Mohon tunggu...
Rahmad Alam
Rahmad Alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa psikologi UST, suka menulis dan rebahan.

Seorang mahasiswa fakultas psikologi universitas sarjanawiyata tamansiswa yogyakarta yang punya prinsip bahwa pemikiran harus disebarkan kepada orang lain dan tidak boleh disimpan sendiri walaupun pemikiran itu goblok dan naif sekalipun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Resesi Seks atau Seks yang Makin Teralienasi?

24 Desember 2022   19:08 Diperbarui: 26 Desember 2022   01:15 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga (Dok. Shutterstock/Tom Wang)

Insting seksual adalah salah satu insting eros jika memakai teori psikoanalisis-nya Sigmund Freud, insting yang membuat manusia mempertahakan hidupnya. 

Lebih jauh lagi, menurut Freud pemuaasan seks pada zona erogenous (zona pemuas rangsangan seksual) dapat meredakan sementara stres atau neurotik. 

Psikoseksuaal Freud memang sedikit kontroversial terutama saat menyangkut seksualitas pada anak-anak dan oedipus complex (suka kepada ibu atau orang tua sebagai objek seksual).

Dalam teori humanisme Abrahama Maslow khususnya pada konsep Piramida Kebutuhan-nya, memasukan kebutuhan seks sebagai kebutuhan fisiologis yang berada paling dasar pada piramida kebutuhan. 

Hal tersebut membuat sebelum aktualisasi diri dipenuhi, harus terlebih dahulu terpenuhi kebutuhan fisiologis yang berada paling dasar.

Seks yang Teralienasi

Dalam sejarah manusia seks yang merupakan  suatu kebutuhan bukan suatu yang menjijikan maupun mesum, peradaban telah membuat seks sebagai sesuatu yang mulia ditandai dengan ritual yang bernama pernikahan. 

Melalui pernikahanlah seks dijaga agar tidak merusak manusia dan menumbuhkan rasa kasih  sayang. Dari situ para penerus peradaban lahir dari hangatnya keluarga yang berasal dari ritual seks tertinggi, pernikahan.

Seks secara normal berkaitan erat dengan cinta, juga dengan hangatnya keluarga, dan upaya untuk mengurus serta membesarkan buah hati. Semua itu memiliki hubungannya dengan seks yang telah direstui peradaban. 

Agama sebagai fondasi sosial dan peradaban memperkuat ritual-ritual pernikahan bersama dengan sangsi-sangsinya, hal ini menunjukan bagaimana sakralnya seks itu.

Namun dewasa ini kita melihat zaman telah memaksa kita melepas ikatan-ikatan yang ada pada seks dengan cinta, kasih sayang, kekeluargaan dan memiliki anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun