Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Rekoleksi Memori, Suatu Hari di Ramadan Tahun 2000

2 April 2023   11:01 Diperbarui: 2 April 2023   11:04 735
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi membangunkan sahur dengan peralatan seadanya/anakui.com

Sungguh betapa mulianya perjuangan para ibu yang bangun lebih dahulu dari keluarganya, lalu menyiapkan segala makanan untuk disantap bersama.

Sebelum makan, ayah memimpin doa bersama. Saya dan kedua kakak saya khidmat mengikuti doa seraya mengaminkannya dalam hati. Sementara kedua adik saya yang masih mungil-mungil masih terlelap dalam tidurnya.

Selepas makan ayah segera bergegas pergi ke pasar. Kata ayah, di pagi hari banyak pembeli di pasar. Banyak orang-orang belanja untuk kebutuhan dapur. Ayahpun meninggalkan rumah sebelum subuh.

Sementara saya dalam keadaan masih mengantuk, menunggu azan subuh berkumandang. Di tangan saya sudah ada 'buku Ramadan' yang harus ditandatangani oleh imam/ustad sebagai tanda saya melaksanakan salat subuh di masjid dan mengikuti kuliah subuh.

Saya berebut antrean dengan Bani dan Yora agar bisa mendapat tanda tangan lebih dulu. Tentunya agar saya bisa tidur lebih cepat.

Matahari kian memancarkan panas tipis-tipis. Jam sembilan pagi saya sudah terbangun. Hari itu hari libur sekolah. Saya dan teteh (kakak perempuan) harus pergi ke pasar gantian dengan ayah yang sudah sejak dini hari berada di pasar.


Jam sebelas siang saya tiba di pasar. Kini giliran kami yang jaga lapak dagangan. Ayah pulang untuk beristirahat sejenak.

Matahari semakin terik, tapi orang-orang yang berlalu lalang di hadapan kami seakan tak ada habisnya. Sebagian ada yang melewati kami begitu saja, tapi sebagian lagi ada yang berhenti dan mengajak kami mengobrol. Tentunya mereka tak sekadar mengobrol, tapi juga membeli dagangan kami.

Zuhur pun tiba. Kami bergantian ke mushola belakang gudang untuk salat. Saya masih ingat, ketika itu saya salat diimami oleh tukang cendol yang gelar lapaknya tepat di sebelah lapak saya.

Sehabis salat, abang tukang cendol ini menawari saya satu plastik cendol. Katanya gratis. Dan nggak apa-apa berbuka di siang hari. Kata si abang, anak-anak sudah bagus bisa berpuasa setengah hari.

Ketika teteh saya giliran salat, saya pun minum es cendol yang diberikan. Rasanya benar-benar nikmat. Di tengah panas matahari yang sedang dalam puncak-puncaknya, es cendol adalah oase terbaik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun