Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Freshgraduate Psikologi UST

Psychology enthusiast, penulis dan pembaca, masih terus mencari definisi "manusia" secara utuh.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenali Crashing Out: Ledakan Emosi yang Tak Layak Jadi Tren

5 Juli 2025   14:08 Diperbarui: 5 Juli 2025   14:08 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber:Pixabay.com/Engin_Akyurt 

Beberapa bulan terakhir, dunia media sosial ramai membicarakan istilah baru: "crashing out." Di TikTok, kamu mungkin pernah melihat seseorang menangis di mobil, tiba-tiba memutuskan untuk tidur seharian, atau mengunggah video ketika merasa mati rasa lalu video itu diberi caption, "Sorry, I'm crashing out."


Fenomena ini menarik simpati, bahkan jadi aesthetic. Namun, di balik estetika kesedihan yang viral itu, ada persoalan serius yang seharusnya tidak dianggap normal atau tren. Crashing out bukanlah gaya hidup, melainkan sinyal bahwa seseorang berada di ambang kelelahan emosional yang parah.

Apa Itu Crashing Out?


Crashing out adalah istilah non-klinis yang digunakan untuk menggambarkan kondisi ketika seseorang mengalami ledakan emosi secara tiba-tiba setelah menahan tekanan psikologis dalam waktu lama.


Emosi yang tertahan ini akhirnya meledak dalam berbagai bentuk: tangisan mendalam tanpa pemicu yang jelas, keinginan kuat untuk mengisolasi diri dari lingkungan sosial, tidur berlebihan akibat kelelahan mental, hingga munculnya kemarahan atau frustrasi yang tidak proporsional terhadap hal-hal sepele.


Dalam konteks psikologi, kondisi ini dikaitkan dengan emotional dysregulation atau ketidakmampuan seseorang dalam mengelola emosi secara sehat, sebagaimana dijelaskan oleh Gross (1998). 

Sering kali, ini menjadi puncak dari burnout atau high-functioning anxiety, ketika seseorang terlihat baik-baik saja dari luar, namun rapuh secara internal (Maslach & Leiter, 2016).


Mengapa Crashing Out Jadi Tren?


Popularitas crashing out tidak lepas dari budaya media sosial yang kerap menampilkan sisi paling emosional seseorang secara terbuka. Di TikTok dan Instagram, muncul tren "terapi publik," di mana pengguna mendokumentasikan momen-momen rentan seperti menangis, marah, atau merasa hampa.


Bagi sebagian orang, ini bisa menjadi bentuk ekspresi diri yang jujur dan bahkan membebaskan. Namun, tak sedikit yang menyebut fenomena ini sebagai bentuk performativitas emosional di mana kesedihan seolah menjadi konten konsumsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun