Mohon tunggu...
Rahmat Setiadi
Rahmat Setiadi Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan swasta yang suka nulis dan nonton film

Saya suka baca-tulis dan nonton film.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membudayakan Budaya Sensor Mandiri pada Anak dan Remaja (II)

13 Desember 2022   13:50 Diperbarui: 13 Desember 2022   14:03 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Majalah Sensor Film edisi IV 

Sayangnya, meskipun sudah ada  Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak( KPPA), Komnas Perempuan, dan banyak ormas perempuan, kebijakan yang ramah perempuan masih jauh dari yang diharapkan. Oleh karena itu, kata Maria Ulfah, "Prinsip nondiskriminasi perlu dilaksanakan dengan memastikan hadirnya kesetaraan substantif pada tiga level." Ketiga level tersebut adalah kesetaraan akses -- semua diberi ruang yang sama untuk memperoleh akses -- termasuk juga akses perfilman yang berkualitas, kesetaraan berpartisipasi, dan kesetaraan manfaat untuk pemenuhan hak-haknya.

Christina Aryani, SE., SH., MH., anggota Komisi I DPR-RI, mengakui situasi tersebut. Ruang lingkup tugas Komisi I DPR RI meliputi bidang pertahanan, intelijen, luar negeri, komunikasi, serta informatika. Itu sebabnya, di antara 16 mitra kerja Komisi I, selain Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), bergabung pula LSF. 

Meskipun di dalam Undang-Undang Perfilman LSF disebut bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, film dianggap media yang penting dalam konteks ketahanan nasional. Nah, kaitan dengan ketahanan nasional itulah, Christina Aryani menyayangkan lembaga penyiaran saat ini belum sepenuhnya merujuk pada ketentuan Undang-Undang Penyiaran. "Padahal penyiaran merupakan kegiatan komunikasi massa yang berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan sehat, serta kontrol dan perekat sosial," 

Penyiaran termasuk film, sejatinya diselenggarakan dengan tujuan memperkokoh integrasi nasional. "Film yang layak siar adalah yang tidak menyinggung SARA dan tidak mengandung konten pornografi. Sayangnya masih ditemukan isi siaran yang belum memberikan perlindungan bagi anak dan perempuan," ujar Christina 

Menurutnya, itu permasalahan serius. Karena survei LIPI menyebutkan, sepertiga dari 200 remaja suka konten kekerasan. Sementara penelitian The Surgeon General's  Scientific Advisory Comittee on Television and Social Behavior menemukan, anak-anak yang terpapar konten kekerasan, cenderung bersikap tidak peka terhadap kesulitan orang lain, berani bertindak agresif, bahkan membahayakan orang lain.

Lebih parah lagi, dalam penelitian-penelitian itu ditemukan pula, anak dan remaja yang menonton konten seksual, apalagi dengan kekerasan, cenderung berperilaku kasar. Juga akses perfilman yang berkualitas, kesetaraan berpartisipasi, dan kesetaraan manfaat untuk pemenuhan hak-haknya.

"Maraknya konten kekerasan terhadap anak-anak dan perempuan dalam penyiaran dan perfilman Indonesia, menjadi tantangan tersendiri bagi LSF. Apalagi bila LSF dan KPI bersinergi." Ia berharap semoga sosialisasi dan diskusi tentang Budaya Sensor Mandiri sanggup membantu menumbuhkan perilaku sadar dan cerdas dalam memilih dan memilah film yang akan diproduksi dan dipertunjukkan.

"Karena keterbatasan sumber daya, tidak memungkinkan LSF dan KPI melakukan pengawasan terhadap keseluruhan konten film dan siaran. Sehingga sangatlah penting untuk mendayagunakan kesadaran dan partisipasi masyarakat secara langsung dalam memilih dan memilah tontonan sesuai dengan klasifikasi usia," ujar Christina.

Menurut Maria Ulfah Ansor, ada banyak kalangan yang harus berperan dalam mendukung anak-anak mendapat tontonan yang layak. Orang tua berperan memberikan literasi media dan tontonan. LSF dalam kontrol film serta literasi media dan tontonan, sekaligus pengawas. Begitu juga para produser, diharapkan memproduksi film dengan perspektif perlindungan anak.

Sumber tulisan dari Majalah Sensor Dan Film edisi IV serta sumber lainnya.

Baca sebelumnya Membudayakan Budaya Sensor Mandiri Pada Anak dan Remaja I https://www.kompasiana.com/rahmatsetiadi/63972bf5ad02b1582c456632/membudayakan-budaya-sensor-mandiri-pada-anak-dan-remaja-i?utm_source=Whatsapp&utm_medium=Refferal&utm_campaign=Sharing_Mobile

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun