Duka mendalam menyelimuti Kampung Padangenyang, Desa Cianaga, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi. Seorang balita bernama Raya (3) meninggal dunia pada 22 Juli 2025 setelah sembilan hari menjalani perawatan di rumah sakit. Tubuhnya dipenuhi cacing gelang, dan sejak masuk rumah sakit, ia terkendala karena tidak memiliki identitas maupun jaminan kesehatan.
Raya lahir dan tumbuh dalam kondisi lingkungan yang kumuh. Kedua orang tuanya mengalami gangguan mental sehingga tidak mampu mengurus dokumen kependudukan. Akibatnya, sejak lahir Raya tidak pernah tercatat dalam sistem kesehatan. Ia hanya sempat menjalani pengobatan tuberkulosis, sebelum akhirnya sakit parah dengan demam, batuk, dan pilek.
Kisah tragis ini mencuat setelah komunitas sosial Rumah Teduh mengunggah kondisinya ke publik pada pertengahan Agustus. Relawan sosial Irman Firmansyah menuding pemerintah daerah lalai sejak awal. Menurutnya, birokrasi yang berbelit justru menjadi "pembunuh senyap" bagi rakyat miskin. "Rumah sakit lebih sibuk menagih biaya ketimbang menyelamatkan nyawa," tegasnya.
Pihak pemerintah desa mengakui bahwa sejak kecil Raya hidup di lingkungan tidak sehat, sering bermain di kolong rumah bersama ayam. Namun keterbatasan dokumen membuat pengobatan terhenti. Baru sehari sebelum Raya meninggal, kartu keluarga dan identitas resminya selesai diterbitkan.
Tim dokter RSUD R Syamsudin SH Kota Sukabumi mengonfirmasi kondisi Raya sangat kritis, dengan tubuh penuh cacing gelang. Meski mendapat perawatan intensif di PICU, nyawanya tidak tertolong.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi kemudian menjatuhkan sanksi berupa penundaan pencairan dana desa untuk Desa Cianaga, karena dinilai lalai memperhatikan warganya.
1. Birokrasi Lambat dan Tidak Proaktif
Identitas Raya baru diurus saat ia sudah sekarat di rumah sakit. Aparat desa dan kecamatan seolah menunggu laporan, bukannya turun langsung mengawasi warganya. Ini menunjukkan sistem kependudukan tidak menyentuh kelompok rentan.
2. Rumah Sakit Lebih Fokus pada Biaya daripada Nyawa
BLUD seharusnya menempatkan keselamatan pasien sebagai prioritas. Alih-alih mencari jalan keluar dengan dana darurat atau mekanisme bantuan, rumah sakit justru membiarkan biaya menumpuk.
3. Program Pemerintah Tidak Menyentuh Akar Masalah