Mohon tunggu...
Rahula Hananuraga
Rahula Hananuraga Mohon Tunggu... Dosen Ilmu komunikasi Institut Nalanda

Belajar terus demi tercapainya bangsa yang makmur

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menilai karakter manusia: Perspektif Ilmiah dan Kebijaksanaan Buddhis

5 Oktober 2025   22:21 Diperbarui: 5 Oktober 2025   22:21 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Menilai karakter manusia merupakan salah satu hal yang paling kompleks dalam kehidupan sosial. Setiap manusia memiliki kepribadian, nilai, dan kecenderungan yang berbeda. Dalam keseharian, penilaian terhadap karakter seseorang sering kali menjadi dasar dalam membangun kepercayaan, menentukan hubungan, bahkan mengambil keputusan moral dan sosial. Namun, sejatinya menilai karakter bukanlah hal yang sederhana; ia memerlukan kebijaksanaan, kepekaan, serta pemahaman mendalam tentang hakikat manusia.

1. Pandangan Para Ahli tentang Karakter Manusia

a. Aristoteles

Filsuf Yunani ini menyatakan bahwa karakter adalah hasil dari kebiasaan. Dalam bukunya Nicomachean Ethics, Aristoteles menekankan bahwa kebajikan (virtue) bukanlah sesuatu yang diwariskan, melainkan hasil dari tindakan yang terus diulang. Dengan kata lain, seseorang tidak dapat dikatakan berkarakter baik hanya karena berbicara tentang kebaikan, tetapi karena ia melatih dirinya berbuat baik secara konsisten.

> "Kita menjadi adil karena melakukan tindakan yang adil." --- Aristoteles

Dari pandangan ini, menilai karakter berarti melihat perilaku berulang seseorang, bukan hanya kata-kata atau kesan pertama.

b. Sigmund Freud

Freud melihat karakter sebagai hasil dinamika antara tiga unsur dalam diri manusia: id, ego, dan superego. Karakter seseorang mencerminkan sejauh mana keseimbangan antara dorongan naluriah (id), pertimbangan rasional (ego), dan nilai moral (superego) terjaga. Menilai karakter dari perspektif psikoanalisis berarti memahami konflik batin yang mendorong perilaku seseorang.

c. Carl Gustav Jung

Jung memperkenalkan konsep persona (topeng sosial) dan shadow (bayangan atau sisi gelap kepribadian). Ia menegaskan bahwa setiap manusia memiliki sisi baik dan sisi gelap. Karakter sejati seseorang baru tampak ketika ia mampu mengakui dan mengendalikan sisi gelap dirinya, bukan sekadar menampakkan citra baik di hadapan orang lain.

> "Tidak ada pencerahan tanpa kesadaran terhadap kegelapan." --- Carl Jung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun