung jawab dalam kasus penipuan tersebut.

Aksi adam Clay membakar kantor si penipu(Dok Amazon MGM Studios via reason.com)
Aksi adam Clay membakar kantor si penipu(Dok Amazon MGM Studios via reason.com)

Sutradara David Ayer membuat The Beekeeper berjalan dengan alur yang sangat linear. Dan tidak ada lapisan-lapisan konflik yang berpotensi membuat penonton bingung dengan jalan ceritanya. Walau begitu, bukan berarti The Beekeeper menjadi tidak menarik.

Jualan utamanya memang ada pada pertunjukan one-man-show Jason Statham melawan musuh-musuhnya. Dan perlu diakui, meski saya sudah sering menonton penampilan Jason Statham di banyak film laganya, presence dia sebagai pawang lebah tetap punya kharisma tersendiri. Dan ia mampu menjaga kontinuiti karakternya hingga akhir film.

Ketika saya menonton film ini, sulit untuk tidak teringat pada film Indonesia yang punya line yang sama yakni 13 Bom di Jakarta. Kedua film ini punya protagonis yang sama-sama dikecewakan oleh perusahaan finansial teknologi yang menipu rakyat bawah.

Tapi ada perbedaan yang sangat mencolok. Adam Clay balas dendam kepada semua pihak yang terlibat dalam penipuan. Ia tidak melibatkan warga sipil sama sekali. Sementara Arok dalam 13 Bom di Jakarta, malah melampiaskan pada warga sipil dengan mengebom fasilitas publik. Bukankah harusnya Arok balas dendam pada koperasi yang membuat keluarganya meninggal?

Itulah kenapa saya katakan The Beekeeper ini tetap menarik walau alurnya berjalan dengan linear dan tanpa lapisan plot twist yang mengejutkan. Karena sedari awal, penonton sudah ditanamkan empati pada permasalahan yang dialami oleh si protagonis utama. 

Dengan kata lain, yang coba disentuh The Beekeeper bukan lagi soal megahnya aksi pengeboman, brutalnya aksi pembunuhan, atau strategi mengalahkan lawan, tapi tentang hati nurani yang pasti dimiliki oleh setiap penonton.

Memilih antara hukum atau keadilan

Mencermati narasi-narasi yang dihadirkan oleh Kurt Wimmer selaku penulis naskah, saya melihat The Beekeeper adalah bentuk protes terhadap hukum yang terkadang tidak berpihak pada rakyat bawah.

Ada satu karakter yang juga menjadi kunci utama The Beekeeper. Ia adalah Verona Parker (Emmy Raver-Lampman), agen FBI yang turut serta menyelidiki kejadian pembunuhan yang dilakukan oleh Adam Clay.

Menariknya, Verona Parker atau biasa dipanggil Agen Parker, adalah putri dari si nenek yang bunuh diri karena penipuan di awal film. Dan ia memburu Adam Clay yang notabene sedang membela ibunya. Sungguh ironis bukan?

Agen Parker yang terjebak antara mengikuti hukum atau menegakkan keadilan untuk ibunya. (Dok Amazon MGM Studios via IMDb)
Agen Parker yang terjebak antara mengikuti hukum atau menegakkan keadilan untuk ibunya. (Dok Amazon MGM Studios via IMDb)

Di 13 Bom di Jakarta, ada juga karakter Gita yang bekerja di Badan Kontra Terorisme yang belakangan ia menjadi efek kejut bagi penonton karena ternyata Gita adalah adik Arok si teroris.

Inilah kelemahan naskah film kita yang kebanyakan menghamba pada plot twist. Padahal yang sebaiknya digambarkan bukanlah soal 'oh si A ternyata begini, si B ternyata begitu', tapi bagaimana si A bisa begini, si B bisa begitu.

Kalaupun pada akhirnya si karakter itu memilih satu dari sekian opsi yang mereka punya, penonton bisa paham apa motivasinya. Sama seperti Agen Parker yang mengakhiri perburuannya terhadap Adam Clay dengan membiarkannya pergi. Ia lebih memilih keadilan untuk ibunya daripada mengikuti hukum yang mengikat dalam pekerjaannya.

Tapi apakah kita jadi menghakimi dan atau menyalahkan pilihan Parker? Saya yakin tidak! Karena penonton sudah diberikan gambaran proses perjalanannya sebelum sampai pada kesimpulan akhir.

Well, tindakan yang dilakukan Adam Clay mustahil terjadi jika negara punya perlindungan hukum yang baik atas keamanan data pribadi. Tapi kenyataannya (seenggaknya yang tergambar dalam The Beekeeper), negara atau orang-orang di sekitar lingkaran istana malah terlibat. Sehingga pelaku-pelaku penipuan ini masih tetap bisa berkeliaran bebas dan terus menerus mencari korban baru.

Cermati dialog di adegan ini, singkat tapi sangat filosopis/imdb.com
Cermati dialog di adegan ini, singkat tapi sangat filosopis/imdb.com

Urusan laga, The Beekeeper memang akan sangat memuaskan para pencinta film laga kriminal. Tapi buatku, The Beekeeper lebih dari sekadar suguhan laga yang menawan dan brutal. Ia lebih dalam dari itu. Yakni tentang bagaimana hati nurani tetap dikedepankan meskipun sedang berada di dalam kekuasaan. Dan itu ditunjukkan di akhir film lewat karakter sang Presiden.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun