Di masa lalu, angkot adalah primadona anak sekolah. Angkot adalah transportasi utama yang mengantarkan anak sekolah setiap hari. Saya pun termasuk pengguna setia angkot.
Di pagi hari saat jam pergi sekolah adalah yang paling krusial. Kalau telat sedikit saja keluar dari rumah, akan sangat sulit mendapatkan angkot yang mau berhenti.
Di siang hari saat pulang sekolah pun sama. Angkot selalu penuh dan kami harus bersaing satu sama lain demi mendapatkan tempat duduk di angkot.
Sebenarnya jumlah angkot yang wara-wiri di jalanan banyak, tetapi jumlah anak sekolah lebih banyak lagi.
Suatu hari, keadaan angkot sangat penuh. Kaki saya sudah pegal karena berdiri lama, tapi belum ada juga angkot yang mau berhenti. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya ada angkot yang berhenti.
Tapi saya tidak melihat ada kursi yang kosong. Lalu terdengar sopir meminta pada penumpang laki-laki dewasa untuk mengalah. "Punten pasihan tempat, hawatos (Tolong kasih tempat, kasihan)," ucapnya.
Syukurlah ada yang mau mengalah. Jadi, saya bisa duduk di dalam, sedangkan penumpang laki-laki tersebut berdiri di pintu masuk angkot. Saya sangat bersyukur dengan kebaikan sopir dan penumpang tersebut.
Dulu zaman saya SMP, berdiri nangkel di angkot seperti itu masih boleh. Bahkan anak-anak sekolah yang laki-laki juga biasa sampai bertiga berdiri nangkel di pintu masuk angkot.
Tetapi, saat saya SMA hal seperti itu tidak diperbolehkan lagi karena dilarang polisi dan memang membahayakan.
Di masa itu, penumpang laki-laki banyak yang suka mengalah. Di angkot biasanya ada tempat duduk yang dinamai 'kursi artis' alias bangku tambahan yang muat 2 orang dan letaknya dekat pintu masuk.