Mohon tunggu...
Rahmawati
Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Nasional

Rahmawati, Mahasiswa Universitas Nasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Esensi Emansipasi Pemikiran RA Kartini bagi Pendidikan Perempuan

30 Juli 2022   22:10 Diperbarui: 30 Juli 2022   22:11 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Esensi pemikiran dari seorang RA Kartini bukanlah terkait pada persoalan derajat perempuan, akan tetapi emansipasi bagi semua kaum yang dilemahkan dan menjadi minoritas. Sosok RA Kartini juga ikut meletakkan pondasi Kebhinekaan dan toleransi dalam arti yang lebih dalam, yaitu persamaan derajat bukanlah hanya persoalan hidup berdampingan tetapi bagaimana kaum mayoritas bisa melindungi dan mengangkat yang lemah. Kemerdekaan Indonesia direbut dengan darah dan keringat, namun kedaulatan Indonesia diraih melalui jalur diplomasi. Gagasan kebangsaan dipicu oleh pikiran dan tulisan. Dalam embrio sebuah revolusi para pemikir, akademisi dan wartawan yang pertama kali ditangkap oleh pemerintah kolonial. Bagi Peringatan Hari Kartini, maknanya sama dengan Hari Kebangkitan Nasional, sama hal makanya dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda. Peringatan-peringatan itu menyadarkan kita bahwa membelenggu pikiran dan kita, bukanlah rantai atau ancaman senjata, tetapi pikiran itu sendiri. Perjuangan Kartini banyak yang mengira ia hanya memperjuangkan hak kaum perempuan. Selain itu, nasionalisme yang digagasnya pun masih sangat konseptual dan tercerai berai dalam tiap pucuk surat sehingga sulit diterjemahkan ke dalam dunia pergerakan. Kartini sejatinya tidak pandang bulu dalam emansipasi. Emansipasi Kartini lahir di tengah dominasi patriarki. Dalam konteks masyarakat Jawa konvensional yang menjadi tempat hidup Kartini, budaya paternalistik yang berkembang di masyarakat akhirnya membagi gender secara diskriminatif dan struktural. Pendidikan dan perempuan, kedua elemen yang berbeda namun tak dapat dipisahkan. Sistem pendidikan jika tak menyertakan perempuan maka itu bukan esensi pendidikan, karena pendidikan adalah bagimana menciptakan keadilan yang humanis. Karena dengan mengalienasi perempuan dari pendidikan, maka sama halnya dengan melanggengkan kebodohan untuk dominasi kekuasaan pada segelintir mahkluk. Salah satu permasalahan yang dianggap paling berat untuk perempuan ialah rekognisi pendidikan untuk perempuan, realitas yang umum dijumpai, perempuan selalu dipandang sebelah mata. Karena pendidikan untuk perempuan tak diterapkan secara fundamental, hanya sebagai formalitas semata atau lebih parahnya jika pandangan bahwa pendidikan untuk perempuan seharusnya tak diberikan sama sekali, agar tunduk pada sistem dan semakin terkungkung dalam penindasan.

Kartini dapat dikatakan sebagai tokoh pembaru di bidang pendidikan perempuan, yang memiliki terobosan dalam mengajarkan pentingnya arti pendidikan bagi perempuan. Perjuangannya tersebut berhasil memberikan perubahan bagi perempuan menuju pemikiran yang lebih maju. Bahwa semestinya perempuan juga harus memiliki peranan penting dalam lingkungan sosial mereka. Perempuan memiliki peranan yang sangat penting dalam hal pendidikan, bahkan pendidikan pertama yang diberikan kepada anak ialah dari seorang ibu. Ibu memiliki andil yang besar dalam melakukan pengembangan potensi anak. Bukan berati tugas mendidik hanya diberikan kepada ibu semata, ayah juga berpengaruh terhadap proses pendidikan anak, namun tidak seotentik seorang ibu. Karena ibu memiliki keterikatan batin yang kuat dengan anak. Ada sebuah pepatah yang mengatakan jika perempuan cerdas akan melahirkan anak-anak yang cerdas pula. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa pendidikan akan berpengaruh dalam pola pikir dalam berkeluarga, cara mendidik anak dan menerapkan prinsip-prinsip keadilan di keluarga. Kesadaran terhadap pentingnya pendidikan terhadap perempuan masih tergolong rendah, tak jarang hal tersebut terjadi pada perempuan itu sendiri. Terkadang perempuan masih terjebak pada zona nyaman yang tak jauh dari dunia gemerlap, terdapat faktor internal dan eksternal sehingga menyebabkan pemikiran yang rabun akan dunia pendidikan. Salah satunya ialah faktor ekonomi yang mengharuskan perempuan tak dapat merasakan senangnya hidup dalam dunia pendidikan. Kekeliruan pemahaman emansipasi saat ini tidak jarang menjadikan perempuan-perempuan yang berkarir tinggi melalaikan perannya di rumah. Akibatnya memunculkan ketida kharmonisan dalam keluarga karena kewajiban tidak dilakukan. Ketidak harmonisan ini bisa menjalar ke berbagai persoalan.

Perempuan masih mendapat tekanan yang beranggapan bahwa kurangnya tingkat produktivitas daripada laki-laki, sekalipun ia dapat menyangkalnya dengan kinerja yang dia berikan. Sehingga cepat atau lambat akan menyebabkan pemudaran pada tingkat kepercayaan dirinya untuk melakukan berbagai tindakan. Padahal sebetulnya, perempuan berpengaruh besar pada setiap proses kehidupan. Perempuan memiliki peran domestik dan peran publik. Dua peran tersebut tidak boleh ditinggalkan salah satunya karena merupakan fitrah dan ada hak kewajiban di sana. Peran domestik perempuan adalah bagaimana ia memanajemen perkara rumah dan rumah tangga, menjadi pendidik bagi anak-anaknya, serta bertanggung jawab kepada kepala keluarga. Sementara itu dalam ranah publik, perempuan boleh melakukan kehidupan sosial, boleh berkontribusi sesuai bidang masing-masing. Perempuan juga boleh mengekspresikan dan mengaktualisasi diri sesuai passion yang dimiliki. Itu semua adalah konstruksi sosial yang menjadikan laki-laki dan perempuan memiliki derajat sama, tanpa ada lagi penindasan atau pengekangan terhadap kaum perempuan. Kartini dapat dikatakan sebagai tokoh pembaru di bidang pendidikan perempuan, yang memiliki terobosan dalam mengajarkan pentingnya arti pendidikan bagi perempuan. Perjuangannya tersebut berhasil memberikan perubahan bagi perempuan menuju pemikiran yang lebih maju. Bahwa semestinya perempuan juga harus memiliki peran. Maka perlu ditekankan jikalau kurangnya pendidikan terutama untuk perempuan, tidak hanya diakibatkan oleh faktor ekonomi namun juga ada pengaruh dari budaya. Padahal berpuluh-puluh tahun yang lalu Kartini mengajarkan pentingnya emansipasi terhadap perempuan, minimal melalui pemberian akses pendidikan secara meluas. Namun dalam praktiknya masih belum berjalan maksimal, sehingga perempuan masih terkungkung dalam sangkar emas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun