Mohon tunggu...
Rahma Azra
Rahma Azra Mohon Tunggu... Mahasiswa MK Jurnalistik PBSI FKIP UNS

Saya menyukai segala hal tentang psikologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menemukan Makna Slow Living di Kota Solo

10 Oktober 2025   09:09 Diperbarui: 10 Oktober 2025   09:09 10
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di tengah kehidupan modern yang semakin cepat, Kota Solo hadir dengan tempo berbeda. Kota ini seolah punya cara sendiri dalam menikmati waktu, tanpa terburu-buru dan tanpa tekanan. Saat kota lain sibuk mengejar kemajuan, Solo tetap tenang dengan irama hidup yang lembut dan bersahaja.

Solo dikenal sebagai kota budaya, tapi di balik itu tersimpan filosofi hidup yang menarik "Slow Living". Bukan berarti malas atau lamban, melainkan tentang menjalani hidup dengan kesadaran penuh. Masyarakatnya terbiasa melakukan sesuatu dengan tenang, menghargai proses, dan menikmati hasilnya tanpa tergesa.

Coba saja berjalan pagi di kawasan Laweyan atau Kauman. Udara masih sejuk, dan aroma batik yang baru dijemur terasa menenangkan. Para pengrajin bekerja perlahan, telaten dengan setiap detail. Tidak ada yang terlihat terburu-buru, tapi hasilnya selalu memuaskan. Itulah salah satu wujud slow living yang nyata menghargai waktu, usaha, dan proses.

Hal serupa terasa juga di pasar tradisional. Pedagang dan pembeli saling sapa dengan ramah, bercakap santai sambil menawar harga. Tidak ada dorongan untuk cepat selesai, karena bagi mereka, interaksi adalah bagian dari kehidupan. Budaya seperti ini membuat Solo tetap hangat dan manusiawi di tengah dunia yang makin digital.

Gaya hidup slow living di Solo juga tercermin dari cara masyarakat menikmati hari. Banyak warga yang masih meluangkan waktu untuk duduk di angkringan, sekadar menyeruput teh hangat dan berbincang ringan. Di tempat sederhana itu, cerita mengalir tanpa paksaan. Tidak perlu suasana mewah untuk merasa tenang cukup kebersamaan dan keikhlasan.

Selain itu, lingkungan Solo juga mendukung terciptanya suasana damai. Lalu lintasnya tidak sepadat kota besar lain, biaya hidupnya relatif terjangkau, dan ruang publiknya masih ramah untuk sekadar berjalan kaki atau bersepeda santai. Semua itu membuat Solo ideal bagi mereka yang ingin hidup seimbang antara pekerjaan dan ketenangan batin.

Di Solo, kita belajar bahwa kebahagiaan tidak selalu datang dari kecepatan. Justru dengan melambat, kita bisa lebih memahami diri sendiri dan sekitar. Kita bisa menikmati hal kecil yang sering terlewat saat hidup terlalu sibuk.

Solo bukan hanya kota yang menjaga budaya, tapi juga tempat yang mengingatkan kita untuk kembali pada esensi hidup. Bahwa hidup bukan sekadar berlari mengejar tujuan, melainkan berjalan dengan sadar, menikmati setiap langkah.

Mungkin itu sebabnya banyak orang betah di Solo. Kota ini tidak hanya menawarkan tempat tinggal, tetapi juga ketenangan batin. Di sini, waktu seakan berputar lebih lembut, memberi kesempatan bagi siapa pun untuk benar-benar merasakan arti hidup.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun