Mohon tunggu...
Rahadi Wangsapermana
Rahadi Wangsapermana Mohon Tunggu... Pemerhati Perang Asimetris

Kemajuan bangsa sangat bergantung pada kepemimpinan yang memahami kearifan lokal, mengoptimalkan kekuatan agraris dan maritim, serta menjaga kebhinnekaan dari ancaman perang asimetris, baik secara internal maupun eksternal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Telik Sandi: Intelijen Tradisional yang Membentuk Kepemimpinan Sejati

5 Juli 2025   00:24 Diperbarui: 5 Juli 2025   00:24 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Batara Kresna sebagai simbol Intelijen      Sumber : suaramerdeka.com

“Seorang pemimpin yang tak peka pada denyut rakyatnya, tak beda dengan raja yang dibutakan oleh pujian para pejabat. Telik sandi masa lalu mengintai dari bayang-bayang, tapi mereka yang membuat raja tetap di atas singgasana.”

Ia bekerja dalam sunyi. Namanya jarang dicatat sejarah resmi. Tapi jejaknya bertebaran di balik kemenangan raja, jatuhnya kerajaan, hingga pergeseran kekuasaan. Di Nusantara, jauh sebelum kata "intelijen" dipakai, sudah hidup profesi bayangan itu: telik sandi.

Di balik megahnya Majapahit, licinnya diplomasi Demak, hingga kejayaan Mataram Islam, para telik sandi memainkan peran yang tak kasat mata namun menentukan. Mereka bukan sekadar mata-mata, melainkan manajer informasi, pengamat politik, dan pembisik strategi bagi para pemimpin.

Bayang-Bayang di Balik Kerajaan

Dalam manuskrip kuno Negarakertagama, disebut adanya “abdi raharja” atau orang kepercayaan raja yang bertugas menyampaikan informasi rahasia dan memantau wilayah. Di era Majapahit, telik sandi ini bekerja di jalur-jalur perdagangan dan pelabuhan, menyamar sebagai saudagar atau biksu, untuk mengendus potensi pemberontakan atau persekongkolan dagang.

Sementara dalam Babad Tanah Jawi, tokoh seperti Ki Juru Martani, penasihat Panembahan Senopati dari Mataram, dikenal memiliki jaringan telik sandi hingga ke luar Jawa. Ia mengatur strategi politik dan mengumpulkan informasi musuh dalam bentuk yang mirip diplomatic espionage.

Menurut Dr. Peter Carey, sejarawan Oxford yang banyak meneliti Jawa abad ke-18, sistem pengumpulan informasi pada masa itu tidak bisa diremehkan. “Raja-raja Jawa tidak pernah buta informasi. Mereka punya jaringan pengamatan sosial yang terorganisir dan bersifat hierarkis, meski tidak disebut secara eksplisit sebagai intelijen modern,” ujarnya dalam simposium Universitas Gadjah Mada, 2021.

Cara Kerja dan Sistem

Sistem kerja telik sandi masa lalu lebih mengandalkan pendekatan budaya dan spiritual. Mereka biasa menyamar menjadi pedagang, dalang, penari, bahkan santri keliling — tokoh-tokoh yang mudah diterima oleh masyarakat dan tidak mencurigakan.

Informasi dikumpulkan melalui obrolan pasar, pengamatan kebiasaan elite lokal, hingga pesan-pesan tersirat dalam pertunjukan wayang. Banyak dari mereka mencatat laporan dengan aksara lokal atau simbol-simbol rahasia.

Beberapa temuan arkeologis dari Situs Trowulan, ibukota Majapahit, menunjukkan adanya ruang bawah tanah dan ruang pengintaian rahasia di kompleks keraton, yang diduga digunakan untuk operasional telik sandi. Sementara di Cirebon dan Banten, dokumen naskah keraton mencatat adanya “orang dalam” atau pelapor yang dikirim ke lingkungan kerajaan tetangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun