Generasi Z (Gen-Z), yang lahir antara 1997 hingga 2012, dikenal sebagai generasi adaptif, kreatif, dan penuh semangat inovatif. Namun, ironisnya, banyak dari mereka yang gagal di tahap interview kerja. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2023 sekitar 9,9 juta Gen-Z di Indonesia masuk kategori NEET (Not in Education, Employment, or Training) menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang belum berhasil masuk dunia.
Persepsi Negatif Terhadap Gen-Z di Dunia Kerja
Survei dari ResumeBuilder (2023) menemukan bahwa 74% manajer merasa sulit bekerja dengan Gen-Z, terutama karena persepsi tentang kurangnya keterampilan komunikasi interpersonal dan etos kerja.
Selain itu, survei Intelligent mencatat bahwa 40% perusahaan menganggap Gen-Z "belum siap kerja", dengan alasan kemampuan komunikasi dan ketahanan mental yang dianggap rendah.
Namun, apakah semua itu benar masalah dari sisi Gen-Z saja? Ataukah justru sistem seleksi kerja yang tidak relevan lagi?
Ketimpangan antara Potensi dan Proses Seleksi
Banyak Gen-Z memiliki portofolio nyata, proyek digital, desain grafis, hingga aplikasi inovatif. Namun saat interview kerja Gen-Z, yang dinilai sering kali bukan kemampuan teknis atau kreativitas mereka, melainkan kemampuan berkomunikasi secara formal, kesopanan berbicara, dan kesesuaian dengan budaya perusahaan konvensional.Â
Ini menimbulkan ketimpangan serius antara potensi riil dan standar penilaian yang ketinggalan zaman.
Kelemahan Proses Interview Kerja Gen-Z Saat Ini