Mohon tunggu...
Di Timur Fajar
Di Timur Fajar Mohon Tunggu... -

Titip salam dari pemilik lapak ini: Aku andaikan mereka dan mereka andaikan aku. Cobalah berempati: merasakan berada pada posisi mereka, maka akan banyak yang bisa kita mengerti dan pahami tentang mereka, tentang kesalahan mereka. Karena kenyataan tidak pernah salah. Tuhan menghadiahi kita akal, bahwa ada kausalitas dalam setiap persoalan. Maka pandai-pandailah menguraikannya." (Rahayu Winette) Jadilah diri sendiri namun tak ada salahnya Anda(i) coba berempati dalam posisi orang lain. (Di Timur Fajar)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

165). Prihatin: "Biarkan Dia Berlalu Cucak!"

23 Mei 2011   21:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:18 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock


. .Selagi Cucakku kehilangan semangat, aku coba menghiburnya dengan ketiban euphoria yang baru, koneksi Speedy pertama semalam. Sesuatu ketidakpernahan rasa berselancar di warnet, karena selama ini kau cucak suka gondok oleh lambatnya koneksi modem CDMA di rumah. Cuma pernah di rumah, sih?.

. . Atau tidakkah kau ingat kemarin itu ketemu bicara dengan seseorang yang melengkapi fakta keprihatinanmu tentang siUN yang resek itu. Bahkan dia tertarik bersedia meluangkan waktunya berdiskusi dengan keluasan pikiranmu tentang keprihatinan yang satu ini, padahal dia harus segera bebenahi dengan persiapan nikah putri pertamanya di pagi itu. Atau ingat tidak kamu dengan kegamanganmu segini hari baru itu ada di pesta, sebuah ketidakpernahanmu(?) berikut yang coba kau tebus kontan.

. . Ah, kau masih diam cucak. Apa yang bisa kuhibur dengan kediamanmu? Apa ya? Sedangkan aku orangnya telmi, kau kan tahu itu cucak?

. . Ah, sadar aku. Bukan bicara ini yang kau butuhkan cucak. Kau mungkin lebih suka dipahami dan dimaklumi apa yang menjadi alasan kediamanmu. Tapi berikan kesempatan aku menguraikannya dengan baik tanpa kau potong, cucak. Karena aku kan telmi, tidak seperti kau.

. . Menurutku itu biasa cucak, manusiawi banget. Kau sih bikin dia penasaran, tapi set...?

. . "Dia pikir dia apa?!!" Nah apa kubilang, baru mau kunasehati dan kuminta, eh kau langsung nyerocos. Bersedia mendengarkan yang lain bicara, kenapa sih? Nah, coba lihat; aku mulai ketularan dengan kenapa-kenapa sih kamu. Nggak lucu bukan? Atau jangan-jangan kita jadi cucak sekalian, baru nyaho kamu? Baru siapa lagi yang jaga kita satu sama lain?

. . Kau mau mencobanya, cucak? Aku biarpun telmi begini bisa juga kelepasan, lebih cucak dari kamu. Mau coba?

. . "Ehem, ehm...!" Nah, sadar kau, bukan? Atau kau hanya tidak mau kusaingi? Gini, ah mau ngantuk aku cucak. Gara-gara kegelisahanmu aku harus kau bangunkan. Bagaimana kalau kita tidur dulu? Biar. . .?

. . "Ehm...!" Nah, kau memintaku cucak? Ok, Cuma tidak harus tuntas sekarang. Nah coba camkan ini, ah istilah ini punya siapa, ya? Camkan ini! Jadi ingat dengan seseorang, siapa ya? Ah, sudah! Langsung saja, begini: kau juga manusia cucak, cam kan itu! Kita semua manusia. Kau juga pernah mengalami ini, bahkan kau memperlakukannya pada seseorang. Coba ingat, kapan itu? Kau berlalu dari dia hanya setelah kau tahu dia tidak seperti yang kau bayangkan, yang suka kau khayalkan. Lalu kau juga siapa, siapa coba? He, cucak? Ngacak, eh ngaca dong? Kita semua manusia, manusia banget untuk perasaan yang satu itu. Makanya jangan terlalu berharap lebih dari porsinya, porsi kamu ada di mana di sana, cucak? Eh di sana atau di sini?

. . Kita butuh substansi dari apa yang mau kita cari, cucak. Tidak soal dari siapa datangnya? Seperti apa orangnya? Itu cuma kulit, yang suka kita ganti dan makeup setiap saat, bahkan kalau kau punya uang, kau bisa operasi untuk itu, cucak! Eh, kau dengar cucak? Kalau tak aku mau tidur dulu. Ini juga sudah mau siang, gimana...?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun