Mohon tunggu...
Rahman Wahid
Rahman Wahid Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Menggapai cita dan melampauinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Selamat(kan) Hari Guru

25 November 2019   20:05 Diperbarui: 26 November 2019   09:31 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi buku-buku di atas meja guru. (Sumber foto: Pixabay/ArtTower)

Seantero negeri hari ini diramaikan dengan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya terhadap guru. 

Memang tanggal 25 November yang diperingati sebagai hari guru nasional selalu menjadi momen paling tepat dan afdhol dalam menghaturkan rasa terimakasih yang dalam, tinggi, dan seluas-luasnya atas pengabdian guru sebagai agen dan garda terdepan pencerdas kehidupan bangsa.

Apalagi di hari-hari terakhir ini, atau tepatnya sejak pemilihan menteri baru oleh presiden, geliat pendidikan kita menjadi sorotan kembali oleh khalayak, setelah sekian lama seolah di anak tirikan publik juga elit. 

Selanjutnya, menteri baru, atau yang ingin di panggil mas menteri ini, sejak awal memang dipandang menjadi harapan baru yang cerah tentang upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. 

Selain karena cerdas juga, ia dilihat berani keluar dari zona nyaman pendidikan dengan gagasan dan kebaruan berpikirnya.

Klimaksnya hal itu terlihat dari viralnya naskah pidato mas menteri dalam rangka merayakan hari guru. Netizen merasa isi dari pidato tersebut langsung tertuju pada persoalan guru selama ini, dan lainnya menyatakan ini memang pidato yang pro perbaikan pendidikan, dan pro kedaulatan guru. 

Tak heran naskah pidato ini memberikan harapan pada masyarakat, juga pada guru akan masa depannya yang cerah.

"Pada tahun-tahun selanjutnya, isi dari pidato menteri pendidikan tidak selalu saja banyak membahas masalah guru, tapi justru lebih banyak membahas apresiasi atas kinerja guru."

Kembali pada pokok persoalan, mengapa tulisan ini berjudul selamat(kan) hari guru? Tentunya bukan saya tidak merayakan hari ini, namun justru ini lebih dari sekedar perayaan.

Bicara selamat adalah pokok utama, yaitu soal rasa terimakasih dan penghargaan atas jasa guru, tetapi setelahnya tetap harus selalu ada evaluasi untuk tahun depan yang lebih baik bukan.

Mengapa perlu di selamat(kan) kalau begitu? Jelas ini sebetulnya sangat erat hubungannya dengan isi pidato mas menteri, maka keliru jika melihat tulisan ini hanya sekedar gerutuan anak kecil saja.

Di dalam isi pidato tersebut ada poin yang selama ini seolah tabu untuk diumbar atau sengaja dibongkar oleh pemerintah soal masalah guru, diantaranya adalah soal beban administrasi yang njelimet.

Sekait dengan hal itu, kebetulan saja saya yang memang menempuh jurusan kependidikan merasakan uraian mas menteri itu benar adanya. Tugas guru nyatanya memang bukan sekedar mendidik saja.

Banyak hal lain diluar mendidik yang justru mengganggu tugas utama guru itu sendiri yaitu belajar. Secara eksplisit itu dijelaskan oleh mas menteri sebagai mengerjakan tugas administratif tanpa manfaat yang jelas.

Misalnya dalam perancangan perencanaan proses pembelajaran yang kompleks dan bahkan menghabiskan waktu yang banyak untuk menyelesaikannya. Belum lagi soal perumusan evaluasi serta laporan hasil belajar.

Saya sendiri mengalami betapa rumitnya dalam membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang disatu sisi harus bisa mengembangkan potensi murid, disesuaikan dengan kebutuhan murid, juga perlu dikaitkan dengan tujuan pendidikannya.

Persoalannya bukan terletak pada perumusannya, membuat rencana pembelajaran tentu perlu, tetapi masalahnya apa perlu sampai berbelas bahkan berpuluh halaman hanya untuk satu pembelajaran saja?

Ini yang menjadi tonggak permasalahannya. Adminitstrasi soal pembuatan RPP bagi guru terlalu teknis sehingga pembuatannya sangat kaku. Dampaknya waktu guru habis hanya untuk membuat RPP seharian, sampai lupa kebutuhan utamnya yaitu belajar.

Efek lainnya pula, karena saking teknisnya, guru lebih memilih salin sana-sini saja karena rumit dan lama pembuatannya. Bahkan, saya sendiri menemukan perbedaan tata cara pembuatan RPP antara satu dosen dan dosen lainnya yang tak jarang membuat mahasiswa atau guru bingung dibuatnya, mana yang harus diikuti?

Akhirnya tadi, virus copy-paste menjalari guru, bahkan para calon guru. Padahal jika kita berkaca ke negara lain, lesson plan paling banyak berkisar 5 halaman.

Uraian mengenai RPP baru satu soal, belum administrasi lain seperti berkas kenaikan pangkat, sertifikasi, laporan pembelajaran ke pengawas, dan lain sebagainya.

Selain itu, masalah soal nasib guru honorer pun masih menjadi kasus klasik yang belum bisa tercerahkan. Selama ini masih ada cerita menyayat hati soal guru yang hanya digaji dibawah beban kerjanya yang luar biasa berat.

Guru kedepan sepatutnya memang lebih harus disibukan dengan kegiatan peningkatan kualitas diri demi bisa memenuhi kebutuhan muridnya, dibanding kebutuhan administrasi.

Juga soal hak pendapatan guru, sudah selayaknya ia diberi upah yang setimpal. Prof. Tilaar pernah mengatakan bahwa murid yang bergizi akan dihasilkan oleh guru yang begizi pula. Karena itulah pemenuhan hak gizi guru yang layak (baca: gaji) adalah langkah penting yang perlu dilakukan pemerintah.  

Maka selamat(kan) hari guru, nasib guru hari ini, agar pada tahun-tahun selanjutnya, isi dari pidato menteri pendidikan tidak selalu saja banyak membahas masalah guru, tapi justru lebih banyak membahas apresiasi atas kinerja guru yang mampu membuat anak Indonesia cerdas, kreatif, inovatif, dan berakhlak mulia. Semoga.    

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun