Dalam konteks ketimpangan gender, Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai sistem nilai yang dapat dijadikan cermin etika sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila memberikan arah moral dan ideologis dalam mewujudkan kesetaraan, termasuk dalam hal gender. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, menegaskan bahwa setiap manusia memiliki kedudukan yang setara di hadapan Tuhan. Tidak ada perbedaan nilai kemanusiaan hanya karena seseorang terlahir sebagai laki-laki atau perempuan. Hal ini meneguhkan bahwa diskriminasi gender sangat bertentangan dengan prinsip ketuhanan yang mendasari sila pertama. Kemudian, pada sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, sangat jelas menolak segala bentuk ketimpangan, termasuk yang berbasis gender. Sila ini menekankan bahwa setiap manusia, tanpa memandang jenis kelamin, memiliki hak untuk diperlakukan secara adil dan bermartabat. Masyarakat yang beradab adalah masyarakat yang menjunjung tinggi kesetaraan, bukan yang mempertahankan diskriminasi dan subordinasi terhadap kelompok tertentu. Selanjutnya, sila ketiga, Persatuan Indonesia, juga tidak dapat dilepaskan dari isu kesetaraan gender. Persatuan tidak akan tercapai bila ada sebagian kelompok, dalam hal ini perempuan, yang tidak mendapatkan hak dan kesempatan yang sama. Bangsa ini tidak akan bisa maju secara utuh jika separuh dari penduduknya tertinggal dalam berbagai aspek kehidupan, baik pendidikan, ekonomi, maupun politik. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, menekankan pentingnya demokrasi yang inklusif. Dalam masyarakat yang demokratis, semua suara harus didengar, termasuk suara perempuan. Tanpa keterwakilan perempuan dalam proses pengambilan keputusan, baik di level komunitas maupun pemerintahan, maka pandangan dan kebutuhan perempuan tidak akan terakomodasi secara adil. Akibatnya, proses permusyawaratan kehilangan keadilan substansialnya karena hanya mencerminkan perspektif hanya dari sebagian kelompok. Akhirnya, sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menjadi puncak dari nilai-nilai Pancasila yang paling relevan dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Sila ini mengamanatkan adanya kesetaraan hak, kesempatan, dan perlakuan bagi seluruh rakyat, tanpa diskriminasi. Kesetaraan gender adalah salah satu indikator penting dalam mewujudkan keadilan sosial. Jika perempuan masih tertinggal, disingkirkan, atau dinomorduakan, maka keadilan sosial belum sepenuhnya benar-benar terwujud.
Ketimpangan gender bukan hanya tentang siapa yang lebih diuntungkan atau dirugikan, tetapi soal nilai-nilai dasar yang belum benar-benar kita hikmatkan. Di sinilah pentingnya menjadikan Pancasila bukan hanya sekadar simbol atau hafalan semata, melainkan sebagai suatu pedoman dalam kehidupan kita sehari-hari. Ketika lima sila dalam pancasila benar-benar dijalankan, kita memiliki peluang besar untuk meruntuhkan sistem patriarki dan membangun ruang yang lebih adil untuk seluruh rakyat Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI