Mohon tunggu...
Rahmatullah Usman
Rahmatullah Usman Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar Di Jakfi Nusantara

Membacalah dan Menulis, engkau akan menemukan diriMu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Konstruksi Shadrian: Religiusitas Kebudayaan

19 November 2019   08:56 Diperbarui: 19 November 2019   08:58 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam wadah sebuah masyarakat tidak terlepas dari apek budaya yang di-sandanginya, apa-pun itu ciri khas masyarakt sangat indentik dengan kulturnya, dengan sebuah estafet tradisi yang telah terangkum dalam aspek sosio-kultural, terutama dengan konteks ke-indonesiaan kita.    

Beranjak dari kebudayaan tentu tidak terlepas dari apek epistemology, karya/cipta, manusia, maka budaya lahir dari sebuah pengetahuan, dari kerangka epsitemik manusia mampu mempertahankan budayanya, meski perubahan zaman adalah suatu yang niscaya.

Mengenai kebudayaan dan religiusitas, tidak sertamerta di-pandangan dari aspek interaksi manusia dengan alam dan lingkungannya, hanya bertujuan teknis dan pargmatis semata sama halnya yang telah kita saksikan saat ini.  

Dengan arus modern, akan tetapi budaya merupakan sebuah upaya manusia membangun keseimbangan interna (nafs dan akal), dengan kecenderungan alamiah yang di-miliki manusia, untuk mengarah pada realitas objektif, pandangan ini, muncul pada subtansial manusia, mengenai hakiktanya sebagai subjek budaya.  

Dalam kontruksi Sadrian,dalam tela'ah kajiannya memahami bahwa manusia dari satu titik yang sama, yang artinya bahwa manusia merupakan manifestasi paling sempurana dari penciptaan semnesta. Maka manusia di-anggap memiliki kelebihan, di-bandingkan ciptaan yang lain.  

Maka manusia memiliki tanggung jawab,yang di-amanahi oleh karena manusia mempunyai potensi, akal, fitarah, dan kendak sebagai modal untuk menuju kesempurnaan. Jika kita pandangn manusia dari teori gerak subtansial maka,manusia mempunyai potensi yang beragam, dari hal ini manusia mempunyai sebuah modal untuk bergerak menuju penyempurnaanhya, dan mampu mengenali dirinya dan lingkungan disekitarnya.

Bahasa Muthahhari bahwa: ada nilai dalam diri manusia yang tidak bisa lekang oleh waktu (bersifat tetap) meski-pun ia hipup dalam konteks dan perubahan   zaman yang terus berubah.

Maka dari hal ini ada yang tetap da nada yang berubah, yang tetap ia-lah dalam diri manusia, sebauh kecenderungan untuk menggapai kesempurnaan,yang ada dalam fitrahnya kecebderungan tersebut,ingin mencari kebenaran, mencintai ke-indahan, ke-adilan,dan keterkaitan pada seni dan sastra.

Ini adalah naluri purba yang tidak pernah musnah, persoalnya adalah sampai mana manusia dapat menjaga keseimbangan ini dengan zaman yang terus berubah, dengan budaya yang semakin di-benturkan dengan budaya asing, tentu kita melihat bahwa budaya saat ini, menjadi mines spiritual dan epistemik, pasalnya arus budaya modern mampu membius masyarakat kita untuk meninggalkan indentitasnya sebagai manusia yang berbudaya, spiritual dan etik.  

Penerimaan budaya asing mengakibtakaan masyarakat kita terlepas dari tradisi, arus modern yang begitu kuat, dan masyarakat yang tidak siap menerima arus modern ini, mengakibatkan mereka menerima budaya asing tanpa sebuah dasar untuk memahaminy. Hasilnya, identitas masyarakat kita bukan lagi indentitas yang memerdekaan dirinya, akan tetapi teralineasi di lingkungannya sendiri.

Jika kita melihat aspek ini, bahwa masyarakat telah menghilangkan paraktis ketergantungannnya pada pandangan trasensental.   Yang perhan-lahan di-hapus oleh modernitas, maka pada titik ini-lah manusia membutuhkan pandangan dunia yang mungkin bisa mengembalikan atau meyerap nilai religius sebagai parktek untuk membangun keseimbangan budaya dengan nilai-nilai yang tetap,yang telah kita terangkan di-atas.

Tak pelak lagi bahwa ciri khas budaya dalam perkembangannya mengikiuti perubahan sebuah zaman, maka dalam hal ini ia berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun seperti yang kami terangkan di-atas perubahan ini, membentuk konsep baru terpisahnya ilmu dengan agama.    

Maka dalam pandangan Sadrian ingin mengembalikan lagi kebudayaan dan religiusitas kejantung subjek manusia. kebudayaan dalam arus perubahan zaman ia mengikuti pola yang ikut berubah,maka ia (budaya) harus di-ikat oleh nilai  nilai universal yang tetap yaitu etika, (bahasa muthahhari bahwa etika dan budaya memiliki orientasi yang berbeda,budaya memiliki orientasi teknis dan prktis sedangkan etika memiliki tujuan teoritis dan spiritual).   

Maka hukum yang mengikat suatu budaya tertentu adalah nilai universal dan spiritual, karena budaya tidak terlepas dari ilmu pengetahuan dan teknologi, jika tanpa ada sebuah ketetapan untuk mengkanter perubahan.

Maka manusia tidak akan menemukan eksistensinya dalam hubungan sosio-kultural, seperti keterpisahan antara ilmu pengetahuan dan agama, (Kuntowijoyo mengatakan  satu-satu yang bisa  memanusiakan teknologi dan sains adalah agama).  

Mengenai aspek sprtiual manusia, kita harus menetapkan status ontologis  (tauhid),untuk membicaraka hal ini,dalam gerak subntasila manusia,yang ada pada jiwanya,yang ingin menyempurna.

Untuk mengarahkan masyarakat untuk tujuan hidupnya,namun tidak terlepas dari sibolisasi budayanya, juga tidak tidak terpisah antara ruhani dan jamani, sebagai sarana perjalan manusia, sampai pada tujuannya.  

Gerak menyempurna manusia bagaiaman ia memandangan mengenai aspek, alam, sejarah dan masyarakat,maka ada aspek material dan sosial untuk tujuan manusia, spiritual manusia adalah sebuah gerak jiwa dan akal dalam ikhtiarnya untuk mencapi teoritis spiritual. Kemudian budaya pada peletakkan pada ranah aksiologi,untuk memenuhi kerangka etis, hukum-hukum sosial.  

Dari pengikat suatu budaya seperti yang kami telah terangkan di-atas dalam nilai universal tersebut ia bercorak spiritual, dari kerangkan ini merupakan sebuah epitemologi,

Maka ada nilai objektif dalam sistem budaya yang universal :keadilan, kebenaran, sosial, politik dan ekonomi. Maka mungkin menarik kami istilahkan tauhid semesta akan menjadi realisasi dari budaya, spiritual dan intelektual ini menjadi keharusan jika manusia sampai pada tahap persepsi inteleksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun